Implementasi Penerapan Moderasi Beragama Dalam Proses Pembelajaran Di Madrasah

IMPLEMENTASI PENERAPAN MODERASI BERAGAMA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI MADRASAH*)

 

 ABSTRAK

Radikalisme dan serangan teroris yang selalu mengatasnamakan agama islam sedang meningkat di belahan dunia, terutama di dalam negeri tercinta indonesia, yang mengancam kebebasan beragama. Istilah “moderasi beragama” merupakan frasa dari “moderasi Islam” dan mencakup frasa “Islam moderat”. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter digunakan dalam sistem pendidikan saat ini. Moderasi beragama tentu dapat dicapai dalam penerapan pembelajaran dengan memasukkan prinsip-prinsip atau cita-cita moderasi agama yang mendasari ke dalam prosesnya. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses moderasi beragama pada pembelajaran PAI di Madrasah. Pertanyaaanya bagaimana beberapa prinsip moderasi beragama yang terkandung dalam RPP yaitu keluhuran budi, pendirian teguh, memberikan rasa aman, dan keadilan, berdasarkan hasil dan salah satu RPP mengenai penerapan prinsip moderat dalam kehidupan bermasyarakat, dalam pelaksanaan pembelajaran di Madrasah?.

Kata Kunci: Moderasi Beragama, Pembelajaran PAI, Budi Pekerti, Kurikulum 2013 Madrasah.

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang berbeda dengan negara lain di dunia dalam hal keragaman bangsa, ras, budaya, bahasa, dan kepercayaan. “Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu adalah di antara enam agama yang diakui negara di Indonesia. Di Indonesia, Islam adalah salah satu dari beberapa agama yang diterima oleh mayoritas dan diakui oleh negara”.[1] Di satu sisi, kemajemukan agama di Indonesia “menjadikannya sebagai ibu kota kekayaan budaya dan membantu masyarakat Indonesia karena dapat menjadi sumber inspirasi yang sangat kaya bagi proses demokrasi negara”.[2] Di Indonesia terdapat ratusan suku bangsa, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal. Mengingat keragaman suatu negara, tidak diragukan lagi membawa hambatan tersendiri, terutama dalam hal mencapai persatuan. “prinsip agama Mengingat keragaman suatu negara, tidak diragukan lagi membawa hambatan tersendiri, terutama dalam hal mencapai persatuan. keamanan dan keadilan”.[3] Radikalisme dan serangan teroris yang mengatasnamakan agama islam sedang naik-naiknya di penjuru dunia, khususnya di negeri Indonesia, mengancam kebebasan beragama. Islam masih dikritik di negeri ini, dan doktrin jihad telah terdistorsi menjadi penyebab utama kekerasan di kalangan umat Islam berkedok agama.[4]

Isu-isu tersebut di atas muncul sebagai “akibat dari disparitas antar kelompok masyarakat, khususnya perbedaan pendapat dan kepentingan, yang darinya dapat muncul gagasan dan solusi yang dapat mendorong kerukunan, persatuan, dan perdamaian dalam pembangunan agama, bangsa, dan negara. kehidupan yang berfokus pada moderasi beragama untuk menghindari radikalisme, kefanatikan, dan kekerasan”.[5]

Di Indonesia, istilah “moderasi agama” berasal dari kata “moderat Islam” atau “moderasi mendalam”, yang keduanya mengandung kata “Islam moderat”. Minoritas Muslim, di sisi lain, sering menentang hal ini. Menurutnya agama islam ya islam itu sendiri, tidak ada istilah lain, apalagi Islam moderat. Sedangkan kata moderat merupakan frasa dari “Islamic Wasatiya,” yang berada dalam Al-qur’an yang terkandung di dalam Surat Al-Baqarah ayat 143, Allah SWT berfirman:”

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia”. (QS. Al-Baqarah [2]:143).

Dengan begitu, kami telah memberi Anda (Muslim), Umat pertengahan supaya anda dapat mengamati perbuatan (manusia) dan Rasul (Nabi Muhammad) dapat melihat perbuatan (Anda). Kecuali supaya kami menggetahui (sebenarnya) mana yang ittiba’ dengan rosul dan mana yang bukan sebalikanya, Kami tidak menempatkan kiblat (Baitulmaqdis) yang kamu (sebelumnya) arahkan. Kecuali bagi mereka yang telah diarahkan oleh Allah, (perubahan kiblat) sangatlah sulit. Allah tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan Anda. Allah Maha Penyayang, Maha Pemurah bagi manusia.

Dalam pengertian Islam, Islam moderat sering disebut sebagai al-Wasathiyyah, atau al-Islamiyyah dalam bahasa Arab. Beberapa istilah yang disebutkan oleh Al-Qaradawi memiliki arti yang sama seperti Seimbang, “I’tidal wa Ta’adul. Hal ini dikenal dengan moderasi Islam, yakni suatu cara pandang atau tingkah untuk menyeimbangkan antara dua pandangan yang berlawanan dan berlebihan sehingga salah satu sudut pandang tidak mendominasi pikiran dan sikap seseorang”. [6]

Kurikulum 2013 digunakan dalam sistem pendidikan saat ini, yang isinya merupakan berbasis karakter dan keterampilan, yang bertujuan untuk mewujudkan warga negara Indonesia yang mempunyai pribadi yang beriman, berdaya cipta, produktif, kreatif juga bisa memberi sumbangsi dalam hal hidup dengan bermasyarakat dan bernegara, Kurikulum 2013 menekankan pada dua jenis yaitu: “(1) Proses pembelajaran yakni pembelajaran langsung, (2) Pembelajaran tidak langsung yakni jenis pengajaran secara alami ketika pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung yang dibangun ke dalam tugas-tugas tertentu”.[7]

Perilaku, nilai, merupakan bagian dari pembelajaran tidak langsung Karena belajar pada dasarnya adalah aktivitas seumur hidup manusia yang dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja, maka pembelajaran tidak langsung tidak hanya dapat di lakukan di sekolah, kelas, dan masyarakat. “Di dalam kurikulum K13 Pembelajaran tidak langsung dikaitkan dengan melakukan pengembangan sikap spritual dan sikap social”. [8] Menurut Kurikulum K13 terdapat dua macam jenis pembelajaran yaitu: (1). Pembelajaran langsung, (2) pembelajaran tidak langsung, yang berarti bahwa pengertian moderasi agama dalam pendidikan agama Islam dapat dicapai melalui kedua jenis pembelajaran tersebut yang mana keduanya saling terkait.

Demi mencapai proses pembelajaran yang bermoderasi dalam beragama, lembaga pendidikan dapat memasukkan ke dalam proses pembelajaran mengenai prinsip-prinsip dasar moderasi beragama, dengan begitu dapat menghasilkan individu muslim dengan sikap moderat, yaitu sikap social dan keagamaan dengan baik, contoh ketaatan di dalam melaksakan ajaran agama yang di anutnya, mempunyai perilaku demokratis, menolong sesama dan sebagainya. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, “salah satu tahapan untuk mewujudkan itu semua adalah dengan mengadopsi pembelajaran pendidikan agama Islam pembelajaran tidak langsung, yang keduanya saling berkaitan.” [9]

Di sekolah/madrasah lembaga pendidikan mempunyai aspek hubungan dengan Allah SWT, manusia dan alam melalui kegiatan pembelajaran PAI. Akibatnya, proses pembelajaran PAI agar dapat membedakan tujuan dari nilai-nilai yang terkandung dalam aspek tersebut, dengan begitu hasil pendidikan agama sangat penting untuk mencapai kerukunan dalam keragaman di kelas, sekolah, masyarakat, dan negara, karena jika kelas dapat mencapai kerukunan di sekolah, itu adalah tanda pasti perkembangan. Baik melalui pembelajatran yang bersifat langsung atau yang tidak langsung yang mana keduanya dalam pendidikan saling terkait.

KONSEP IMPLEMENTASI PENRAPAN MODERASI BERAGAMA

Lantas Persolannya, yang jadi pertanyaan kita pa hari ini antara lain: Bagaiman Implementasi Penerapan Moderasi Beragama Dalam Proses Pembelajaran Di Madrasah, sebelum kepada peroalan pokok, ada beberapa hal yang perlu diketahui, sebelumnya:

Pertama: Apa yang dimasud dengan Implementasi/Penerapan?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah “pelaksanaan” mengacu pada proses mewujudkan sesuatu menjadi tindakan. Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” adalah suatu proses yang di laksanakan demi menggapai tujuan yang telah di rencanakan.[10] Akibatnya, implementasi dapat diartikan secara luas mencakup implementasi sistem dan kebijakan. Secara teori, tahapan implementasi dibagi menjadi tiga kategori: Perencanaan, diartikan sebagai “proses yang menentukan suatu hal yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah di rencanakan”[11] Pelaksanaan, diartikan sesuuatu yang telah dilakukan dengan sengaja dan teliti disiapkan, dan yang biasanya dilakukan setelah rencana tersebut dianggap siap. Evaluasi adalah “metode untuk menentukan atau mengukur hasil dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan”[12] Secara sederhana, “evaluasi adalah tahap di mana jumlah tujuan yang telah dicapai dengan melakukan tindakan tertentu dinilai atau diukur”.[13]

Kedua: Mengapa disebut Moderasi Beragama?

Kata Moderasi merupakan frasa dari kata latin yakni moderation yang memopunyai arti moderat (tidak ke kiri atau ke kanan). Istilah ini memiliki arti pengendalian diri (sikap dengan kelebihan dan kekurangan yang besar). Kata moderasi memiliki dua arti dalam kamus KBBI: Mengurangi kekerasan, menghindari sesuatu yang ekstrim. Ketika kita mengatakan “pria itu moderat”, kita mengacu pada seseorang yang masuk akal, lumayan, dan tidak berlebihan. Pengertian Moderasi beragama memiliki istilah Islamic moderation atau biasa di sebut “islam wasyatiyah” Wasath aslinya berarti tawzun, I’tidl, ta’dul, atau al-istiqomah, yang mengandung arti seimbang, wajar, dan di tengah, tidak ekstrim kanan maupun kiri”.[14]

Secara lebih rinci, wasathiyah menunjukkan sesuatu yang baik dan sesuatu yang lain yang berada di tengah-tengah dua ekstrem. Orang tidak akan memiliki pandangan yang berlebihan jika pengertian wasathiyah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Wasathiyyah, menurut Kamali, adalah bagian penting dari Islam yang secara tragis diabaikan oleh banyak orang. Sebenarnya, “ajaran Islam tentang wasathiyyah mencakup berbagai topik yang penting bagi Islam. dan moderasi sendiri tidak di ajarkan oleh agam islam saja akan tetapi agama lain pun juga mengajakannya”[15].

Menurut pengertian di atas, moderasi beragama adalah cara memandang dan bertindak di tengah, dalam arti kita menyikapi sebuah kejadian atau mengamati sebuah kenyataan yang terjadi secara seimbang sesuai ajaran agama, juga menyikapi berbagai hal keragamaan yang ada di dalam masyarakat dengan membudayakan sikap saling menolong, menghormati, toleransi, baik dengan seagama atau tidak seagama, beda budaya, suku dan lain sebagainya hal itu tudak menjadikan goyah dalam memiliki rasa menghargai dengan sesama dalam rangka mewujudkan kedamaian serta keutuhan Negara Republik Indonesia.

Ketiga: Bagaimnan Konsep Moderasi Beragama? Berikut ini adalah beberapa konsep moderasi beragama yang terkait dengan pengertian wasathiyah Islam:[16]

  1. Tawasut merupakan pengetahuan, perilaku keagamaan yang tidak ifrth (agama yang ekstrim) atau tafrith (pengurangan keyakinan agama). Tawassuth adalah posisi yang berada di tengah-tengah antara dua pandangan yang berlawanan, khususnya tidak terlalu kanan (fundamentalis) dan tidak terlalu kiri (sosialis) (liberal). Dengan sifat jalan tengah atau tawasut islam bisa di terima dalam kalangan semuanya baik di dalam masyarakat atau penjuru dunia. Hal ini adalah suatu anugerah yang di berikan allah kepada makhluqnya.
  2. Tawazun adalah konsep dan praktik keagamaan yang seimbang yang mencakup semua elemen kehidupan, baik duniawi maupun ukhrowi, dan menetapkan standar yang membedakan antara inhirf (penyimpangan) dan ikhtilf (kebenaran) (perbedaan). Tawazun juga berarti “memberikan sesuatu dengan haknya sendiri, tanpa penambahan atau pengurangan”. Asas I’tidl (benar dan tegas).
  3. I’tidl adalah istilah linguistik yang berarti “menempatkan sesuatu pada posisinya”, “melaksanakan hak dan melaksanakan kewajiban dengan tepat”, dan “menempatkan sesuatu pada tempatnya”. I’tidl adalah elemen dari penerapan keadilan dan etika setiap Muslim. Dengan menunjukkan perilaku ihsan, Allah menyatakan keadilan yang diamanatkan oleh Islam harus dilakukan dengan benar, yang wajar dan seimbang dalam semua aspek kehidupan”

Keempat Apa yang disebut Asas atau Prinsip Tasamuh (Toleransi)? Ahmad A Harismawan, dkk. dalam jurnalnya menjelaskan bahwa: [17]

  1. Toleransi disebut sebagai Istilah tasmuh berasal dari versi asli kata samah, samahah, yang memiliki arti kedermawanan, pengampunan, kemudahan, dan kedamaian dalam kamus bahasa Arab lisan. Tasmuh adalah istilah etimologis yang berarti menerima sesuatu dengan ringan atau menanggungnya. Dari segi bahasa, tasamuh mengacu pada kemampuan untuk menoleransi atau menerima perbedaan dengan ringan hati”.
  2. Prinsip Musawah (egalitarian): Musawah adalah kata yang berarti “kesetaraan” dalam bahasa Arab. Muswah adalah konsep kesetaraan dan penghargaan terhadap orang lain sebagai ciptaan Tuhan. Terlepas dari jenis kelamin, warna kulit, atau latar belakang etnis, semua manusia memiliki prinsip dan martabat yang sama.
  3. Prinsip syura (musyawarah): Syura adalah istilah Persia yang berarti “menjelaskan, mengatakan, menyarankan, menerima diskusi, yakni proses saling bertukar pendapat dalam menyelesaikan masalah dalam kedamaian dan ketentraman juga tawar-menawar tentang suatu topik dari berbagai prespektif untuk mewujudkan ketidak salah fahaman terhadap sesuatu.

Kelima Apa dan Bagaimana Pembelajaran PAI?

Pembelajaran adalah istilah yang berasal dari kata belajar, dan arti learn itu umum digunakan dalam bahasa Inggris. Belajar adalah “istilah psikologis yang menggambarkan suatu proses di mana individu mengubah perilaku umum mereka sebagai hasil dari interaksi mereka dengan lingkungan”.[18]  Menurut Ahmad D. Marimba (dalam Nur Uhbayati) bahwa “pendidikan agama Islam adalah pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan syariat Islam yang mengarah pada pembentukan kepribadian utama sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam arti lain, ia sering menyebut tokoh utama sebagai “kepribadian Muslim”, yaitu tokoh yang memegang prinsip-prinsip agama Islam dan bertanggung jawab atas prinsip-prinsip tersebut”.[19]

Pengajaran pendidikan agama Islam sebagaimana diuraikan di atas, merupakan upaya kesengajaan dari guru agar mendidik siswanya beriman, menjalankan, mengikuti ajaran Islam dengan berbagai kegiatan seperti pelatihan, bimbingan yang dilakukan dengan komitmen demi tercapainya tujuan yang telah di cita-citakan Beberapa unsur yang harus dikaji dalam mempelajari pendidikan agama Islam sebagai hasil dari ilmu ini, yaitu: [20]

Pendidikan agama Islam sebagai usaha yang disengaja, yaitu kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan yang terencana dan sadar untuk mencapai hasil yang diinginkan.

  1. Siswa yang ingin diperlengkapi lebih baik untuk mencapai tujuannya, dalam arti diarahkan, diarahkan, dan dididik demi meningkatkan keimanan siswa, pemahaman, penghayatan dan berbagai penerapan dalam ajaran agama islam.
  2. Seorang guru di harap selalu memberi nasihat seta memperi pelajaran dan pelatihan-pelatihan terhadap anak didiknya demi tercapainya tujuan dari pendidikan islam sendiri.

Mata pelajaran pendidikan agama islam mewarnai kehidupan sivitas akademika di semua jenjang. Setiap jenjang PAI disampaikan dengan menitikberatkan pada lima hal penting yaitu (1) akhlak, ketaatan kepada Tuhan, (2) Fiqh, berkaitan dengan hukum (3) Aqidah, Moralitas, (4) Al-Qur’an Hadits, dan (5) Sejarah Islam adalah lima bidang perdebatan yang penting. Kelima topik ini diajarkan di semua jenjang pendidikan dinegara indonesia, dengan konten yang sesuai dengan usia dan, tentu saja, fokus pada tujuan yang sesuai dengan usia. Tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk mencapai kedamaian, keseimbangan, dan kerukunan dalam hubungan seseorang dengan Allah swt., manusia lain, makhluk hidup lainnya, dan lingkungan (hablun minallah wa hablun minannas).[21] 

Pasal 3 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan: “Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan di negara itu membantu pengembangan keterampilan, pembentukan karakter dan budaya bangsa yang bernilai, serta pembentukan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.” kemampuan untuk percaya dan takut akan yang terbaik pada orang lain, memiliki sikap positif, sehat, berpengetahuan, berbakat, kreatif, dan mandiri dan tak lupa memiliki rasa tanggung jawab dan demokratis.”[22] 

Dalam deklarasi UU Sisdiknas Pendidikan Agama Islam (PAI) didedikasikan untuk  pembentukan kepribadian religius peserta didik Indonesia pada hakekatnya adalah negara yang religius dalam pengertian ini, sesuai dengan rumusan pengertian penciptaan negara, maka nuansa religi cukup kental. Agama merupakan modal esensial bangsa Indonesia, dan menjadi motor penggerak kehidupan bernegara. Aspek yang paling signifikan dari ajaran Islam adalah kontak manusia-ke-manusia, yang didasarkan pada standar moral sosial. Penanaman prinsip-prinsip ini akan membantu siswa dalam mencapai keberhasilan di dunia (hasana) dan menghasilkan hal-hal yang baik (hasana) di akhirat.[23] 

IMPLEMENTASI PENRAPAN MODERASI BERAGAMA DI MADRASAH

Yang menjadi persoalan Pokok pada hari ini Bagaimana Implementasi Moderasi Beragama pada Madrasah?[24]

Madrasah merupakan sekolah umum berciri khas agama Islam. Kekhasan madrasah bukan saja pada jumlah mata pelajaran agama Islam yang lebih banyak dari yang ada di sekolah. Lebih dari itu kekhasan madrasah adalah tata nilai yang menjiwai proses pendidikannya yang berorientasi pada pengamalan ajaran agama Islam yang moderat dan holistik, berdimensi ibadah, berorientasi duniawi sekaligus ukhrawi sebagaimana telah terejawantahkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Madrasah adalah satuan pendidikan formal dalam binaan Kementerian Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan agama Islam. Madrasah mencakup beberapa jenjang: Raudlatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).

Melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum (rumpun) Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab pada Madrasah, Kementerian Agama telah mengantisipasi berbagai perubahan dan merespon tuntutan zaman yang selalu dinamis. Kurikulum rumpun PAI dan Bahasa Arab diarahkan untuk menyiapkan peserta didik madrasah mampu beradaptasi dengan perubahan dan tuntutan zaman dalam membangun peradaban bangsa. Secara bertahap lembaga pendidikan di lingkungan Kementerian Agama diarahkan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kompetensi memahami prinsip-prinsip agama Islam, baik terkait dengan akidah, akhlak, syariah dan perkembangan budaya Islam, sehingga memungkinkan peserta didik menjalankan kewajiban beragama dengan baik terkait hubungan dengan Allah SWT maupun sesama manusia dan alam semesta.

Pemahaman keagamaan tersebut terinternalisasi dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai agama menjadi pertimbangan dalam cara berpikir, bersikap dan bertindak untuk menyikapi fenomena kehidupan ini. Selain itu, peserta didik diharapkan mampu mengekspresikan pemahaman agamanya dalam hidup bersama yang multikultural, multietnis, multipaham keagamaan dan kompleksitas kehidupan secara bertanggungjawab, toleran dan moderat dalam kerangka berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan KMA 184 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah diterbitkan untuk mendorong dan memberi aturan bagaimana berinovasi dalam implementasi kurikulum madrasah serta memberikan payung hukum dalam pengembangan kekhasan madrasah, pengembangan penguatan karakter, pendidikan anti korupsi dan hal terpenting dalam pembahasan ini adalah mengenai pengembangan moderasi beragama pada madrasah.

1. Implementasi Moderasi Beragama pada RA

Penanaman moderasi beragama dilakukan kepada peserta didik sejak usia dini. Dalam jenjang Pendidikan formal, dimulai sejak anak-anak masih berada di jenjang Raudhatul Athfal (RA) sebagai salah satu lembaga pendidikan anak usia dini dengan ciri khas Islam. Penanaman moderasi beragama menjadi bagian dari pegembangan pembelajaran rumpun Pendidikan Agama Islam (PAI). Pelaksanaan pembelajaran rumpun PAI di RA ini terintegrasi pada semua aspek perkembangan sesuai dengan karakteristik dan prinsip anak usia dini.

Sebenarnya KMA 183 dan 184 tahun 2019 tidak berkaitan dengan kurikulum pendidikan pada RA. Penyelenggaraan pendidikan di lingkungan RA mengacu kepada 9 juknis dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama yang terkait penguatan Raudhatul Athfal. Salah satunya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2763 Tahun 2019. Regulasi ini berisikan petunjuk teknis Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Raudhatul Athfal (RA). Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tersebut sebagai pedoman dan acuan dalam menyelenggarakan dan mengembangkan pembelajaran rumpun PAI yang terintegrasi di RA.

Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan anak untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani hingga mengamalkan ajaran agama Islam. Pembelajaran PAI RA berbasis disiplin ilmu yang meliputi Al-Quran-Hadis, akidah, akhlak, ibadah dan kisah Islami yang disampaikan secara terpadu. Tentunya, semua materi diperuntukkan bagi jenjang usia anak-anak usia dini.

Muatan akidah mengajarkan tentang aspek kepercayaan kepada anank didik dengan titik berat mengenai rukun iman dan rukun Islam. Pada saat yang sama peserta didik di RA juga dikenalkan sikap-sikap menghormati sesama umat beragama Islam atau penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kerukunan intern dan antar umat beragama. Aspek moderasi beragama ini masuk secara berlahan pada diri anak-anak usia dini.

Muatan Akhlak menitikberatkan pada pengajaran yang mengarah pada pembiasaan akhlak mulia dalam kehidupan anak didik, yaitu jujur, sopan santun, toleran, mandiri, tanggungjawab dan rendah hati. Pada muatan Al-Quran Hadis yang bertujuan agar peserta didik mengenal dan dapat mengucap huruf hijaiyah dan menyebutkan dalil dan hadis yang terkait kisah-kisah nabi dan rasul sudah mulai ditananamkan juga prinsip mengenai moderasi beragama yang disesuaikan dengan jenjang anak didik.

Muatan Pendidikan Ibadah mengajarkan tentang segala bentuk ibadah sehari-hari dan tata cara pelaksanaannya bagi anak didik, seperti mengikuti gerakan wudhu, gerakan sholat, dan mengenal bacaan doa-doa dengan tuntunan orang dewasa. Muatan Kisah Islami bertujuan agar peserta didik dapat mengenal kisah-kisah nabi dan rasul sehingga peserta didik mengenal dan mencintai agama Islam. Pada muatan pendidikan ini juga sudah langsung bisa dimasukkan pesan-pesan moderasi di dalamnya.

Muatan-muatan PAI tersebut disampaikan secara terpadu dalam lima program pengembangan yang meliputi nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, dan seni, sementara pesan-pesan moderasi masuk dalam lima program tersebut.

Secara prinsipil, materi PAI di Raudhatul Athfal berorientasi menanamkan karakter dan membentengi anak dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. PAI RA diharapkan dapat mewujudkan anak yang mampu membedakan antara perbuatan baik dan buruk. Dalam konteks moderasi, anak-anak peserta didik di RA sudah harus dikenalkan bahwa sikap-sikap yang tidak moderat dalam mengamalkan ajaran agama Islam merupakan perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Cara yang memang tepat untuk dunia anak adalah dalam bentuk cerita dan pemberian nasihat dan contoh-contoh sederhana di dalam kehidupan sehari-hari anak-anak.

2.Implementasi Moderasi Beragama pada Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madtasah Aliyah (MA)

Muatan moderasi beragama dalam kurikulum madrasah tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (PMA) Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab pada Madrasah. PMA ini direalisasikan dalam buku-buku teks yang baru dan menjadi bahan pembelajaran di kelas untuk setiap jenjang pendidikan. Moderasi beragama tidak menjadi mata pelajaran sendiri, akan tetapi muatannya sudah terintegrasi di dalam semua mata pelajaran yang diajarkannya, terutama pada rumpun mata pelajaran PAI yang meliputi Al-Quran dan Hadits, Fikih, atau Akidah Akhlak atau Tasawuf, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan pada jenjang MA ada pelajaran Tafsir/Ilmu Tafsir dan Ushul Fikih. Muatan moderasi juga disisipkan pengajaran bahasa Arab di lingkungan madrasah.

Muatan moderasi secara substantif masuk ke dalam sub-sub bab yang ada di semua mata pelajaran itu. Pembahasan-pembahasan dalam semua mata pelajaran dalam KMA tersebut sudah memuat pesan-pesan moderasi di dalamnya. Bahkan secara spesifik, muatan maderasi akan ditekankan pada sub-sub tema atau topik khusus yang ada di dalam mata pelajaran Al-Qur’an Hadis, Fikih, Akidah Akhlak atau Sejarah Kebudayaan Islam.

Dalam KMA 183 tahun 2019 bahwa muatan moderasi beragama ada yang tersurat dan tersirat. Misalkan saja dalam kurikulum kelas IV, V dan VI ada kompetensi inti (KI) nomor 2 dengan jelas memuat nila-nilai moderasi beragama. Perhatikan matrik sebagai berikut:

Tabel 1 . Matrik KI Rumun PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah Nomor 2

Sumber: KKIMB Pendis. 2019

Kurikulum madrasah yang terbaru tersebut juga memuat struktur kurikulum yang terdiri dari kelompok A (umum), kelompok B (umum), dan kelompok C (peminatan) sekaligus alokasi waktu yang ditetapkan untuk semua mata pelajaran tersebut perpekan. Mata pelajaran A, B, C merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat atau daerah/lokal yang tersebut secara jelas dan terperinci di dalam KMA tersebut.

Disebutkan pada pembahasan bab ini bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan umum berciri khas Islam. Dalam hal menguatkan program yang menjadi ciri khas dan keunggulan, madrasah dapat melakukan inovasi dan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Inovasi dan pengembangan kurikulum madrasah dapat dilakukan pada: (1) struktur kurikulum (kelompok B), (2) alokasi waktu, (3) sumber dan bahan pembelajaran, (4) desain pembelajaran (5) muatan lokal, dan (6) ekstrakurikuler. Madrasah dapat menambah beban belajar sebanyak-banyaknya 6 (enam) jam pelajaran berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik, akademik, sosial, budaya, dan ketersediaan waktu.

Pengembangan implementasi kurikulum dapat dilakukan antara lain dengan: (1) Menambah beban belajar berdasarkan pertimbangan kebutuhan peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan ketersediaan waktu. (2) Merelokasi jam pelajaran pada mata pelajaran tertentu untuk mata pelajaran lainnya. (3) Menyelenggarakan pembelajaran terpadu (integrated learning) dengan pendekatan kolaboratif. Pada jejang tertentu juga diperkenankan (4) Menyelenggarakan pembelajaran dengan Sistem Paket atau Sistem Kredit Semester (SKS). Ketentuan tentang penyelenggaraan SKS diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam.

Moderasi beragama menjadi point pertama yang paling ditekankan dalam pedoman ini. Disebutkan bahwa muatan-muatan mengenai moderasi beragama merupakan hidden curriculum dalam bentuk pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan dalam kehidupan sehari-hari.

Tabel 2 Daftar KI dan KD Kelas VII

Sumber: KKIMB Pendis. 2019

Pada 3 (tiga) KI sisanya, penguatan moderasi dapat diimplementasikan melalui pendekatan pembelajarannya, atau dalam kurikulum PAI tersebut pada Sekolah yang dapat diselipkan muatan moderasi.  Selain muatan kurikulum yang diajarkan di ruang kelas, sebenarnya hal yang sangat penting untuk dicermati adalah forum-forum keagamaan yang dilakukan di dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di lingkungan sekolah atau kegiatan yang diikuti oleh anak-anak sekolah di luar kelas. Sekolah bertanggung jawab terhadap perkembangan keseharian anak-anak terutama menyangkut pendidikan keagamaannya yang merupakan pondasi penting dalam keberlangsungan hidup para siswa dalam menyongsong masa depan mereka.

Maka menguatkan moderasi beragama dapat dilakukan dengan mengoptimalkan sejumlah aktifitas pada organisasi kesiswaan seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) pada Departemen Kerohanian Islam (ROHIS). ROHIS yang pada umumnya mengemban tujuan khusus pemenuhan kebutuhan wawasan keagamaan siswa, dapat dimaksimalkan perannya. Guru PAI yang menjadi Pembina bidang kegiatan keagamaan siswa harus mengendalikan dan menyediakan materi-materi yang disampaikan di dalamnya.

Ketujuh: Bagaimana Tugas Guru dalam Implementasi Penerapan Moderasi Beragama pada Madrasah?

Para guru agama adalah pihak yang paling intens dalam membimbing dan mengawasi para siswanya di bidang agama Islam. Para guru agama inilah yang menjalankan kebijakan-kebijakan sekolah terkait dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilaksanakan atau diikuti oleh para siswa. Para guru agama juga berkewajiban untuk mengawasi forum pengajaran agama Islam bagi para peserta didiknya yang melibatkan pihak-pihak internal maupun eksternal sekolah, dan secara bertahap melaporkannya kepada pihak sekolah sebagai bahan evaluasi serta penindakan lebih lanjut jika diperlukan. Muatan moderasi dimasukkan kedalam kurikulum dan diimplementasikan berdasarkan pedoman implementasi tersebut. KMA Nomor 184 tersebut juga memuat pedoman “Implementasi Moderasi Beragama, Penguatan Pendidikan Karakter, dan Pendidikan Anti Korupsi ” sebagai berikut:

  1. Setiap guru mata pelajaran wajib menanamkan nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi kepada peserta didik.
  2. Penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan karakter, dan pendidikan anti korupsi kepada peserta didik bersifat hidden curriculum dalam bentuk pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Implementasi penanaman nilai moderasi beragama, penguatan pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi kepada peserta didik di atas tidak harus tertuang dalam administrasi pembelajaran guru (RPP), namun guru wajib mengkondisikan suasana kelas dan melakukan pembiasaan yang memungkinkan terbentuknya budaya berfikir moderat dalam beragama, terbentuknya karakter, dan budaya anti korupsi, serta menyampaikan pesan-pesan moral kepada peserta didik.

PENUTUP

Terakhir Sekaligus Sebagai Penutup

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh semua lembaga pendidikan, tidak terkecuali lembaga pendidikan Islam, adalah perkembangan dunia teknologi dan informasi. Anak-anak pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), maupun Aliyah (MA) merupakan anak-anak yang sudah akrab dengan dunia teknologi. Mereka disebut sebagai penduduk asli (native) dari dunia teknologi modern ini sehingga tugas dari guru dalam memberikan semua mata pelajaran terutama yang berkaitan dengan moderasi beragama adalah memberikan literasi digital yakni bagaimana para siswa ini bisa lebih tepat di dalam memanfaatkan sarana teknologi digital ini untuk kepentingan peningkatan pendidikan. Jangan sampai teknologi malah menjadi sasaran dari kampanye-kampanye negatif seperti penyebaran paham-paham radikalisme yang akan melunturkan sikap moderat yang sudah ditanamkan di lembaga pendidikan.

Walalhu A’lam Bishowab

EDNOOT:

[1] Lusia Mumtahanah, “Integrasi Nilai Multikultural Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar,” Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 (7 Februari 2020): 55–74,

[2] Hapsi Alawi dan Muhammad Anas Maarif, “Implementasi Nilai Islam Moderat Melalui Pendidikan Berbasis Multikultural,” Journal of Research and Thought on Islamic Education 4, no. 2 (15 Desember 2021): 214–30,

[3] Nasaruddin Umar, Islam Nusantara: Jalan Panjang Moderasi Beragama di Indonesia (Elex Media Komputindo, 2021);133.

[4] Ahmad Darmadji, “Pondok Pesantren Dan Deradikalisasi Islam Di Indonesia,” Millah: Jurnal Studi Agama, 2011, 235–52,

[5] Ahmad Sodikin dan Muhammad Anas Ma`arif, “Penerapan Nilai Islam Moderat Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi,” EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan 19, no. 2 (27 Agustus 2021): 188–203,

[6] Gunawan Widjaja dkk., “Anti-Radicalism Islamic Education Strategy in Islamic Boarding Schools,” Jurnal Pendidikan Islam Indonesia 6, no. 2 (15 April 2022): 74–85,

[7] Syukri Azwar Lubis M. dkk., “Understanding Curriculum Transformation Towards Educational Innovation in The Era of All-Digital Technology,” Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 2 (18 Mei 2022): 526–42,

[8] Permendikbud RI No 81A Tahun 2013.

[9] Ari Kartiko dkk., “ASWAJA Ke-NUan-Based Islamic Moderate Education As A Radicalism Strategy,” Al-Afkar, Journal For Islamic Studies 3: 2, ( Oktober 2020): 88–101,

[10] Tim Pusat Bahasa Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Diknas 2008), 155

[11] Rusydi Ananda dan Amiruddin (editor) Perencanaan Pembelajaran, (Medan: LPPPI, 2019), 133

[12] Kadek Ayu. Astiti, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: IKAPI, 2017); 2

[13] Mohamad Mustafid Hamdi, “Evaluasi Kurikulum Pendidikan,” Intizam, Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 4: 1 (Oktober 2020): 6675;

[14] Toto Suharto, “Gagasan Pendidikan Muhammadiyah dan NU sebagai Potret Pendidikan Islam Moderat di Indonesia,” Islamica: Jurnal Studi Keislaman  9:1 (September 2014): 81–109.

[15] Azyumardi Azra, Moderasi Islam di Indonesia: dari ajaran, ibadah, hingga perilaku (Kencana, 2020); 158.

[16] Tim Penyusun Kementerian Agama RI. Moderasi Beragama, (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019),

[17] Harismawan, dkk. “Implementasi Moderasi, 298.

[18] Andi Setiawan, M. Belajar dan Pembelajaran (Ponorogo: Uwais. Inspirasi.2017), 9

[19] Nur Uhbayati, Ilmu pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2013).211

[20] Abdul Hakim dan Fajri Dwi Yama, “Efektivitas Penerapan Ujian Tanpa Pengawasan Melalui Pendidikan Karakter Berbasis Hadist Di Sma Islam Athirah Boarding School Bone,” Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 (23 Februari 2020): 100–120

[21] Ahmad A Harismawan, dkk. “Implementasi Moderasi Beragama, 299

[22] Republik Indonesia, Undang-Undang Sikdiknas (UURI. No.20 Tahun 2003.Cet.V.(Jakarta: Sinar Grafika, 2013),3

[23] Ach Khusnan, “Teknologi Pembelajaran Pai (Pendidikan Agama Islam) Dalam Paradigma Konstruktivistik,” Fikroh: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam 4:2 (Juni, 2011): 154–67,

[24] Kelompok Kerja Implementasi Moderasi Beragama Pendis. Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Islam, (Jakarta: Kemenag RI) 152-160

___________________

*) Makalah ini dipersiapkan untuk Materi Kegiatan PKM Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) S2 Tanggal 18 Maret 2023 di  RA-MI-MTs. Al-Mishbah Cipadung Bandung. Berdasarkan Surat Direktur Pascasarjana UIN SGD Bandung. Nomor:1031/Un.05/IV/PPs/PP.00.9/03/2023 Bandung, 14 Maret 202. Permohonan Menjadi Narasumber Kegiatan PKM Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) S2.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *