Strategi Karakter PINTER Menuju Indonesia Emas 2045 Menajamkan nilai “PINTER” agar generasi 2045 cerdas, adaptif, dan berkarakter.

Wawancara Eksklusif  dengan: Prof. Dr. H. A. Rusdiana, MM. Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Bandung. Peraih Nominasi Penulis Oponi terproduktitf di Koran Harian Umum Kabar Priangan (15/5/2025). Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wagi Galuh Puseur. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.

“Menajamkan nilai “PINTER” agar generasi 2045 cerdas, adaptif, dan berkarakter.”

Transformasi Digital 5.0, bonus demografi, dan visi Indonesia Emas 2045 menuntut SDM yang cakap berpikir kritis. Gapura Panca Waluya di Jawa Barat, khususnya nilai PINTER (cerdas), menawarkan jawaban lokal atas tantangan global. Teori Nilai Bageur – Dalam falsafah Sunda, Bageur adalah kebajikan holistik: cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), pinter (cerdas), singer (sigap). Nilai pinter tidak berdiri sendiri; ia bertumpu pada kesehatan raga (cageur) dan moral (bageur) sebagai fondasi karakter utuh. Dalam Perspektif Ralph Linton – Budaya adalah “warisan sosial untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan”. Pendidikan sebagai proses sosialisasi‑enkulturasi‑internalisasi wajib menanamkan pinter agar peserta didik mampu beradaptasi dalam ekosistem nasional‑global. Kerangka lokal‑nasional‑global – Ki Hadjar Dewantara menekankan “merdeka belajar” dan tut wuri handayani; R.A. Dewi Sartika mempraktikkan pendidikan emansipatif berbasis nilai lokal; SDGs PBB menuntut mutu pendidikan (Goal 4) dan inovasi (Goal 9). Landasan spiritual – QS Al‑‘Alaq 1‑5 mendorong membaca‑menalar; QS Al‑Mujādalah 11 memuliakan orang berilmu; hadis “Khairunnās anfa‘uhum linnās” menegaskan ilmu harus bermanfaat. Namun GAP “Cageur–Pinter” – Kurikulum masih menekankan kognisi (pinter) namun kurang mengintegrasikan kesehatan fisik‑mental (cageur) dan moral‑sosial (bageur). Artikel ini menawarkan strategi menutup celah itu demi pembelajaran era 5.0.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengelaborasi secara mendalam nilai strategis pendidikan karakter PINTER sebagai bagian dari warisan budaya lokal Gapura Panca Waluya di Jawa Barat, yang selaras dengan prinsip Bageur, Cageur, Bener, Singer, Pinter. Melalui perspektif antropologi pendidikan ala Ralph Linton, filosofi Ki Hadjar Dewantara dan R.A. Dewi Sartika, serta kerangka global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), tulisan ini bertujuan: Berikut jawaban atas Tiga Pertanyaan Media, diantaranya:

Pertama: Strategi nilai apa yang bisa digali?; 1) Critical Curiosity – Mendorong inquiry‑based deep learning agar siswa bertanya, memverifikasi, dan mensintesis informasi lintas disiplin; 2) Adaptive Wisdom – Mengolaborasikan design thinking dengan kearifan lokal: belajar dari kaulinan (permainan tradisional) dan studi kasus teknologi terkini; 3) Ethical Problem‑Solving – Mengaitkan proyek STEAM dengan etika Sunda (bener‑bageur) dan prinsip syariah maqāṣid: kemaslahatan, keadilan, keberlanjutan; 4) Collaborative Digital Fluency – Memadukan platform cloud, peer coaching, dan budaya saling méré (memberi) untuk menumbuhkan kecakapan kolaborasi ‑ nilai kunci era SDG global partnership (Goal 17).

Kedua: Peluang apa yang dapat dieksplorasi?; 1) Talenta Inovator Daerah – Inkubator sekolah‑desa dapat mengangkat tech‑preneur berbasis pertanian cerdas & budaya kreatif (batik AR, wayang VR); 2) Kurasi Kurikulum Cinta – Model “Kurikulum Cinta” Kemenag mengintegrasikan empati & literasi data; PINTER menjadi “motor” yang menautkan logika dengan kasih‑sayang; 3) Ekosistem Industri 5.0 – Demand untuk AI‑ethics officers, analis big‑data kebencanaan, dan green engineers membuka ruang kerja bernilai tambah tinggi; 4) Diplomasi Budaya Global – Nilai PINTER yang berakar lokal namun universal dapat dipromosikan melalui edtech dan festival budaya, mendukung soft‑power Indonesia.

Ketiga: Tantangan apa yang muncul? 1) Digital Divide Persisten – Akses internet belum merata; perlu public‑private partnership bertumpu pada prinsip cageur (infrastruktur sehat); 2) Superficial Learning – Kebutuhan lulus ujian cepat menimbulkan budaya “hafalan instan”; perlu evaluasi berbasis proyek dan refleksi; 3) Fragmentasi Nilai – Arus informasi global kadang menegasi identitas lokal; guru harus menjadi value integrator yang menjembatani tradisi dan inovasi; 4) Keterbatasan Guru Abad 21 – Tidak semua pendidik mahir digital pedagogy; upskilling terpadu melalui micro‑credential dan komunitas praktik menjadi keniscayaan.

Singkat kata, Nilai PINTER, ditopang cageur dan bageur merupakan energi strategis untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Ia memadukan berpikir kritis, adaptif, dan etis dalam satu tarikan napas budaya‑nasional‑global. Maka dengan ini merekomendasi praktis kepada para Pemangku kepentingan: 1) Guru: terapkan project‑based deep learning bertema lokal, gunakan edtech terbuka, dan lakukan refleksi nilai setiap akhir proyek; 2) Kepala sekolah & dinas: wajibkan peta jalan PINTER dalam Rencana Pengembangan Sekolah; sediakan anggaran maker‑space desa‑kota; 3) Perguruan tinggi & industri: co‑create program magang culture‑tech serta riset etika AI berbasis kearifan Nusantara; 4) Pembuat kebijakan: integrasikan indikator PINTER dalam asesmen nasional berikut insentif fiskal bagi inovator pendidikan karakter.

Dengan menanamkan PINTER secara menyeluruh—kognitif, moral, dan budaya—Indonesia menyiapkan generasi yang tak sekadar cerdas, tetapi juga arif, sehat, dan bergotong‑royong; generasi yang siap mengukir prestasi di panggung global pada tahun 2045. Wallahu A’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *