MENYONSONG PERINGATAN HARI KEMERDEKAAN RI: Meneladani Kiprah Para Pejuang Kemerdekaan RI
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ
أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Puji dan syukur marilah kita sama-sama panjatkan ke Hadirat Illahi Rabi. Dzat yang maha mencipta dan mengatur segalanya. Dzat yang senantiasa melimpahkan nikmat kepada kita semua. Termasuk nikmat taufik dan hidayah, sehingga pada kesempatan ini kita berada di tempat yang mulia ini dalam rangka menunaikan shalat Jumat berjamaah. Semoga setiap amal yang kita lakukan hingga saat ini menjadi bukti ketaatan kelak bagi kita di hadapan Allah serta menjadi wasilah meraih rida-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Besar Muhammad saw. Penghulu para nabi dan rasul yang diutus menjadi rahmat ke seluruh alam. Shalawat dan salam juga semoga dicurahkan kepada para sahabatnya, para tabiin, para tabi’ tabiin, dan juga kepada umatnya yang senantiasa memohon pertolongan dari Allah agar bisa mengikuti ajaran-ajarannya, serta di akhirat bisa mendapatkan syafaatnya. Sebelum memasuki khutbah ini, tak lupa khatib berwasiat khususnya kepada diri khatib sendiri dan umumnya kepada sidang Jumat sekalian, marilah sama-sama meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Sebab, takwa menjadi tolok ukur kemuliaan di sisi Allah, takwa menjadi perisai yang menghalangi dari perbuatan-perbuatan yang dilarang, serta takwa menjadi bekal bagi kita di dunia dalam menghadapi kehidupan kekal di akhirat kelak.
Jamaah shalat Jumat Rahimakumullah
Adalah sebuah nikmat yang tiada terhingga lantaran hingga siang ini kita diberikan kesehatan dan kekuatan, serta tentu saja keimanan untuk hadir menjalankan perintah shalat Jumat berjamaah. Hal ini termasuk sebagai bentuk perwujudan takwallah yaitu dengan menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang. Marilah aneka nikmat tersebut kita syukuri dengan harapan kadarnya akan ditambah oleh Allah SWT.
Sungguh tak terasa Saat ini sudah memasuki awal bulan Agustus, bangsa Indonesia memiliki persiapan lebih karena akan memperingati kemerdekaan. Tahun ini yakni 2023, peringatan kemerdekaan memasuki tahun ke-78 dengan beragam keceriaan dan kekhasannya. Poin yang tak kalah penting dalam surat edaran Menteri Sekretaris Negara, tentang pengibaran Bendera Merah Putih yang harus dilakukan mulai dari 1 Agustus 2023. “Mengibarkan Bendera Merah Putih secara serentak di lingkungan masing-masing mulai tanggal 1 s.d. 31 Agustus 2023,” tulis Menteri Sekretaris Negara dalam surat edaran, dikutip Senin (31/7/2023).
Menyonsong peringatan hari kemerdekaan juga memberikan pesan untuk meneladani dan menghargai para pahlawan yang mempertaruhkan segala hal. Sama seperti para nabi yang turut mengajarkan nilai luhur tersebut kepada umatnya. Karenanya, ada banyak manfaat yang bisa diambil dari peringatan kemerdekaan kali ini. Yakni antara lain meneladani kiprah dan kerja keras yang dilakukan para nabi zaman dahulu.
Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT
Hakikat diciptakannya manusia adalah untuk menghamba kepada Allah SWT. Untuk tujuan ini pula Allah mengutus para rasul untuk menyeru kepada umat manusia supaya menunaikan kewajiban itu. Tak hanya seruan untuk menyembah Allah, para rasul juga bertanggung jawab menjauhkan mereka dari ketundukan kepada selain Allah, termasuk kepada kesemena-menaan, penjajahan, penindasan, atau semacamnya. Misi para rasul tersebut tampak dalam surat An-Nahl ayat 36 sebagai berikut:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Artinya: Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thaghut. (QS An-Nahl: 36).
Secara bahasa, thaghut berakar kata dari thaghâ yang bermakna melampaui batas. Dalam Tafsir Al-Quran Al-Azim, Ibnu Katsir menafsirkan thaghut sebagai menyembah sesuatu selain Allah. Menurut pakar tafsir Al-Qur’an Prof Quraish Shihab, thaghut mengacu pada segala macam kebatilan, baik dalam bentuk berhala, ide-ide yang sesat, manusia durhaka, atau siapa pun yang mengajak pada kesesatan. Ketika membahas surat an-Nahl ayat 36 itu, ia mengartikan thaghut sebagai “tiran yang merusak”.
Hampir semua ulama tafsir sepakat bahwa thaghut identik dengan tindakan di luar batas sebagai bentuk kedurhakaan kepada Allah. Thaghut adalah berhala-berhala yang tak hanya bisa berbentuk patung, tapi juga kondisi-kondisi yang menjauhkan manusia dari ketundukkan hanya kepada Allah. Dalam sejarah, para rasul diutus juga untuk membebaskan umatnya dari belenggu itu semua, dan mewujudkan umat yang merdeka dalam ketaatan kepada Allah SWT.
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Nabi Ibrahim saat diutus oleh Allah mendapati masyarakatnya berkubang dalam keimanan yang rusak. Patung-patung berhala dipertuhankan, termasuk oleh ayahandanya sendiri. Dengan strategi yang matang, Nabi Ibrahim pun berjuang menyadarkan mereka bahwa berhala tak memiliki kekuatan apa-apa. Memuliakannya atau bahkan menganggapnya sebagai tuhan merupakan kesesatan yang nyata. Tugas Nabi Ibrahim makin berat ketika kesesatan tersebut ditopang kekuasaan zalim Raja Namrud. Ia mesti mengatasi dua persoalan sekaligus, yakni membebaskan umat dari berhala sekaligus memerdekakan mereka dari tiran yang merusak Namrud. Allah menolong Nabi Ibrahim, termasuk ketika beliau dibakar oleh rezim sewenang-wenang tersebut.
Perjuangan yang mirip juga dialami oleh Nabi Musa. Bahkan, Nabi Musa tidak hanya menghadapi orang yang menyembah selain Allah, melainkan raja yang mengaku sebagai tuhan itu sendiri. Fir’aun dengan segenap kesombonganya mendaku diri sebagai tuhan dan berupaya melenyapkan semua orang yang menentangnya. Umat Nabi Musa pun berada dalam penindasan yang parah, baik secara jasmani maupun rohani. Nabi Musa hadir untuk menaklukkan penindasan ini dan mengajak umat untuk kembali ke jalan Allah secara merdeka.
Jamaah Jumat Hafidhakumullâh
Apa yang dialami Rasulullah Muhammad SAW sesungguhnya juga tak jauh dari jejak para nabi pendahulunya. Seruan masuk Islam Nabi Muhammad bersamaan dengan kebejatan moral yang akut di tanah Arab, fanatisme suku-suku hingga sering terjadi peperangan, paganisme, penghinaan atas martabat kaum perempuan, dan lain sebagainya.
Risalah baginda Nabi Muhammad SAW hadir untuk memerdekakan umat yang sedang dalam kegelapan tersebut menuju jalan cahaya yang diridhai Allah atau minadh dhulumâti ilân nûr. Melalui ajaran tauhid, Nabi Muhammad menghapus semua klaim paling mulia dan berkuasa selain Allah SWT. Beliau membawa kepada arah masyarakat yang setara, dan mengingatkan bahwa kemuliaan diukur dengan tingkat ketakwaan atau inna akramakum ‘inda-Llâhi atqâkum, bukan dengan hirarki perbedaan suku, strata ekonomi, jenis kelamin, atau identitas sosial lainnya.
Dengan fakta ini, tak berlebihan jika kita menyebut perjuangan Rasulullah Muhammad SAW sebagai perjuangan kemerdekaan yang luar biasa. Sebuah ikhtiar sungguh-sungguh membebaskan masyarakat dari dan kemerosotan moral dan sistem masyarakat yang menindas saat itu. Revolusi yang dilakukan Nabi mencakup aspek spiritual dan material sehingga menciptakan peradaban yang lebih manusiawi. Rasulullah bukan cuma mengajak manusia untuk hanya tunduk dan menghamba kepada Allah, tapi juga melaksanakan konsekuensi dari ajaran tauhid ini, yakni bersikap kepada seluruh makhluk Allah–termasuk manusia–dengan penuh kasih sayang. Sikap ini selaras dengan misi utama diutusnya baginda Nabi Muhammad SAW:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya’: 107).
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Demikianlah kenyataan sejarah hidup di dunia ini. Setiap penindasan, penjajahan, dan penyimpangan selalu menghendaki perjuangan total untuk melakukan perubahan. Para nabi terdahulu meneladankan itu semua bukan saja dengan pengorbanan harta, tenaga, dan pikiran tapi bahkan risiko hilangnya nyawa. Nabi Ibrahim mengalami dilempar ke dalam api yang sedang berkobar, Nabi Musa menjadi buronan Fir’aun, serta Nabi Muhammad SAW yang berkali-kali mengalami percobaan pembunuhan dari musuh-musuh dedengkotnya.
Ini pula yang dilakukan para ulama, tokoh, dan segenap elemen bangsa lainnya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Keringat dan darah rela mereka korbankan untuk membebaskan umat dari penindasan yang memang menjadi musuh setiap agama, termasuk Islam. Sebab, kemerdekaan adalah syarat mutlak dari terciptanya kondisi aman. Sedangkan keamanan adalah prasyarat bagi setiap insan untuk tenang dan khusyuk menunaikan ibadah kepada Allah SWT.
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Lantas setelah merdeka, apa yang mesti kita lakukan?
Pertama, tidak lain adalah menjalankan fungsi pokok diciptakannya manusia, yakni menghamba secara total kepada Allah. Tidak diciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Allah. Dijalankannya fungsi kehambaan ini juga menjadi tujuan dari risalah tiap-tiap rasul, sebagaimana disebut dalam surat An-Nahl ayat 36 di awal tadi.
Kedua, mempertahankan cinta tanah air; meneladani kecintaan ulama terhadap tanah air bukan tanpa alasan. Ulama terdahulu memegang dawuh Nabi Muhammad SAW yakni “mempertahankan cinta tanah air karena Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya”. “Jadi sebegitu kuat tekad para ulama untuk memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan dengan berlumur darah agar anak cucunya merasakan kemerdekaan, agar mudah dalam tholabul ilmi, agar mudah dalam bekerja dan hidup aman damai,” Oleh karena itu, tugas generasi saat ini adalah menjaga keutuhan bangsa Indonesia, jangan sampai bangsa yang telah diperjuangkan oleh para ulama hancur karena ulah dan kecerobohan generasi saat ini. “Jangan sampai niatnya hiburan perayaan Agustus malah berakhir ricuh. Sangat munafik dan merupakan hal yang bodoh jika kita kisruh dengan saudara kita sendiri, apalagi masih sebangsa dan setanah air,”
Ketiga, membangun peradaban manusia yang mencerminkan ketaatan kepada nilai-nilai ketuhanan. Termasuk dalam hal ini adalah mengembangkan semangat rahmatan lil ‘alamin, kasih sayang kepada manusia, binatang, dan alam/lingkungan dengan menghindari sikap semena-mena, serakah, dan zalim. Akhirnya, kita tidak hanya sibuk dengan bagaimana cara paling mudah mendapatkan kebahagiaan bagi diri sendiri meski dengan merugikan orang lain, akan tetapi bagaimana cara terbaik untuk meraih kebahagiaan bersama orang lain. Wallahu a’lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah ke-2:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ