Wawancara Eksklusif dengan: Prof. Dr. H. A. Rusdiana, MM. Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Bandung. Peraih Nominasi Penulis Oponi terproduktitf di Koran Harian Umum Kabar Priangan (15/5/2025). Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wagi Galuh Puseur. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.
“Menulis produktif bukan hanya angka kuantitas, melainkan kontribusi intelektual untuk pendidikan dan masa depan Indonesia”
Penghargaan sebagai penulis opini terproduktif dari Harian Umum Kabar Priangan pada Milangkala ke-26 menjadi momen reflektif bagi dunia akademik. Momentum ini lahir dari keterlibatan dalam pelaporan SKP Dosen dan menjadi kejutan yang membangkitkan kesadaran akan peran strategis seorang dosen tidak hanya di ruang kuliah, tetapi juga di ruang publik media massa. Dalam literatur akademik, produktivitas sering dikaitkan dengan output yang terukur dalam waktu tertentu. Sementara itu, peran dosen dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi menuntut keterlibatan dalam pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Salah satu bentuk pengabdian yang berdampak luas adalah penulisan opini ilmiah populer. Sayangnya, sering terjadi jurang antara capaian produktif dosen di dunia akademik dengan peran nyata mereka dalam mencerdaskan publik melalui media. Penulisan opini produktif mampu menjembatani keduanya menjadikan ilmu berguna dan bermakna bagi masyarakat luas.
Tulisan ini menjawab kebutuhan akan refleksi dan dorongan bagi insan akademik untuk memaknai produktivitas menulis sebagai jalan edukasi, inspirasi, dan persiapan strategis menyambut Indonesia Emas 2045. Bertikut jawaban komprehensip atas tiga pertanyaan Ekpos/Bedanews:
Pertama: Bagaimana komentar Prof setelah mendapat penghargaan penulis produktif? Sebagai manusia biasa dengan moto hidup belajar dan mengabdi, penghargaan ini sungguh mengejutkan dan mengharukan. Tidak terlintas sebelumnya bahwa konsistensi menulis opini yang awalnya hanya untuk memenuhi laporan SKP dosen mendatangkan apresiasi. Ini menjadi sinyal bahwa kerja sunyi pun akan menemukan cahayanya. Penghargaan ini bukan milik pribadi semata, melainkan milik semua insan akademik yang setia menyuarakan pemikiran terbaiknya untuk bangsa.
Kedua: Apa nilai edukasi dari penulis opini terproduktif? Nilai edukasinya sangat besar. Pertama, membangun literasi publik; tulisan opini yang bernas menyajikan gagasan kompleks dalam bahasa yang dapat dicerna masyarakat awam. Kedua, mendidik karakter; menulis melatih konsistensi, kerendahan hati menerima kritik, dan keberanian berpendapat. Ketiga, membentuk teladan; produktivitas menulis menjadi contoh nyata bahwa dosen tidak hanya “mengajar”, tetapi juga “mencerahkan”.
Ketiga: Mengapa kita harus produktif menulis? Karena menulis adalah bentuk pengabdian intelektual yang paling abadi. Produktif menulis berarti aktif berpikir, merefleksi, dan berbagi. Dalam era digital dan kecepatan informasi, produktivitas menulis juga merupakan strategi mempertahankan relevansi seorang akademisi. Dunia butuh suara jernih dan berbobot dari kalangan kampus—bukan sekadar narasi viral yang tak berdasar.
Keempat: Peluang apa yang bisa kita gali dari produktif menulis dalam menghadapi Indonesia Emas 2045? Produktif menulis membuka banyak peluang strategis: 1) Peluang advokasi kebijakan publik: Tulisan opini dapat menjadi penggerak perubahan di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, hingga teknologi; 2) Peluang kolaborasi lintas sektor: Tulisan yang kuat seringkali mengundang sinergi dengan pemerintah, media, dan sektor industri; 3) Peluang membentuk generasi emas: Dengan menyebar nilai-nilai edukatif dan inspiratif, kita turut membentuk karakter generasi muda yang cerdas dan tangguh; 4) Peluang peningkatan kualitas diri: Menulis produktif adalah proses pembelajaran seumur hidup; semakin banyak menulis, semakin luas wawasan dan tajam analisis kita.
Penghargaan bukan tujuan akhir, tetapi pemicu semangat untuk terus berkarya. Menulis produktif bukan sekadar rutinitas administratif, tapi sebuah pengabdian spiritual dan intelektual. Kepada rekan dosen, marilah kita jadikan pena sebagai alat perjuangan, bukan hanya untuk karier, tetapi juga untuk peradaban. Maka dengan ini, merekomendsikiakan kepada imsan akademik: 1) Integrasikan menulis opini sebagai bagian dari pelaksanaan Tri Dharma; 2) Kepada institusi pendidikan: Fasilitasi budaya menulis ilmiah-populer sebagai bagian dari pembinaan karier dosen; 3) Kepada pemerintah dan media: Berikan ruang lebih besar untuk akademisi menyuarakan gagasan secara luas dan beretika.
Menulis adalah warisan ilmu yang tidak lekang oleh waktu. Penghargaan hanyalah simbol, tetapi nilai sesungguhnya terletak pada dampak dari tulisan kita bagi bangsa dan generasi mendatang. Dalam menghadapi Indonesia Emas 2045, kita membutuhkan lebih dari sekadar pembangunan fisik kita memerlukan pembangunan mental, intelektual, dan karakter. Semua itu dapat dimulai dari sebuah tulisan. Semoga penghargaan ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa produktivitas menulis adalah bentuk amal jariyah ilmu yang terus mengalir. Mari kita isi ruang publik dengan gagasan-gagasan mencerahkan, dan jadikan pena sebagai instrumen perubahan yang menyejukkan semesta. Wallahu A’lam.