Keutamaan dan Peristwa Penting pada bulan Dzulqa’dah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.
Hadirin rahimakumullah,
Allah subhanahu wa ta’ala melebihkan derajat sebagian makhluk-Nya atas sebagian yang lain. Sebagian manusia, Allah jadikan lebih utama daripada sebagian manusia yang lain. Sebagian tempat, Dia jadikan lebih utama daripada sebagian tempat yang lain. Dan sebagian waktu, Diajadikan lebih utama dibandingkan dengan sebagian waktu yang lain. Di antara sebagian waktu yang Allah lebihkan keutamaannya atas sebagian waktu yang lain adalah bulan Dzulqa’dah yang saat ini kita berada di dalamnya.
Makna dari kata Dzulqa’dah dipandang dari gramatikal bahasa Arab adalah “Penguasa Gencatan senjata” karena pada saat itu bangsa Arab meniadakan peperangan. Sebab itulah, bulan tersebut dianggap sebagai bulan yang sakral yang dalam bahasa Al Quran dinamakan Al Asyhur Al Hurum (beberapa bulan yang mulia) atau dalam versi Imam Ghozali menyebutnya dengan redaksi al ayyam al fadhilah (Ihya’u Ulumiddin juz 1 halaman 366-367).
(ketahuilah) bahwa paling utamanya bulan adalah bulan ramadhan kemudian muharam kemudian rajab kemudian dzul hijjah kemudian dzul qo’dah kemudian syaban,maka selainya adalah sama (dilihat dari grade/tingkatannya).”
Syaikh Ali bin Ibrahim berkata: “Sungguh pada bulan-bulan yang dimuliakan kebaikan dan keburukan dilipatgandakan”.
Ada pula yang berpendapat bahwa Dzulqa’dah berasal dari dua kata yaitu “Dzul” artinya pemilik dan “Qa’dah” artinya duduk. Dinamakan Dzulqa’dah karena pada bulan itu kaum laki-laki Arab dahulu beristirahat dari perang dan menikmati hari-harinya dengan duduk-duduk di rumah.
Penentuan awal bulan Dzulqa’dah menjadi penting karena selanjutnya pada tanggal 29 Dzulqa’dah menjadi tanggal pelaksanaan ru’yatul hilal untuk menentukan pelaksanaan ibadah haji di bulan Dzulhijjah. Dengan menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah maka dapat diketahui waktu-waktu pelaksanaan ritual haji dan Hari Raya Idul Adha.
Keberadaan kemuliaan bulan dzul qa’dah ini diperkuat kembali oleh narasi Syekh Al Imam An Nawawy Al Bantany dalam kitabnya Madarij As Su’ud halaman 34. Di antara keutamaan dan keistimewaan bulan Dzulqa’dah antara lain sebagai berikut:
Pertama: Bulan Dzulqa’dah termasuk bulan yang mulia (al asyhur al hurum) Dzulqa’dah adalah permulaan dari empat bulan yang dimuliakan (al-Asyhur al-Hurum). Empat bulan haram atau empat bulan yang dimuliakan itu adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Disebut Dzulqa’dah disebabkan orang-orang Arab pada masa lalu tidak melakukan perang (qu’uud‘anil qitaal) di dalamnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Maknanya: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan yang diagungkan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab)” (QS at-Taubah [9]: 36).
Merupakan Salah Satu Bulan Haji (Untuk memulai ikhram)
Bulan Dzulqa’dah adalah satu di antara tiga bulan haji, yaitu Syawal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Tidak sah ihram untuk haji pada selain waktu tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Maknanya: “Musim haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi (ditentukan)” (QS. al-Baqarah [2]: 197).
Ketiga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan umrah kecuali pada bulan Dzulqa’dah. Sahabat Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu meriwayatkan:
Maknanya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berumrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji beliau, yaitu satu umrah dari Hudaibiyah, satu umrah pada tahun berikutnya, satu umrah dari Ji’ranah ketika membagikan rampasan perang Hunain dan satu lagi umrah bersama haji” (HR al-Bukhari).
Keempat; Bulan dimana Allah SWT berbicara kepada Nabi Musa AS yaitu selama 30 hari ditambah 10 hari dari bulan Dzulhijjah
Dzulqa’dah adalah 30 malam yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya;
Maknanya: “Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa untuk memberikan kepadanya kitab Taurat setelah berlalu tiga puluh malam (bulan Dzulqa’dah), dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam lagi (sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya menjadi empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada saudaranya, yaitu Harun, “Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku, dan perbaikilah dirimu dan kaummu, dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS al-A’raf [7]: 142).
Hadirin rahimakumullah,
Selain empat keutamaan di atas, Ustad Nuraohman, (2020), dalam tuliasnnya bertajuk “Bulan Dzulqa’dah dalam lintas sejarah” menyatakan ada bebarapa peristiwa penting yang terjadi pada di antaranya adalah: (1) Pada Dzulqa’dah tahun kelima hijriah, terjadi perang Bani Quraizhah.(2) Pada hari kamis, 6 Dzulqa’dah tahun kesepuluh hijriah, Rasulullah berangkat dari Madinah menuju Mekah untuk melaksanakan haji wada’.(3)Pada Dzulqa’dah tahun ketiga hijriah, terjadi perang Badr Sughra.(4) Pada hari Sabtu, tanggal 7 Dzulqa’dah tahun 403 H, wafat seorang ulama ahli ilmu kalam dan ahli debat yang sangat masyhur, yaitu Imam Abu Bakr al-Baqillani. Beliau adalah salah seorang pejuang, pembela dan penyebar mazhab Asy’ari yang tiada lain adalah mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) ke berbagai penjuru. Berkat kegigihan dan perjuangan beliau dan ulama-ulama Aswaja lainnya saat itu, aqidah dan ajaran kelompok-kelompok yang menyimpang semakin tenggelam dan ditinggalkan para pengikutnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
Khutbah II