Penguatan Materi PPL MA-3 Model Pembelajaran Design Based Learning (DBL)

Model Pembelajaran Design Based Learning (DBL)

Penguatan Materi PPL pada MA-3

Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki hasil belajar/capaian pembelajaran dapat dilakukan dengan mengadakan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran dengan bantuan media yang mampu meningkatkan keantusiasan siswa terhadap capaian pembelajaran, membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran, mengarahkan siswa menarik kesimpulan dari pelajaran yang diberikan, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan siswa dapat menangkap inti dari pembelajaran. Solusi yang dapat dilakukan agar pembelajaran berjalan optimal dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa adalah melalui penerapan model pembelajaran Design Based Learning. (DBL).

Apa itu Model Design Based Learning?

Model Design Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat membangun motivasi dengan melibatkan siswa di dalam mendesain proses pembelajaran. Pada proses ini siswa mengalami konstruksi konsep kognitif mereka sebagai hasil perancangan pembelajaran yang memiliki kualitas dan hasil belajar yang lebih baik (Doppelt et al., 2008). Model Design Based Learning menekankan para siswa bekerja secara kooperatif, dengan tujuan memperoleh kecakapan-kecakapan secara profesional, dan mampu mengintegrasikan aspek yang relevan dalam pendidikan (Delhoofen et al., 2000).

Pembelajaran yang didesain sedemikian rupa merupakan suatu pendekatan dalam gaya belajar yang positif. Gaya belajar seperti ini, membuat siswa ikut terlibat dalam mendesain pembelajaran. Selain itu, sebelum pembelajaran dimulai, siswa dihadapkan kepada suatu permasalahan dan permasalahan tersebut akan dipecahkan dengan memperhatikan pemahaman dan proses-proses pemikiran siswa. Design atau rancangan tugas yang diberikan kepada siswa dapat menciptakan suatu tantangan kepada para siswa untuk dipecahkan secara bersama (Mehalik et al., 2008).

Bagai mana Karakteristik Design Based Learning (DBL)

Design Based Learning (DBL) memiliki beberapa dimensi dan karakteristik. Dimensi dan karakteristik ini merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan DBL (Puente dkk., 2013a). Dimensi DBL menurut Puente dkk. (2011) yaitu meliputi karakteristik proyek, elemen desain, konteks sosial, peran guru, dan penilaian. Masing – masing dimensi memiliki karakteristik yang dipaparkan seperti di bawah ini.

  1. Karakteristik proyek/ Design brief Proyek desain yang ditugaskan haruslah bersifat open-ended, yaitu tidak ada acuan desain tertentu yang harus dibuat sehingga memungkinkan untuk membuat lebih dari satu desain (Puente dkk., 2014). Proyek desain harus bersifat otentik karena semakin otentik penelitian maka akan semakin baik bagi peserta didik dalam memepelajari sains (Debije, 2019). Proyek desain juga harus melibatkan keterampilan hands – on, serta mengintegrasikan multidisiplin ilmu (Puente dkk., 2013a).
  2. Proses desain Proses desain dimulai dari mengidentifikasi permasalahan hingga menggunakan metodologi desain untuk merancang prototype sebagai solusi atas permasalahan. Prototype yang telah dibuat kemudian dianalisis kemungkinan kegagalannya. . Chang dkk. (2015) juga mengusulkan proses desain dibagi menjadi tiga fase utama: tahap analisis, tahap penemuan ide, dan tahap implementasi.
  3. Konteks sosial Peserta didik belajar secara kolaboratif melalui kerja kelompok, dimana mereka saling bertukar informasi dan mengkomunikasikan ide – ide untuk merancang prototype (Puente dkk., 2013a). Kompetisi antar kelompok juga diperlukan karena dapat menjadi strategi untuk memotivasi setiap kelompok agar melakukan yang terbaik dalam tugas desainnya (Chen dan Chiu, 2016). Selain itu, pembelajaran juga dilakukan melalui proses refleksi-aksi (Bekker dkk., 2015).
  4. Peran guru Guru mengaktifkan peserta didik untuk belajar secara aktif dan mandiri (Debije, 2019). Guru berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan proyek desain melalui pembentukan kelompok. Guru juga berperan sebagai pemandu dan konsultan dalam proses desain yang dilakukan peserta didik (Puente dkk., 2013a).
  5. Penilaian Penilaian dilakukan secara formatif dan sumatif. Penilaian formatif berupa penilaian kemampuan peserta didik dalam proses desain, misalnya kemampuan dalam perencanaan, berkesperimen, dan membuat prototype. Sedangkan penilaian sumatif berupa penilaian terhadap produk final (prototype, laporan, dll.) yang telah dibuat dan dipresentasikan (Puente dkk., 2013a). Penilaian formatif membantu menutup kekurangan penilaian yang dilakukan secara sumatif (Chandrasekaran dkk., 2016).

Apa Keunggula Model Design Based Learning?

Model Design Based Learning mempunyai beberapa keuggulan. Pertama, penerapan model ini mampu membantu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar karena pengetahuan yang dimiliki siswa akan diterapkan pada lingkungan pembelajaran yang didesain pada situasi secara nyata. Hal ini dapat membantu menuntun siswa dalam memahami konsep-konsep penting yang sering mereka jumpai dalam proses pembelajaran. Siswa akan termotivasi untuk belajar karena aplikasi yang jelas dari pengetahuan yang mereka miliki ke situasi kehidupan mereka sehari-hari akan mereka dapatkan dalam penerapan model pembelajaran ini (Doppelt et al., 2008).

Keunggulan kedua yaitu model Design Based Learning merupakan model pembelajaran yang menuntut proses yang aktif, sehingga akan sangat bermanfaat pada cara belajar yang aktif (active learning) (Doppelt et al., 2008). Prinsip belajar siswa aktif memungkinkan siswa mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Prinsip belajar siswa aktif akan dapat mengembangkan keterampilan kognitif dan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Siswa yang aktif akan terus berusaha mengungkap makna dan isi dalam suatu permasalahan yang dihadapi, dan biasanya tidak akan puas dengan jawaban yang belum terbukti kebenarannya. Sehingga dengan sendirinya siswa akan terlatih untuk terus menggali konsep-konsep yang mereka ingin dapatkan, dan mereka akan berusaha menerapkan konsep tersebut dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

Pembelajaran aktif adalah suatu pendekatan pada bidang pendidikan yang menempatkan para siswa sebagai pusat belajar (student centre) dan mampu mengenali variasi gaya belajar (Doppelt et al., 2008). Pembelajaran aktif mengubah peran guru yang semula sebagai penceramah menjadi seorang tutor, pemandu, dan partner dalam proses pembelajaran (Prince, 2004). Menurut Gadner (dalam Doppelt et al., 2008) pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran aktif merupakan pengetahuan yang bersifat membangun dengan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa sehingga pengetahuan ini bukan merupakan jenis pengetahuan yang dihasilkan dari menghafal ataupun sekedar mengerjakan pekerjaan rumah dari latihan yang ada di buku. Mendesain suatu aktivitas pembelajaran yang relevan dengan pengetahuan awal siswa merupakan suatu hal yang sangat penting, dan diharapkan mampu menimbulkan suatu pembelajaran yang penuh arti (Schwartz et al., 2006).

Keunggulan ketiga yaitu model Design Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan aktivitas berkelompok, sehingga hal ini akan mempunyai keuntungan bagi pembelajaran kolaboratif (Doppelt et al., 2008). Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Doppelt (2007) menyatakan, bekerja secara berkelompok akan menghasilkan suatu variasi ide atau gagasan yang lebih baik dibandingkan dengan kerja individual. Lingkungan pembelajaran dalam kelompok dapat membantu para siswa mengembangkan keterampilan komunikasi antar pribadi mereka dan keterampilan presentasi. Tindakan-tindakan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Bagaimana Lankah-langkah Pembelajaran  model Design Based Learning ?

Siswa dapat belajar tentang isi dan keterampilan dalam konteks design atau merancang sesuatu yang dianggap perlu untuk menemukan sendiri pemahaman yang ingin mereka gali saat guru memberikan pembelajaran. Misalnya dalam pelajaran fisika, siswa mempelajari gerak dan gaya dengan menghabiskan beberapa waktu untuk mendesain dan membangun suatu rancangan alat, misalnya sepeda sederhana kemudian mereka belajar sendiri dari alat yang mereka ciptakan itu untuk memahami konsep dan memecahkan masalah-masalah tentang gerak dan gaya. Doppelt et al. (2008) menyatakan bahwa enam langkah dalam penerapan model Design Based Learning, yaitu (1) menggambarkan dan mengidentifikasikan masalah dan tujuan (purpose), (2) mengumpulkan informasi (input), (3) memperkenalkan solusi alternative (solution), (4) memilih solusi yang sesuai atau optimal (choice), (5) merancang dan membangun suatu prototipe (operation), dan (6) evaluasi (evaluation). Pandangan yang serupa juga diungkapkan oleh Mehalik et al. (2008), di mana langkah penerapan pembelajaran dengan model Design Based Learning, meliputi: (1) analisis situasi, (2) identifikasi keperluan, (3) membangun kriteria, (4) alternatif umum, (5) memilih alternatif yang tepat, (6) membuat prototipe, (7) refleksi dan evaluasi. Selanjutnya Punte, dkk. 2011, mengabarkan Proses Pembelajaran  model Design Based Learning, pada gambar sebagai berikut:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *