Khutbah Jum’at: 3 Juni 2022 Penolak Stres

Dzikir Penolak  Stres

Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dengan berupaya menjadikan diri kita senantiasa tunduk kepada Allah SWT.

Ma’âsyirol muslimîn rahimakumullâh

Tldak mudah untuk memberikan pengertian tunggal apakah stres itu. Satah satu fenomena yang berkembang di masyarakat. kata stres, seringkall diasosiasikan dengan adanya perlstiwa yang menekan sehingga seseorang dalam keadaan tidak berdaya dan biasanya menimbulkan dampak negatif, misalnya: pusing, tekanan darah tinggi, mudah marah, sedih, sulit berkonsentrasi, nafsu makan bertambah, tidak bisa tidur, ataupun merokok terus. Dalam hal lni, stres lebih dikaitkan dengan respon atau reaksi stres. Dalam pendekatan ini, stres ditentu kan oleh timbulnya polapola reaksi stres dalam diri individu. Kemungkinan yang terjadi adalah peristiwa·peristiwa yang menyenangkan atau bersifat positif dapat menimbulkan reaksireaksi stres. Sebaliknya, reaksi-reaksi negatif tidak muncul walaupun individu mengalami perlstiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan. Perlu dipahami ada tiga komponen dari stres yaitu, stressor. proses, dan respon stres. Stressor adalah stimulus yang mengancam kesejahteraan orang lain. Respon stres adalah reaksi yang muncul, sedangkaan proses merupakan mekanisme interaktif yang dimulai dari datangnya stressor sampai muncu nya respon stres. Demikian  dikatakan Helmi (1995).

Ma’âsyirol muslimîn rahimakumullâh

Stres merupakan penyakit yang melanda kehidupan manusia di era kapitalistik saat ini. Ia bisa menjangkiti siapa saja, kaya, miskin, pekerja maupun pengangguran. Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Kalsel, dalam satu bulan, yakni Pebruari 2016 tercatat 1.463 orang yang menjalani rawat jalan, sementara 135 orang rawat inap. (Radarbanjarmasin, 11/3/16). Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, 6 persen (sekitar 11 juta jiwa) dari Jumlah penduduk yang berusia > 15 tahun sekitar 183 juta jiwa masyarakat Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional…. (Kompas.com, 21/6/15).

Sebagian orang berupaya ‘mengobati’ stres dengan narkoba, dan hasilnya sekitar 50 orang perhari ‘berhasil’ menghilangkan stresnya karena overdosis dan meninggal dunia, sebagian ke tempat hiburan malam, sebagian lagi ke psikiater.

Ma’âsyirol muslimîn rahimakumullâh

1 Jumlah penduduk yang berusia > 15 tahun sekitar 183 juta jiwa

2 Kerugian ekonomi yang hilang akibat gangguan jiwa, berupa hilangnya produktivitas, beban ekonomi dan biaya kesehatan yang harus ditanggung keluarga dan negara, diperkirakan lebih dari Rp 20 triliun setahun

Islam telah memberikan obat yang manjur terhadap penyakit stres ini, yakni Dzikrullah (mengingat Allah). Allah SWT berfirman:

 

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’d [11] : 28).

Imam al Hasan al Bashri menyatakan:

َأ َدْنِع ِوَّللا ُرْكِذ ُوْنِم ُلَضْفَأَو ٌنَسَح َكِلَذَف ِناَسِّللا ُرْكِذ ِناَرْكِذ ُرْكِّذلا

“Dzikir itu ada dua macam, dzikir dengan lisan, dan dzikir lisan ini baik, dan yang lebih baik dari dzikir lisan adalah mengingat Allah ketika melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.” (ad-Dzakhîrah, 13/323).

Adapun dzikir dengan anggota badan, Imam Fakhrurrozi menjelaskan:

Dzikir dengan anggota badan adalah dengan menjadikan anggota badan sibuk dalam ketaatan kepada Allah.(Fathul Bary, juz 11 : 209).
Ma’âsyirol muslimîn rahimakumullâh

Paling tidak ada dua aspek yang menjadikan mengapa dzikir- jika benar-benar dilakukan- bisa menentramkan jiwa.

Pertama, dengan dzikir lisan, hati dan anggota badan, masalah yang dihadapi bisa diselesaikan dengan baik. Jika lidah, hati dan perasaan seseorang mengingat Allah, lalu dia berupaya menyelesaikan masalah-masalah yang dia hadapi sesuai dengan syari’ah-Nya, maka Allahlah yang akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan yang dia hadapi, sebagaimana firman-Nya:

Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Ia akan menjadikan baginya jalan keluar (QS. Ath Thalaq[65]: 2)

Disamping itu, dzikir dengan mentaati hukum-hukum syari’ah yang telah Allah turunkan itulah sebenarnya jalan keluar yang paling baik bagi problem yang dihadapi manusia dan menjadikan mereka tenteram dengannya. Hal ini karena Islam memang diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam.

َّ

Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya[21]: 107)

Ketika menjelaskan ayat ini, Imam Al Baidlowi (w. 685 H) dalam tafsirnya menjelaskan4 bahwa diutusnya nabi Muhammad saw sebagai rahmat (kasih sayang Allah) bagi semesta alam adalah karena risalah yang dibawa Rasulullah merupakan sebab kebahagiaan mereka, sekaligus sebab kemaslahatan kehidupan mereka, dunia dan akhirat, (Lihat juga surat An Nahl : 89)…..

 

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl [16]: 89).

Dan bahkan orang yang ingkarpun karena secara tidak langsung mengikuti sebagian ajaran Islam dalam hal publik, mereka akan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia6.

 

Sebaliknya, tanpa diatur dengan aturan Allah kehidupan manusia, baik muslim maupun non muslim akan penuh kesengsaraan, bahkan saat ekonomi mereka berkelebihan sekalipun. Oleh sebab itu, stres, sakit jiwa, bahkan bunuh diri menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang tidak diatur dengan aturan Allah swt. Tidak heran jika sekitar 10 ribu orang pertahun bunuh diri di Indonesia, 30 ribu pertahun di Jepang, dan 31 ribu pertahun di Amerika.7

Kedua, dzikir menjadikan masalah yang dihadapi bisa disikapi dengan benar. Dengan mengingat berbagai ni’mat yang Allah berikan, mengingat bahwa kehidupan dunia ini sementara, mengingat bahwa musibah akan mendapatkan pahala jika mampu bersabar, akan menentramkan hati seseorang.

Al-Khansa’, saat belum mengenal Islam, ketika ditinggal mati saudaranya yang bernama Shakhr, dia bersya’ir yang mengungkapkan kepedihan hatinya:

ketahuilah wahai sakhr, aku tidak akan melupakan engkau sampai … terpisah darahku dan terbelah kuburku… Seandainya bukan karena banyaknya orang-orang yang (akan) menangis disekitarku … atas (kematian) saudara-saudara mereka, niscaya aku akan membunuh diriku”

Namun ketika Islam sudah tertanam dalam benaknya, ketika beliau diberitahu kematian empat orang putranya dalam medan perang, tidak ada ungkapan putus asa, apalagi ingin bunuh diri, beliau justru berkata: “Segala puji bagi Allah yang memuliakan diriku dengan syahidnya mereka, dan aku berharap kepada Rabb-ku agar Dia mengumpulkan diriku dengan mereka dalam rahmat-Nya”.

Ketika ‘Urwah bin Zubair kehilangan satu putranya dan satu kakinya yang harus diamputasi karena suatu musibah, beliau berkata:

“Wahai Allah, adalah aku mempunyai tujuh anak (pemberian-Mu) dan Engkau hanya mengambilnya satu dan menyisakan enam, aku memiliki empat anggota (dua tangan dan dua kaki), dan Engkau hanya mengambilnya satu dan menyisakannya tiga, Demi Engkau, jika Engkau kesehatan, dan jika Engkau mengambil, maka Engkau telah menyisakan (lebih banyak)”

Sungguh, jika manusia senantiasa mengingat Allah, lidah, hati, pikiran dan perbuatannya, maka tidak ada masalah dunia ini yang berat yang membuat stres apa lagi sakit jiwa. Semoga Allah memasukkan kita dan dzuriyat kita kedalam golongan orang-orang yang senantiasa berdzikir kepada-Nya.

Khutbah II

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *