Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim dan Kesabaran Transformatif Menuju Indonesia Emas 2045

Wawancara Eksklusif  dengan: Prof. Dr. H. A. Rusdiana, MM. Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Bandung. Peraih Nominator Penulis Opini terproduktitf di Koran Harian Umum Kabar Priangan (15/5/2025). Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wagi Galuh Puseur. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. (Kamis 5 Juni 2025),

“Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim dan Kesabaran Transformatif Menuju Indonesia Emas 2045; Kisah keluarga Nabi Ibrahim membentuk fondasi keteladanan spiritual, sosial, dan moral yang relevan untuk membangun Indonesia Emas 2045.”

Indonesia saat ini berada di tengah arus deras perubahan era Society 5.0—sebuah zaman yang menuntut tidak hanya kecerdasan digital, tetapi juga kedewasaan emosional, spiritual, dan sosial. Namun, krisis nilai, degradasi keteladanan, dan melemahnya fungsi keluarga dalam pendidikan karakter menjadi tantangan nyata. Di tengah tuntutan global tersebut, bangsa kita tengah menyiapkan generasi menyongsong Indonesia Emas 2045. Teori Keteladanan dan Kesabaran Transformatif: diabil dari Kisah keluarga Nabi Ibrahim as dalam QS Ash-Shaffat ayat 102–107 adalah cermin nyata dari kesabaran transformatif dan kepemimpinan spiritual dalam keluarga. Keteladanan Nabi Ibrahim, Ismail, dan Hajar mencerminkan nilai-nilai pendidikan yang menembus zaman—kesabaran, ketaatan, dan pengorbanan—yang menjadi fondasi bangsa yang berkarakter.

Namun saat ini, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi nilai akibat ketimpangan dalam peran pendidikan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kurangnya internalisasi nilai luhur, ditambah maraknya konten digital negatif, berkontribusi pada melemahnya jiwa kebangsaan dan kepedulian sosial. Studi literatur menunjukkan perlunya penguatan “literasi iman dan keteladanan” dalam membentuk generasi masa depan. Maka Tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi pertanyaan dari 3 nilai edukatif, spiritual, dan moral dari ibadah kurban, terinspirasi dari kisah keluarga Nabi Ibrahim, sebagai kontribusi untuk penguatan Kurikulum Cinta dan praktik Deep Learning berbasis nilai Qur’ani. Berikut pembahasan tiga aspek utama dalam konteks transformasi menuju Indonesia Emas 2045. Berikut 3 poini penting dari nilai edukatif, spiritual, dan moral dari ibadah kurban, terinspirasi dari kisah keluarga Nabi Ibrahim:

Pertama: Nilai edukasi sosial apa yang bisa digali dari ibadah kurban dalam konteks Indonesia Emas 2045? Ibadah kurban mengajarkan nilai solidaritas, empati, dan keadilan sosial. Dalam konteks masyarakat majemuk Indonesia, nilai ini menjadi pendorong semangat gotong-royong dan pembagian sumber daya secara adil. QS Al-Hajj: 28 menyebutkan bahwa kurban dilakukan agar “mereka menyebut nama Allah dan makan sebagian darinya serta memberi makan orang fakir.” Ini menanamkan kesadaran bahwa pembangunan Indonesia Emas harus berangkat dari kepekaan sosial, bukan hanya pertumbuhan ekonomi. Pendidikan harus menginternalisasi nilai ini agar generasi muda menjadi agen perubahan yang berjiwa sosial, bukan individualis.

Kedua: Nilai spiritual apa yang bisa digali dari ibadah kurban dalam konteks Indonesia Emas?; Nilai spiritual utama dari kurban adalah takwa dan ketaatan total kepada Allah SWT. QS Al-Hajj: 37 menyatakan, “Daging dan darahnya tidak sampai kepada Allah, tetapi ketakwaanmulah yang sampai kepada-Nya.” Dalam konteks Indonesia Emas, bangsa yang besar adalah bangsa yang menjadikan nilai ilahi sebagai dasar pembangunan. Kurban mengajarkan bahwa spiritualitas bukan sekadar ibadah simbolik, melainkan orientasi hidup yang melahirkan pemimpin yang jujur, adil, dan berintegritas. Inilah fondasi spiritual yang harus ditanamkan dalam kurikulum pendidikan nasional.

Ketiga; Pesan moral apa yang bisa dielaborasi dari ibadah kurban dalam menghadapi Indonesia Emas 2045? Pesan moral utama adalah pengorbanan atas ego, kepentingan pribadi, dan zona nyaman demi kemaslahatan yang lebih besar. Nabi Ibrahim dan Ismail menunjukkan bahwa kesiapan berkorban adalah jalan menuju transformasi moral dan peradaban. QS Ash-Shaffat: 106 menyebut peristiwa ini sebagai “ujian yang nyata,” menandakan bahwa bangsa besar dibentuk dari individu yang mampu menaklukkan hawa nafsunya. Kurban menjadi simbol kesiapan mental generasi muda untuk menghadapi tantangan global dengan ketangguhan moral dan keteladanan nyata, bukan hanya kemampuan teknis.

Keteladanan keluarga Nabi Ibrahim menjadi model pendidikan integral berbasis spiritualitas, karakter, dan tanggung jawab sosial. Dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, sistem pendidikan perlu dirancang tidak hanya berbasis kompetensi, tetapi juga membentuk kepribadian yang tangguh dan berakhlak. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan keluarga harus bersinergi memperkuat Kurikulum Cinta dan Deep Learning berbasis nilai-nilai Qur’ani sebagai fondasi kebangsaan yang kokoh.

Sinkat kata, Idul Adha bukan hanya momentum ibadah, tapi juga refleksi kebangsaan. Dengan meneladani keluarga Nabi Ibrahim, kita diajak membentuk generasi Indonesia yang siap mengorbankan ego, membangun peradaban cinta, dan menanamkan kesabaran transformatif menuju cita-cita besar Indonesia Emas 2045. Wallahu A’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *