Refleksi Hari Amal Bhakti Kemenag ke 67

MANAJEMEN IKHLAS

Manusia terkadang dihinggapi oleh keinginan-keinginan yang dapat memuaskan rasa gembiranya terhadap sesuatu dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.  Kegiatan yang dilakukan diiringi dengan tujuan untuk menunjukkan eksistensinya pada orang lain disertai dengan tujuan lain yang bersifat keduniawian, inilah yang dinamakan ”pamrih”. Ikhlas belum muncul dalam kondisi yang demikian. Hal tersebut sangat tidak dianjurkan. Setiap individu diminta untuk mengerjakan sesuatu dengan niat yang tulus dan ikhlas.

Ikhlas merupakan salah satu makna dari syahadat bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, yaitu agar menjadikan ibadah itu murni hanya ditujukan kepada Allah semata. Allah berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) agama”. [QS. Al-Bayyinah[98]:5]. Selanjutnya “Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan (mu) untuk Nya.” [QS. Az-Zumar[39]:2]. Kemudian Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah”. [HR.AbuDawud& Nasa’i].

Sulit rasanya menemukan suatu perbuatan yang tidak ternoda tujuannya selain hanya karena Allah semata. Namun, disitulah letak keunggulan dari individu yang mampu melaksanakan arti ikhlas. Ikhlas merupakan suatu perkara yang sangat tinggi dan tercantum dalam sebuah hadits yang mengatakan bahwa “ikhlas adalah salah satu rahasia-Ku dan akan Ku-buka pada hamba-hamba-Ku yang Ku-pilih. Sungguh suatu kehormatan tersendiri bagi kita selaku manusia apabila “dipilih” oleh Allah untuk mengetahu rahasia terbesar dalam menjalankan kehidupan melalui “ikhlas”

Ikhlas yang penulis maksud dalam konteks ini adalah ikhlas yang menganjurkan individu untuk selalu bersabar dan bertawakal dalam menjalani cobaan apapun yang diberikan oleh Allah swt. Memposisikan diri tetap sama diantara pujian dan celaan orang lain akan membuat hati lebih tenang, karena kita tetap merasa sama diatas apapun posisinya. Memasrahkan diri dan hidup kepada Allah swt merupakan pertanda bahwa kita selaku umat manusia mempercayai dan siap menjalankan ketentuan-Nya, dan nilainyapun menjadi ibadah.

Bukan kah tugas manusia untuk beribah?: Beribadah kepada Allah swt merupakan tugas yang paling pokok bahkan satu-satunya tugas dalam kehidupan manusia, sehingga apapun yang dilakukan oleh manusia seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Allah swt. Seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Adz-Dzaariyat: 56: “ dan tidak aku jadikan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”.  (QS. Adz-Dzaariyat[51:56).  Bahkan, Allah menciptakan alam semesta jagad ini, dengan segala potensinya, sebagai penopang agar manusia dapat merealisasikan tujuan yang agung ini.

Untuk dapat mengabdi dan beribadah kepada Allah, perlu dikelola dengan cara yang baik dan benar. Ada tiga tahap yang mesti dilalui, yaitu:

Tahap pertama: “bekerjalah untuk-Ku”;  maknanya bahwa “manusia di dunia ini harus mengerti bahwa pekerjaan apapun yang manusia lakukan di dunia ini pada dasarnya telah terkait dengan Allah, karena Allah-lah penguasa tertinggi di dunia. Kemantapan (itqan atau perfectness) dalam bekerja tersebut hanya dapat dilakukan apabila seseorang dalam menunaikannya dengan rasa amanah dan ikhlas karena sematamata mengharapkan keridhoan Allah, sebab amanat dan ikhlas inilah poin paling utama yang wajib menjadi ciri khas pekerja muslim. Seorang pekerja muslim harus mendahulukan harapannya kepada ridho Allah sebelum pada keuntungan dunia, dan dengan demikian ia akan bekerja dengan sebaikbaiknya di kala sempit maupun senggang. Allah berfirman: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hambahambaNya” (QS AlBaqarah [2]: 207).

Tahap dua “semata-mata demi Aku”;  maknanya bahwa apapun yang manusia kerjakan di dunia tidak dilakukan untuk kebaikannya sendiri, akan tetapi harus dikerjakan atas nama Allah semata. Sekeras apa pun orang bekerja, setinggi apa pun etos kerja yang dimiliki, tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah Swt. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:”Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui, (QS. al-Jumu‘ah [62]: 9).

Yang dimaksud jual beli dalam ayat tersebut adalah mencakup seluruh aktivitas atau pekerjaan manusia. Maka apa pun aktivitas atau pekerjaan yang dilakukannya tidak boleh melupakan Allah Swt. Ayat tersebut ditutup dengan pernyataan Allah, “Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Hal ini mengisyaratkan bahwa boleh jadi ada orang yang tetap bekerja dengan etos yangtinggi tanpa peduli dengan aturan-aturan Allah, maka hal ini jelas akan merugikan dirinya sendiri. Karena hasil pekerjaan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan hidupnya di dunia apalagi di akhirat. Sebaliknya, yang terjadi kepada orang akan mengalami kecanduan kerja, dan itu akan berakibat tidak baik bagi keseimbangan hidupnya.

Tahap ketiga “berbaktilah hanya kepada-Ku”. maknanya bahwa manusia harus mengerti bahwa berbakti kepada Allah merupakan pernyataan taqwa. Prinsip taqwa yang dipancarkan dari lubuk hati manusia harus dapat menjiwai setiap perbuatan, perkataan dan pikiran.Fiman Allam Surah Al-Fathah 5: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan beribadah dengan penuh ketulusan, kekhusyukan, dan tawakal. Hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan dalam segala urusan dan keadaan kami, sambil kami berusaha keras. Kami memohon, tunjukilah kami jalan yang lurus, dan teguhkanlah kami di jalan itu, yaitu jalan hidup yang benar, yang dapat membuat kami bahagia di dunia dan di akhirat, serta dapat mengantarkan kami menuju keridaan-Mu.” (QS. Al-Fathah[1]: 5). Fiman Allah dalam Surah. al-Israa’: 23) “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al-Israa’ [17]: 23).

Pola kerja yang dilandasi dengan manajemen ikhlas dan keinginan untuk beramal sholeh akan mampu mengatasi rintangan-rintangan dalam kehidupan. ‘Wallahu A’lam Bi as-Showab’

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *