BULAN SAFAR MOMENTUM INTROSFEKSI DIRI DAN MENGHARGAI WAKTU
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Hadirin jamaah Jumah rahimakumullah,
Di awal khutbah ini, khotib mengajak Hadirin jamaah Jumah rahimakumullah, mari kita tingkatkan ketakwaan terhadap Allah dengan sebenar-benarnya, yaitu berupaya optimal menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hadirin jamaah Jumah rahimakumullah, Sekarang kita telah masuki pekan terakhir dipenghujung bulan Safar, yang kita tahu maknanya bulan Safar adalah kosong. Karenanya, sudah semestinya bulan Safar ini tidak kita lewatkan dengan kekosongan amal. Tapi, kita penuhi dengan amal shaleh sebanyak-banyaknya.
Hadirin jamaah Jumah rahimakumullah,
Pada zaman jahiliah, berkembang anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan sial atau dikenal dengan istilah tasyâ-um. Bulan yang tidak memiliki kehendak apa-apa ini diyakini mengandung keburukan-keburukan sehingga ada ketakutan bagi mereka untuk melakukan hal-hal tertentu. Pikiran semacam ini juga masih menjalar di zaman sekarang. Sebagian orang menganggap bahwa hari-hari tertentu membawa hoki alias keberuntungan, sementara hari-hari lainnya mengandung sebaliknya. Padahal, seperti bulan-bulan lainnya, bulan Safar netral dari kesialan atau ketentuan nasib buruk. Jika pun ada kejadian buruk di dalamnya, maka itu semata-mata karena faktor lain, bukan karena bulan Safar itu sendiri. Dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ
“Tidak ada ‘adwa, thiyarah, hamah, shafar, dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa.” (HR Bukhari dan Muslim).
‘Adwa adalah keyakinan tentang adanya wabah penyakit yang menular dengan sendirinya, tanpa sebuah proses sebelumnya dan tanpa seizin Allah. Thiyarah adalah keyakinan tentang nasib baik dan buruk setelah melihat burung. Dalam masyarakat jahiliah ada mitos yang mengatakan, “bila seorang keluar rumah dan menyaksikan burung terbang di sebelah kanannya, maka tanda nasib mujur bakal datang. Sementara bila melihat burung terbang di sebelah kirinya maka tanda kesialan akan tiba sehingga sebaiknya pulang. Sedangkan hamah adalah semacam anggapan bahwa ketika terdapat burung hantu hinggap di atas rumah maka pertanda nasib sial akan tiba kepada pemilik rumah tersebut. Tak beda jauh dengan shafar yang diyakini sebagai waktu khusus yang bisa mendatangkan malapetaka”.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Islam tidak mengenal hari, bulan, atau tahun sial. Sebagaimana seluruh keberadaan di alam raya ini, waktu adalah makhluk Allah. Waktu tidak bisa berdiri sendiri. Ia berada dalam kekuasaan dan kendali penuh Rabb-nya. Setiap umat Islam wajib berkeyakinan bahwa pengaruh baik maupun buruk tidak ada tanpa seizin Allah. Begitu juga dengan bulan Safar. Ia adalah bagian dari dua belas bulan dalam satu tahun hijriah. Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Qamariyah, terletak sesudah Muharram dan sebelum bulan Rabiul Awwal.
Ibnu Katsir ketika menafsirkan Surat at-Taubah ayat 36 yang membicarakan tentang bilangan bulan dalam satu tahun, menjelaskan bawah nama shafar terkait dengan aktivitas masyarakat Arab terdahulu. Shafar berarti kosong. Dinamakan demikian karena di bulan tersebut masyarakat kala itu berbondong-bondong keluar mengosongkan daerahnya, baik untuk berperang ataupun menjadi musafir.
Rasulullah sendiri menampik anggapan negatif masyarakat jahiliah tentang bulan Safar dengan sejumlah praktik positif. Habib Abu Bakar al-‘Adni dalam Mandhûmah Syarh al-Atsar fî Mâ Warada ‘an Syahri Shafar, memaparkan bahwa beberapa peristiwa penting yang dialami Nabi terjadi pada bulan Safar, di antaranya: (1) pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah, (2) menikahkah putrinya Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, (3) memulai berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Artinya, Rasulullah membantah keyakinan masyarakat jahiliah bukan hanya dengan argumentasi tapi juga pembuktian bagi diri beliau sendiri. Dengan melaksanakan hal-hal sakral dan penting di bulan Safar, Nabi seolah berpesan bahwa bulan Safar tidak berbeda dari bulan-bulan lainnya.
Hadirin, Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Ada lima pelajaran dapat difahami untuk meneguhkan keyakinan kita bahwa bulan Safar tidak berbeda dari bulan-bulan lainnya, diantaranya:
Pertama: Manusia diperintahkan untuk senantiasa melakukan proses-proses dan tahapan-tahapan yang wajar. Islam adalah agama yang sangat menghargai fungsi akal sehat. Karena itu, tiap pekerjaan amat dianjurkan melalui satu perencanaan yang matang dan ikhtiar yang maksimal. Selebihnya adalah doa dan kepasrahan total kepada Allah. Allah SWT , berfirman dalam Surat al-Hasyr Ayat 18;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Hasyr [59]: 18).
Ayat ini sebagai intropeksi diri, manajemen waktu, dan tabungan kebaikan dalam Al Quran. Beberapa pepatah dan peribahasa banyak sekali yang memberi pesan betapa pentingnya kepedulian kita kepada waktu dan kedisiplinan. Seperti, “waktu adalah uang”, “waktu yang hilang tidak akan ditemukan lagi” dan banyak lagi lainnya yang menjelaskan betapa pentingnya introspeksi, dan menghargai waktu yang diberikan Allah kepada kita dengan melakukan hal-hal baik dan bermanfaat.
Kedua: Sial atau beruntung merupakan kelanjutan dari proses dan tahap tersebut, bukan pada mitos-mitos khayal yang tak masuk akal. Tathayyur adalah anggapan sial karena melihat atau mendengar bunyi burung, kijang, bintang, atau selainnya. Apa yang mereka lihat dan dengar menghalangi mereka dari aktivitas yang mereka niatkan. Maka syariat Islam datang menghapuskan hal ini. Islam menekankan bahwa yang demikian sama sekali tidak berdampak dalam mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Yang demikian hanyalah keyakinan-keyakinan yang tidak berdasar sama sekali. Allah Swt berfirman:
أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُون
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raf [7]: 131).
Ketiga: Untuk terbebas dari penyakit, manusia diperintahkan untuk hidup bersih dan menghindari pengidap penyakit menular. Sebagai personifikasi Al-Qur΄an, Rasul sallallahu ‘alaihi wa sallam amat peduli terhadap kebersihan, bukan hanya jasmani, pakaian, bahkan kebersihan lingkungan. Memang, Allah subhanahu wa ta‘ala memerintahkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam agar menyuci-kan pakaiannya terlebih dahulu karena pakaian sebagai tampilan pertama dalam pergaulan, sebagaimana diperintahkan dalam Surah al-Muddassir/74:4:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Artinya: “Dan pakaianmu bersihkanlah”. (QS. al-Muddassir [74]: 4). Allah memerintahkannya untuk membersihkan pakaiannya dan menjaga pakaian itu dari hal-hal najis. Qatadah mengatakan: yakni bersihkanlah jiwamu dari dosa-dosa.
Keempat: Agar selamat dari bangkrut, pedagang disarankan untuk membuat perhitungan yang teliti dan hati-hati. Dalam Surat Al Baqarah ayat 282,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِٱلْعَدْلِ ۚ
Arinya:”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. ……”(QS. Al Baqarah [2]:282).
Allah memerintahkan untuk melakukan pencatatan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah. Dari pencatatan tersebut dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan apa yang akan diperbuat seseorang. Kemudian yang dibahas dalam ayat diatas termasuk kegiatan transaksi jual-beli, utang-piutang dan sewa menyewa.
Kelima: Agar lulus ujian, pelajar mesti melewati belajar secara serius. Dan seterusnya. Perintah untuk berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) juga terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya terdapat dalam Q.S. al-Baqarah 2:.
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ ھُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Q.S. al-Baqarah[2]: 2).
Inilah Kitab yang sempurna dan penuh keagungan, yaitu Al-Qur’an yang Kami turunkan kepada Nabi Muhammad, tidak ada keraguan padanya tentang kebenaran apa-apa yang terkandung di dalamnya, dan orang-orang yang berakal sehat tidak akan dihinggapi keraguan bahwa Al-Qur’an berasal dari Allah karena sangat jelas kebenarannya. Al-Qur’an juga menjadi petunjuk yang sempurna bagi mereka yang mempersiapkan diri untuk menerima kebenaran dengan bertakwa, yaitu mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya agar terhindar dari siksa Allah. Meski petunjuk Al-Qur’an diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, hanya orang-orang bertakwa saja yang siap dan mampu mengambil manfaat darinya.
Hadirin, Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Menolak adanya “bulan sial” dan “bulan beruntung” akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang wajar. Tidak malas ikhtiar karena merasa hari-harinya pasti diliputi keberuntungan. Juga tidak dicekam kecemasan karena dihantui hari-hari penuh sial. Sebagai hamba, manusia didorong untuk berencana, berjuang, dan berdoa; sementara ketentuan hasil dipasrahkan kepada Allah. Dengan demikian, saat menuai hasil, kita tetap bersyukur; dan tatkala mengalami kegagalan, kita tidak lantas putus asa. Kemudaratan dan kesialan dapat menimpa kita kapan saja, tidak mesti pada bulan-bulan tertentu. Dari sinilah kita diharapkan untuk selalu menjaga diri, melakukan usaha-usaha pencegahan, termasuk dengan doa memohon perlindungan kepada Allah setiap hari. Doa yang bisa dibaca adalah:
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang bersama nama-Nya tidak akan ada sesuatu di bumi dan di langit yang sanggup mendatangkan mudarat. Dialah Maha-mendengar lagi Maha-mengetahui.” Barangsiapa yang membaca doa tersebut pagi dan sore, maka ia tidak akan menerima akibat buruk dari malapetaka. Keterangan tentang doa ini bisa ditemukan dalam hadits riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Keberuntungan sejati adalah ketika seorang hamba mengisi waktunya, kapan saja itu, untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, kerugian terjadi adalah saat seseorang menyia-nyiakan waktunya, termasuk ketika di bulan-bulan mulia sekalipun. Tidak ada bulan sial atau tidak, yang ada adalah apakah perbuatan kita membawa maslahat atau tidak, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Inilah momentum baik untuk lebih menghargai waktu, dengan membangun optimisme dan gairah menghamba kepada Allah setulus-tulusnya.
Syekh Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathâif al-Ma’ârif fîmâ li Mawâsim al-‘Am min al-Wadhâif, berpesan melalui syair:
كَمْ ذَا التَّمَادِي فَهَا قَدْ جَاءَنَا صَفَرُ … شَهْرٌ بِهِ الْفَوْزُ وَالتَّوْفِيْقُ وَالظَّفَرُ
“Betapa banyak orang yang memiliki tuntutan, maka ini telah datang bulan Safar kepada kita. Bulan yang disertai dengan kemenangan, taufik, dan keberhasilan.”
فَابْدَأْ بِمَا شِئْتَ مِنْ فِعْلٍ تَسُرُّ بِهِ … يَوْمَ الْمَعَادِ فَفِيْهِ الْخَيْرُ يَنْتَظِرُ
“Maka mulailah berbuat sesuatu yang akan membuatmu senang di hari kembali (hari kiamat), maka disana engkau akan melihat kebaikan.”
تُوْبُوا إِلَى اللهِ فِيْهِ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ … مِنْ قَبْلُ يَبْلُغُ فِيْكُمْ حَدُّهُ الْعُمْرُ
“Bertaubatlah kepada Allah di bulan Safar dari dosa-dosa, sebelum batas akhir usia menghampiri pada kalian.”
Semoga kita semua menjadi peribadi-pribadi yang senantiasa dianugerahi kekuatan untuk menghormati waktu-waktu yang Allah anugerahkan kepada kita untuk perbuatan dan pikiran yang berfaedah, membawa maslahat, baik di dunia maupun di akhirat. Âmîn.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II