Khutbah Jum’at 26 Agustus 2022: Hikmah Dibalik Sikap Itsar

Hikmah Dibalik Sikap Itsar: Indah rasanya kehidupan ini jika setiap orang menumbuhkan sikap itsar

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Di antara bentuk indahnya ajaran Islam adalah adanya anjuran untuk saling memberikan perhatian terhadap sesama. Memprioritaskan orang lain dalam kebutuhan adalah sikap mulia yang disebut dengan itsar. Hal ini sudah menjadi kebiasaan para sahabat yang hidup bersama Rasulullah. Rasa cinta dalam balutan ukhuwah sangat kentara di antara mereka. Dalam kondisi kritis sekalipun mereka masih memberi perhatian kepada saudaranya yang mengalami nasib serupa.

Itsar (لْإِيثَارُا ), secara bahasa bermakna melebihkan orang lain atas dirinya sendiri. Sifat ini termasuk akhlak mulia yang sudah mulai hilang di masa kita sekarang ini,  Padahal akhlak mulia ini adalah puncak tertinggi dari ukhuwah islamiyah dan merupakan hal yang sangat dicintai oleh Allah Ta’ala dan juga dicintai oleh setiap makhluk. Memang jika dilihat dari timbangan logika, hal ini merupakan hal yang sangat berat, mengorbankan dirinya sendiri demi kepentingan orang lain tanpa mendapatkan imbalan apapun. Akan tetapi di dalam agama islam, hal ini bukanlah suatu hal yang mustahil. Tinta emas sejarah telah menuliskannya, bagaimana sikap itsar kaum muslimin terhadap saudaranya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengenai sambutan orang-orang anshar terhadap orang-orang muhajirin,

Kisah inspiratif yang menggetarkan jiwa dapat kita lihat dalam kesetiakawanan tiga sahabat nabi yang terluka parah dalam perang Yarmuk. Secara kuantitas, dalam perang yang dipimpin Khalid bin Walid ini, kaum muslimin kalah jumlah dibandingkan pasukan musuh. Banyak sahabat yang syahid dalam pertempuran ini.

Tiga orang sahabat yang terluka parah tergeletak tak berdaya. Tubuh mereka dipenuhi cucuran darah segar. Dalam kondisi sekarat itu, mereka merasakan dahaga yang sangat. Salah satu di antara mereka, yaitu Ikrimah bin Abu Jahal dengan sisa suara meminta air minum kepada sahabatnya. Salah seorang prajurit yang sedang memantau kondisi dengan sigap membawakan air minum kepadanya.

Sikap itsar yang dipraktekkan oleh para sahabat bisa menjadi pedoman bagi kita yang hidup di zaman sekarang. Betapa rasa peduli terhadap sesama menjadi prioritas hidup, meskipun mereka sendiri berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Sikap mulia itu diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’an, di antaranya berkenaan dengan keramahan kaum Anshar yang merupakan pribumi Madinah dalam menyambut dan memfasilitasi kedatangan kaum Muhajirin yang berhijrah dari Mekkah atas dasar ketaatan. Allah berfirman:

“Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS. al-Hasyr [59]: 9).

Ibnu Katsir menerangkan bahwa yang dimaksud dengan khasasah dalam ayat tersebut ialah keperluan. Yakni mereka (kaum Anshar) lebih mementingkan kebutuhan orang lain (kaum Muhajirin) daripada kebutuhan diri mereka sendiri; mereka memulainya dengan kebutuhan orang lain sebelum diri mereka, padahal mereka sendiri membutuhkannya. Mereka mencintai orang-orang Muhajirin dan menyantuni mereka dengan harta bendanya.

Inilah akhlak para sahabat Nabi yang mulia, mereka kaum Anshar benar-benar menyambut kaum Muhajirin yang datang kepada mereka, mereka menerima saudara-saudara mereka yang seiman dan seaqidah dengan tangan terbuka. Mereka para kaum Anshar saling berlomba-lomba memberikan segala apa yang mereka bisa berikan kepada sesama. Padahal saat itu mereka sendiri membutuhkan.

Pertanyannya Bagaimana Keutamaan Al-Itsar

Sungguh, seseorang yang mempunyai al-itsar, akan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang sangat banyak, diantara keutamaan-keutaman al-itsar adalah:

Pertama, akan dicintai oleh Allah Ta’ala

Ini adalah suatu keutamaan yang sangat agung dan besar, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Orang yang paling dicintai oleh Allah ‘Azza wa jalla adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain. Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kesenangan yang diberikan kepada sesama muslim, menghilangkan kesusahannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama salah seorang saudaraku untuk menunaikan keperluannya lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) sebulan lamanya. Barangsiapa berjalan bersama salah seorang saudaranya dalam rangka memenuhi kebutuhannya sampai selesai, maka Alloh akan meneguhkan tapak kakinya pada hari ketika semua tapak kaki tergelincir. Sesungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amal sebagaimana cuka yang merusak madu.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan).

Allah Ta’ala akan mencintai hamba-hamba-Nya yang selalu berupaya dan berusaha membantu kebutuhan saudaranya. Dan sebagai balasannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolongnya ketika keadaan genting dan sempit, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan bantuan kepadanya di saat kesulitan.

Kedua, akan dicintai oleh manusia

Sahl bin Sa’d as-Sa’idy–radhiallahu ‘anhu berkata, “Seseorang mendatangi Nabi dan bertanya, “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amal, jika aku mengerjakannya aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai pula oleh sekalian manusia.” Rasul menjawab, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya kamu akan dicintai oleh Allah. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya kamu akan dicintai oleh mereka.” (HR Ibnu Majah, dengan derajat hasan).

Seorang yang zuhud dari apa yang dimiliki manusia, maka ia akan dicintai oleh saudara-saudaranya, ia akan dicintai oleh kerabat dan teman-temannya. Sedangkan itsar, mendahulukan kepentingan saudaranya dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka akan menumbuhkan kecintaan yang lebih besar daripada itu. Karena tabiat seseorang adalah mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan berkorban untuknya.

Ketiga, akan dimudahkan urusannya di dunia dan dilepaskan dari kesusahan di akhirat

Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Seseorang yang memiliki sikap itsar, maka orang-orang akan mengenalnya sebagai sosok yang mudah membantu dan suka berkorban, maka orang-orang akan merasa berhutang budi dan akan balik memantunya dengan senang hati di kala ia kesulitan. Sehingga dengan izin Allah Ta’ala kesulitan-kesulitanya di dunia akan menjadi mudah, dan di akhirat Allah Ta’ala akan memberikan pertolongan kepadanya.

Keempat, akan tumbuh ikatan ukhuwah yang erat dan kuat antar sesama muslim

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Albani rahimahullah dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601).

Dan kemudian di kuatkan dengan hadits “Saling menghadiahilah kalian karena sesungguhnya hadiah itu akan mencabut/menghilangkan kedengkian.” (HR. Al-Bazzar no. 1937,dengan sanad dhoif, lihat pembahasannya dalam Irwa`ul Ghalil, 6/45, 46)

Hadits yang mulia di atas menunjukkan bahwa pemberian hadiah akan menarik rasa cinta di antara sesama manusia karena tabiat jiwa memang senang terhadap orang yang berbuat baik kepadanya. Inilah sebab disyariatkannya memberi hadiah. Dengannya akan terwujud kebaikan dan kedekatan. Sementara agama Islam adalah agama yang mementingkan kedekatan hati dan rasa cinta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika di masa jahiliyah kalian saling bermusuhan lalu ia mempersaudarakan hati-hati kalian maka kalian pun dengan nikmat-Nya menjadi orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali ‘Imran: 103) (Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Basam, Maktabah Al-Asadi, Makkah, V/126-128)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Dalam realitas kehidupan, sikap itsar ini perlu kita terapkan sebagai upaya meneladani Rasulullah dan para sahabat. Ada orang-orang yang perlu kita beri perhatian dengan memprioritaskan mereka. Sebagai contoh, Ketika sedang mengantri di kasir pusat perbelanjaan, lalu dibelakang kita ada orang yang sudah sepuh, orang difabel atau ibu hamil yang juga ikut mengantri. Dalam kondisi seperti itu sikap terbaik bagi kita yang masih muda dan sehat fisik adalah mendahulukan mereka untuk mengantri paling depan.

Demikian juga ketika menumpang kendaraan umum, lalu ada orang-orang dalam kondisi seperti di atas tidak kebagian tempat duduk. Sebagai mukmin yang peka, maka tidak ada pilihan lain bagi kita yang masih kuat fisik selain mempersilahkan mereka untuk menempati tempat duduk yang kita duduki itu. Tentu tidak akan rugi orang yang bersikap itsar. Dia telah menunjukkan kecintaan kepada saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Itu menjadi ciri kesempurnaan iman seorang hamba. Rasulullah bersabda:

”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim).

Sangat indah rasanya kehidupan ini jika setiap orang menumbuhkan sikap itsar dalam dirinya. Rasa cinta terhadap sesama saudara akan melahirkan kerukunan dalam interaksi sosial. Persaudaraan yang dibangun atas dasar keimanan akan mendatangkan keberkahan dunia dan akhirat.

Khutbah II

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *