Menjadi Pemuda Harapan Bangsa: generasi yang rahmatan lil ‘alamiin
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah.
Marilah kita bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi yang masih memberikan anugerah, hidayah, taufik dan inayah-Nya. Shalawat dan salam selalu kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in dan semuanya yang mengikuti jejak beliau sampai yaumul qiyamah.
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah.
Generasi muda merupakan generasi penerus yang sangat berpengaruh dalam proses pembangunan bangsa Indonesia. Dalam sejarah bangsa Indonesia, bulan Oktober merupakan bulan kebangkitan para pemuda-pemudi Indonesia. Hal ini berkaitan dengan adanya Sumpah Pemuda sebagai salah satu tonggak sejarah yang penting bagi perjuangan bangsa Indonesia. Kongres Pemuda Indonesia II (27-28 Oktober 2928) melahirkan sebuah sumpah yang menunjukkan tentang eksistensi negara Indonesia pada saat itu. Bunyi yang terkandung pada Sumpah Pemuda mempunyai makna yang mendalam bagi pemuda dan pemudi dalam mencintai dan mengakui Indonesia sebagai tanah airnya.
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah.
Untuk menjadi pemuda terbaik harapan bangsa sedikitnya ada delapan kriteria diantaranya:
Pertama, memiliki akhlak yang mulia. Islam sangat memperhatikan akhlak umatnya, terutama generasi muda untuk berakhlak mulia. Karena akhlak yang mulia merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap manusia, khususnya bagi seorang muslim baik dalam hubungan kepada Allah SWT maupun dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.
Rasulullah SAW di masa mudanya diberi gelar Al-Amiin (orang terpercaya) oleh penduduk kota Makkah. Karenanya, Allah SWT memuji akhlak beliau sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam [68]: 4).
Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Hakim).
Masalah akhlak sudah seharusnya menjadi bagian terpenting bagi bagsa Indonesia untuk dijadikan landasan dan visi misi dalam menyusun serta mengembangkan system pendidikan di negeri ini. Melihat rumusan dalam UUSPN, masalah ilmu dan akhlak tersebut sebenarnya telah menjadi jiwa atau roh bagi arah pendiidkan kita. UUSPN No. 20 Tahun 2003 bab II pasal 3 menjadi landasan kedua dalam penanaman akhlak, yang menegaskan bahwa “Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kedua, memiliki ilmu dan wawasan yang luas. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Allah SWT akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat.” (QS Al-Mujadalah [13:11).
Dilanjutkan juga dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang sudah populer kita dengar:
“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka harus dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan akhirat maka dengan ilmu. Dan barangsiapa yang ingin kedua-duanya maka harus dengan ilmu.”
Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. berkata: “Hendaklah kamu berilmu sebelum kamu memimpin.” Pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok, baik-tidaknya masa depan suatu masyarakat dapat kita lihat bagaimana generasi mudanya hari ini!
Ketga, memiliki Kedisiplinan dalam menggunakan waktu. Disiplin dalam penggunaan waktu merupakan faktor terpenting dalam meraih kesuksesan manusia. Masalah waktu mendapat perhatian yang besar dari Allah SWT sebagaimana firman-Nya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al- ‘Al-‘Ashr [103]: 1-3).
Keempat, memiliki jiwa kemandirian. Sebagai generasi muda milenial hendaknya memiliki jiwa kemandirian. Seorang Muslim bukan sekesar boleh menjadi kaya raya bahkan memang harus kaya agar dapat melaksanakan ibadah haji dan membantu saudara-saudaranya yang membutuhkan melalui infaq, sedekah, dan amalan-amalan yang lainnya.
Islam menganjurkan umatnya untuk berusaha dan bekerja. Apapun jenis pekerjaan itu selama halal, maka tidaklah tercela. Para nabi dan rasul juga bekerja dan berusaha untuk menghidupi diri dan keluarganya. Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Karena hidup dengan bergantung kepada orang lain merupakan kehinaan. Dan hidup dari usaha orang lain adalah tercela. Malaikat jibril datang kepada Nabi saw kemudian berkata: ketahuilah, bahwa kemuliaan orang mukmin shalatnya di waktu malam dan kehormatannya adalah dengan tidak mengharapkan sesuatu kepada orang.” (HR. Thabrani dalam Al Ausath [4278], Al Hakim [7921], Hilyatul Auliya [3/290], dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 831).
Kelima, Profesional; Generasi muda dituntut untuk dapat profesional dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dengan maksimal sesuai prosedur yang benar. Segala pekerjaan harus diselesaikan dengan profesional, apapun pekerjaan tersebut. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian serius dalam menyelesaikan tugas-tugas, itulah kemudian selanjutnya disebut “etos kerja”.
Bahwa pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan kesadaran dan pengetahuan yang memadai. Sebagaimana firman Allah:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya. (QS. al-Isra[17]:36).
Profesional juga menunjukkan bahwa “Pekerjaan harus dilakukan berdasarkan keahlian”. Seperti sabda Nabi: “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran”. (Hadist Bukhari).
Keenam Semangat kepahlawanan dapat diimplementasikan dengan tindakan/aksi kepedulian terhadap sesama, kepedulian dapat diartikan dalam konteks kesetiakawanan sosial yaitu rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi spiritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa, oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nilai dasar Kesejahteraan Sosial, modal sosial (Social Capital) yang ada dalam masyarakat terus digali, di kembangkan dan didayagunakan dalam mewujudkan cita–cita bangsa Indonesia untuk bernegara yaitu Masyarakat Sejahtera.
Dalam Al-Qur’an, makna Pahlawan sering disebut dengan terma rijal. Rijal berarti seseorang laki-laki yang gagah berani ikut berjuang dan berjihad membela kebenaran dan membasmi kemungkaran. Semisal firman Allah Swt,
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu- nunggu gugur, dan mereka tidak merubah janjinya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 23).
Mereka sosok-sosok semisal Sayyidina Hamzah ra, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab ra, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umair, Khalid bin Walid, dan lain sebagainya. Mereka diantara penegak panji-panji Allah Swt di muka bumi.
Ketujuh Memiliki semangat kebangsaan (Nasionalisme); Cinta Tanah Air, Rela Berkorban, dan Sikap Berani merupakan nilai-nilai yang di junjung tinggi dan dimiliki masyarakat, ketiga komponen itu relevan untuk semakin di perkuat dan ditanamkan kepada seluruh anggota masyarakat khususnya bagi generasi muda atau istilah sekarang Generasi Milenial.
Nasionalisme memiliki landasan teologis dalam Islam dan menjadi fakta yang tak terbantahkan secara historis. Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama umat Islam telah menyatakan semangat dan sikap Nasionalisme serta rasa cinta tanah air, sebagaimana yang tertera dalam Firman Allah SWT.:
“dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya” (Q.S At-Taubah [9]: 122).
Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil.
Kedelapan Memiliki semangat kebersamaan dipelukan untuk menghadapi “Tantangan global; bagaimana memulihkan dekadensi moral, ekonomi. Karena itu perlu kita sikapi bersama. Pendekatan, soliditas, dan kerja sama seluruh stakeholder/elemen bangsa dan sebagainya merupakan hal yang harus terus kita dorong” Indikator-indikator positif itu dipertahankan bukan hanya soal angka, tapi bagaimana kesejahteraan masyarakat itu bisa ditingkatkan”.
Untuk menjelaskan pandangan Al-Qur’an tentang etos kerja harus dimulai terlebih dahulu penjelasan tentang tugas manusia menurut Al-Qur’an. Di antara tugas pokok manusia di bumi adalah sebagai khalifah. Hal ini secara tegas disebutkan dalam firman Allah:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah: [2]:30).
Dengan semangat hari sumpah pemuda ke 94 ini “Bersatu Bangun Bangsa”. Mudah-mudahan generasi muda milik ngeri ini dapat menjadi generasi muda yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan harapan bangsa, yang selanjutnya dapat membawa kemaslahatan bagi kehidupan dan perkembangan umat, agama, bangsa, dan negara. Semoga Cita-cita Indonesia yang Baldatun Thoyyibun wa Robbun Ghofur segera terwujud,
Khutbah ke II