اَلْحَمْدُ ِللهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Alhamdulillahillahi rabbil alamin. Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan semesta alam. Pada bulan yang penuh berkah ini, marilah kita panjatkan rasa syukur yang mendalam ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas nikmat Islam dan iman, serta kesempatan untuk kembali bertemu dengan bulan suci Ramadhan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pembawa risalah Islam dan teladan utama kita dalam menjalankan ibadah, tidak terkecuali ibadah puasa Ramadhan 1446 H. pada hari 7 ini.
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Sudah menjadi keyakinan umat islam bahwa, Allah Subhanahu Wata’ala memberikan beragam fasilitas Ramadhan agar seorang hamba kembali ke jalan yang lurus. Sedangkan para pemuja syahwat ingin agar kita kembali kepada masa silam yang belum tersentuh wahyu, yaitu zaman jahiliyah.
وَٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيۡكُمۡ وَيُرِيدُ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلشَّهَوَٰتِ
“Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti keinginannya menghendaki agar kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)” (QS. An-Nisa’ [4]:27).
Jadi, untuk menjadi warga perkampungan akhirat yang legal (bukan liar) adalah takut dengan kebesaran Rabb (Maqam Rabb) dan menahan diri dari memperturutkan hawa nafsu. Untuk itu, agar setiap muslim selamat dari penyimpangan-penyimpangan tersebut, dibutuhkan suatu cara yang efektif.
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Begitu beratnya melawan hawa nafsu hingga Rasulullah menjulukinya sebagai jihad akbar. Sebuah hadits Rasulullah, menerangkan;
رجعتم من الجهاد الاصغر الى الجهاد الأكبر فقيل وماجهاد الأكبر يارسول الله؟ فقال جهاد النفس
Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah saw. Apakah pertempuran besar wahai Rasulullah? Rasul menjawab “jihad (memerangi) hawa nafsu.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut ayat 69. Allah Swt., berfiman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Yang artinya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami.” (Al-Ankabut [29]: 69).
Ulama tafsir sepakat untuk menyatakan mujahadah/jihad yang dimaksud adalah memerangi diri sendiri, menekan hawa nafsu, tidak memperturutkan kecenderungan-kecenderungan buruk yang ada pada diri kita. Ini yang dimaksud dengan “Orang yang berjihad di jalan kami.” Lalu Allah katakan, “Sungguh kami akan memberikan hidayah.” Sungguh kami akan memudahkan jalan menuju Allah Swt.
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Hawa nafsu memiliki banyak kategori, namun di antara nafsu yang lebih beresiko adalah nafsu syahwat kepada lawan jenis, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Ali‘Imran ayat 14:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali‘Imran [3]: 14).
Hawa nafsu itulah yang menjadi indikator apakah seseorang itu baik ataukah jahat. Atau bisa juga menjadi ukuran menilai seseorang, apakah secara penampilan dan hakikat membela yang haq (benar) ataukah secara penampilan/hakikat membela yang batil (salah).
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Suatu cara yang paling efektif dan ampuh untuk menahan amarah dan mengendalikan nafsu ialah dengan berpuasa. Tujuan utama seorang muslim yang berpuasa yaitu agar bisa meraih ketakwaan. Adapun, al-Quran sendiri, sebagai kitab suci umat Islam juga menyebutkan bahwa al-Quran merupakan petunjuk, hidayah atau guidence of live bagi orang yang bertakwa, Fiman Allah SWT.,
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 2).
Nabi Muhammad saw. menyebut Ramadhan sebagai bulan kesabaran, dimana puasa menjadi bentuk latihan pengendalian diri yang luar biasa (HR. Tirmidzi).
Namun, di tengah perubahan sosial, perkembangan teknologi, dan persaingan global, banyak generasi muda yang menghadapi kesulitan dalam menumbuhkan karakter ini. Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu berarti dapat memenangkan jihad al-akbar (jihad yang lebih besar).
Dengan tarbiyah Ramadhaniyah kita di-upgrade dan di-update untuk terampil mengelola hawa nafsu sebagai wasilatut taqarrub ilallah (media untuk mendekatkan diri kepada Allah). Sebaliknya, ketika hawa nafsu diikuti, justru menjadi wasilatut taba’ud ‘ anillah (media untuk menjauhkan diri dari Allah). Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat an Naziat ayat 40-41:
وَاَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَ نَهَى النَّفۡسَ عَنِ الۡهَوٰىۙ ٤٠ فَاِنَّ الۡجَـنَّةَ هِىَ الۡمَاۡوٰىؕ
Artinya: Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya. Maka sungguh, surgalah tempat tinggal-(nya) (QS An-Naziat: 40-41).
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Berpuasa untuk mencapai tujuan taqwa tidaklah dilakukan hanya sekedar menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa saja dari terbit fajar sampai menjelang waktu maghrib seperti makan dan minum. Tetapi puasa yang kita lakukan betul-betul dilakukan dengan sepenuhnya jasmani dan rohani. Artinya puasa kita harus berkualitas. Puasa yang berkualitas dapat ditempuh dengan upaya menjaga anggota badan dari dosa.
Rasulullah saw jauh-jauh hari telah mengingatkan agar umat Islam melakukan puasa secara berkualitas. Puasa yang berkualitas dapat melahirkan ganjaran besar dari Allah berupa surga. Sedangkan puasa yang tidak berkualitas hanya melahirkan keletihan berpuasa, yaitu rasa lapar dan dahaga belaka.
وَقَدْ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صَوْمِهِ إِلَّا الْـجُوْعَ وَالْعَطْشَ
Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda, “Berapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga,” (HR An-Nasai dan Ibnu Majah).
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Puasa yang berkualitas merupakan upaya pengendalian atas anggota badan, yaitu telinga, mata, lisan, tangan, kaki, dan anggota badan lainnya. Puasa yang berkualitas merupakan puasa istimewa yang dapat dicapai bukan sekadar menggeser waktu makan dan minum, tetapi juga mengendalikan nafsu atas keinginan anggota badan. Imam Al-Ghazali menyebutnya “sebagai shawmul khushush. Puasa berkualitas ini merupakan puasa orang-orang shaleh terdahulu. Puasa berkualitas dapat ditempuh bukan sekadar menahan diri dari rasa lapar dan dahaga saja”. Puasa yang berkualitas dapat dicapai dengan menahan diri dari segala larangan-larangan agama.
وَأَمَّا صَوْمُ الْخُصُوْصِ وَهُوَ صَوْمُ الصَّالِـحِيْنَ فَهُوَ كَفُّ الْـجَوَارِحِ عَنِ الْآثَامِ
Artinya, “Adapun puasa khusus adalah puasa orang-orang shaleh, yaitu menahan anggota tubuh dari segala dosa,” (Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin).
Rasulullah dalam hadits berikut ini menjelaskan bagaimana puasa dapat berguna pada pengendalian diri. Rasulullah menyebutkan bahwa orang yang berpuasa harus menyatakan dirinya puasa ketika diprovokasi oleh pihak lain.
وقال صلى الله عليه و سلم إنما الصوم جنة فإذا كان أحدكم صائما فلا يرفث ولا يجهل وإن امرؤ قاتله أو شاتمه فليقل إني صائم إني صائم
Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, ‘Bila salah seorang kalian berpuasa, janganlah ia berkata keji dan bertindak bodoh. Jika seseorang memprovokasinya atau memakinya, hendaklah ia menghindar, ‘Aku sedang berpuasa. Aku sedang berpuasa” (Al-Ghazali, 2018 M: I/296).
Ma’aasyiral Muslimiin jamaah shalat Jumat rahimakumullaah
Ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk pengendalian diri “Mengelola Hawa Nafsu menuju puasa yang berkualitas sesuai dengan Standar Syari’ah Nabi (SSN)”, diantaranya:
Pertama: Iklas: Ikhlas adalah pangkal dari setiap amal perbuatan untuk mendapatkan ridha Allah. Agar puasa kita menjadi berkualitas, maka puasa kita harus ikhlas. Keutamaan puasa Ramadhan berupa ampunan atas dosa-dosa yang telah lalu hanya diberikan kepada orang yang puasanya dilandasi keikhlasan. Sebagaimana sabda Nabi saw: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘Alaih). Oleh karena itu mari kita tata kembali niat puasa kita hanya untuk Allah dan karena Allah, bukan lainnya. Sehingga puasa kita benar-benar berkualitas.
Kedua: Meninggalkan hal-hal yang mebatalkan Puasa; Agar puasa berkualitas, puasa itu harus sah. Artinya, kita harus meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa, diantaranya: 1) Makan atau minum dengan sengaja. Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, itu tidak membatalkan puasanya. Sebagaimana sabda Nabi saw : “Barangsiapa yang lupa, padahal ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, hendaknya ia meneruskan puasanya. Karena ia diberi makan dan minum oleh Allah.” (HR. Jamaah); 2) Muntah dengan sengaja. Sebagaimana sabda Nabi saw : “Barangsiapa didesak muntah, ia tidak wajib mengqadha, tetapi siapa yang menyengaja muntah hendaklah ia mengqadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni, dan Hakim). 3) Mengeluarkan sperma, baik karena mencium istrinya atau hal lain di luar bersetubuh. Jika bersetubuh ia terkena kafarat, jika karena mimpi maka tidak mempengaruhi puasanya.
Ketiga: Meninggalkan hal-hal yang mejadikan Puasa sia-sia; Ikhlas serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa saja tidak cukup untuk menjadi berkualitas. Hal lain yang perlu kita lakukan adalah meninggalkan hal-hal yang menjadikan puasa sia-sia. Yaitu dengan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Di antaranya adalah menjaga emosi kita agar tidak marah dan tidak berdusta, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan mengumpat, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa.” (Muttafaq ’alaih).
Keempat:Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat; Sering kita jumpai, ada orang yang berpuasa lalu mengisi siang harinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dengan alasan agar lupa rasa lapar dan haus selama puasa mereka seharian di depan televisi, banyak main game atau HP dan sebagainya. Hal-hal seperti ini hendaknya ditinggalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas. Sebagaimana sabda Nabi saw: “Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kelima: Mempuasakan/mengendalikan seluruh organ tubuh, pikiran dan hati; Inilah yang disebut puasa khusus oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin dan ditegaskan oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qasidin. Bahwasanya puasa yang berkualitas adalah puasa secara keseluruhan lahir dan batin dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sehingga puasa kita benar-benar terasa yakni dengan meninggalkan kebiasaan yang tidak baik atau berlebihan. Seperti anggota tubuh secara lahiriah (mata, lidah, telinga, tangan, dan kaki). Dan pikiran serta hati dari penyakit dengki, iri, marah, kecintaan pada dunia, dan sebagainya. Semuanya ikut berpuasa secara totalitas.
Keenam: Memperbanyak amal shaleh selama Ramadhan; Di saat kita meninggalkan hal yang haram dan tidak bermanfaat, pada saat yang sama kita memperbanyak amal shalih pada saat berpuasa. Seperti memperbanyak tilawah Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah, shalat sunnah, tafakur, mengkaji ilmu-ilmu agama, memperbanyak infaq, dan lain sebagainya.
Untuk hal itu, Rasulullah dan para sahabatnya sangat mengerti tentang keutamaan Ramadhan dan bagaimana memperbaiki kualitas puasa mereka. Karenanya dalam kesempatan istimewa ini mereka memperbanyak amal shalih. Ibnu Abbas menuturkan bagaimana peningkatan amal shalih Rasulullah saw, khususnya tadarus dan infaq: “Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan kedermawanannya memuncak pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemuinya setiap malam untuk tadarus Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah SAW lebih murah hati melakukan kebaikan dari pada angin yang bertiup.” (HR. Bukhari).
Demikianlah beberapa langkah yang dapat dilakukan agar puasa kita berkualitas. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga akhirnya mencapai derajat taqwa dan kelak dimasukkan ke dalam surga-Nya. (Amin YRA).
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah ke-II.