Khutbah Jum’at 21 Oktober 2022: Menjemput Hidayah

MENJEPUT HIDYAH

 

Khubah I

 

Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah,

Marilah kita ucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb semesta alam ini, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tidak terbatas dan tidak akan pernah bisa dibalas oleh makhluk-Nya seluruhya. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita yang mulia, Nabi Muhammad dan keluarganya, para sahabatnya dan seluruh kaum muslimin yang mengikuti sunnah beliau  dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, secara lahir dan batin hingga akhir zaman. Kemudian kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan kepada Jamaah shalat Jumat semuanya agar senantiasa berusaha bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana saja kita berada, semaksimal kemampuan yang kita miliki. Sesungguhnya, takwa adalah kedudukan yang sangat tinggi dalam agama ini. Prestasi sejati dalam kehidupan anak manusia.

Bila seseorang gagal menjadi orang bertakwa sesuai dengan karakteristik yang Allah tentukan dalam al-Quran maka sesungguhnya dia telah menjadi orang yang gagal dalam hidupnya. Walau betapa pun tinggi kedudukan dan prestasi keduniaan yang berhasil diraih oleh dirinya. Semua itu hanya fata morgana dunia dan hanya akan menjadi kenangan semata.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Tidak setiap orang diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menjadi orang yang bertakwa. Bahkan, tidak setiap orang diberi hidayah oleh Alah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi orang Muslim dan berhasil menutup hidupnya sebagai orang Muslim.

Berbicara tentang hidayah berarti membahas perkara yang paling penting dan kebutuhan yang paling besar dalam kehidupan manusia. Betapa tidak, hidayah adalah sebab utama keselamatan dan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Sehingga barangsiapa yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk meraihnya, maka sungguh dia telah meraih keberuntungan yang besar dan tidak akan ada seorangpun yang mampu mencelakakannya.

Allah Ta’ala berfirman:

{مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ}

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi (dunia dan akhirat)” (QS al-A’raaf:178).

Hidayah sangatlah mahal. Ia menjadi syarat untuk mendapatkan dagangan Allah Ta’ala yang sangat mahal. Dagangan Allah Ta’ala adalah surga, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah  dalam sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah  bersabda :

أَلَا إنَّ سِلْعَةَ اللهِ غاليةٌ ، أَلَا إنَّ سِلْعَةَ اللهِ الجنةُ

“Ketahuilah barang dagangan Allah itu mahal. Barang dagangan Allah adalah surga.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi (2450). Syaikh al-Albani menyatakannya sebagai hadits Shahih di dalam Shahih At-Tirmidzi no. 2450]

Rasulullah  sekalipun tidak memiliki kekuasaan apa pun dalam memberikan hidayah. Beliau  dan kaum Muslimin hanyalah berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang gamblang dan memberikan arahan menuju hidayah dan tidak memaksa orang untuk menjadi orang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ – ٩٩

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman? [Yunus: 99]

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ – ١٨

“Dan kewajiban rasul itu hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan jelas.”[Al-Ankabut: 18]

Hidayah kepada kebenaran hanyalah di tangan Allah semata. Manusia tidak memiliki bagian apa pun dalam masalah ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ – ٥٦

Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. [Al-Qashash: 56]

Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi tahu kita bahwa Dia memberi hidayah kepada orang yang mentaati-Nya dan menghadap kepada-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِيْنَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَّاٰتٰىهُمْ تَقْوٰىهُمْ – ١٧

“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan.” [Muhammad: 17]

Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah dan berpaling dari-Nya maka Allah Ta’ala tidak akan memberinya hidayah. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ –

Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar. [Az-Zumar: 3][i]

Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah,

Yang jadi pertanyaan kita semua disini adalah “Bagaima Kiat Menjemput Hidayah Allah/Sebab Datangnya Hidayah?

Bila hidayah dari Allah Ta’ala itu sedemikian mahalnya, lantas apa saja yang yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan hidayah? Apa saja sebab-sebab datangnya hidayah?

Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahulah menjelaskan sebab-sebab hidayah adalah sebagai berikut:

1. Meminta kepada Allah Ta’ala dan bertadharru’ kepada-Nya dalam meminta hidayah, taufik serta kelapangan dada terhadap kebenaran.

Allah Suhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu [Ghafir: 60]

Nabi  bersabda dari Allah ‘Azza wa Jalla, Allah berfirman,

اِسْتَهْدُوْنِيْ أَهْدِكُمْ

“Hendaklah kalian meminta petunjuk kepada-Ku niscaya Aku beri petunjuk kepada kalian.”

Jadi, setiap orang hendaknya meminta kepada Allah Ta’ala agar memberinya petunjuk, melapangkan dadanya terhadap kebenaran dan menolongnya dalam mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya

Bertadharru’ kepada Allah Ta’ala, meminta kepada-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya agar dikarunia hidayah merupakan sebab yang paling besar.

Terutama di waktu-waktu doa yang mustajab seperti, di tengah malam hingga akhir malam, antara adzan dan iqamah, di akhir shalat, di saat sujud, di hari Jumat saat imam duduk di atas mimbar hingga didirikannya shalat, di penghujung hari Jumat setelah ashar hingga tenggelamnya matahari.

Di semua waktu tersebut diharapkan terkabul doda-doa. Oleh karenanya, seorang mukmin seyogyanya memohon dengan sangat dalam meminta hidayah, meminta taufik, keshalehan dirinya dan keshalehan keturunannya.

Demikian juga, memohon kepada Allah agar memberi petunjuk kepada para pemimpin kaum Muslimin, memberi mereka taufik dan memperbaiki keadaan mereka dan agar Allah menolong mereka dalam melakukan segala kebaikan. Ini merupakan waktu yang tepat.

2. Memperbanyak membaca al-Quran dan mentadabburi maknanya.

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikannya sebagai sebab hidayah. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ

“Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus.” [ Al-Isra’: 9]

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ

Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman [Fushilat: 44]

Jadi, memperbanyak membaca al-Quran dengan tadabbur dan memahami maknanya serta berkonsentrasi penuh kepadanya merupakan salah satu sebab hidayah.

3. Mentaati dan meneladani sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
Memperhatikan sunnah Rasulullah, sejarah hidupnya, dan sejarah hidup para sahabatnya serta membaca hadits-hadits yang menjelaskan tentang hal tersebut merupakan salah satu sebab hidayah.Allah Ta’ala menamakan wahyu yang diturunkan-Nya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai al-huda (petunjuk) dan dinul haq (agama yang benar) dalam firman-Nya:

{هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}

Dialah (Allah Ta’ala) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS al-Fath: 28).

Para ulama Ahli Tafsir menafsirkan al-huda (petunjuk) dalam ayat ini dengan ilmu yang bermanfaat dan dinul haq (agama yang benar) dengan amal shaleh[12].

Ini menunjukkan bahwa sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah sebaik-baik petunjuk yang akan selalu membimbing manusia untuk menetapi jalan yang lurus dalam ilmu dan amal.

Dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah kitab Allah (al-Qur-an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan (baru dalam agama)[13].

Inilah makna firman Allah Ta’ala:

{لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).

4. Berteman dengan orang-orang shalih dan orang-orang pilihan.

Memiliki sahabat orang-orang shalih merupakan suatu kenikmatan dan karunia dari Allah yang sangat besar. Dalam Kitab Qutul Qulub Fii Muamalatil Mahbub, Khalifah Umar bin Khattab berkata, “Tidaklah seseorang diberikan kenikmatan setelah Islam, yang lebih baik daripada kenikmatan memiliki saudara (semuslim) yang saleh. Apabila engkau dapati salah seorang sahabat yang saleh maka peganglah erat-erat.” (Kitab Qutul Qulub Fii Muamalatil Mahbub, 2/17)

Sebagai makhluk sosial, tentu tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain. Akhlak dan perilaku yang dimiliki seseorang sangat dipengaruh oleh akhlak dan perilaku lingkungan sekitarnya. Dalam Islam, agama yang kita imani sebagai nafas kehidupan seorang muslim, memberikan panduan untuk selalu bergaul dengan orang-orang shalih agar akhlak dan perilaku orang-orang tersebut dapat mempengaruhi kita menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan bersama orang-orang shalih, kita akan senantiasa termotivasi untuk melakukan hal-hal yang baik. Begitu juga ketika dalam keadaan lemah atau ingin berbuat sesuatu yang buruk, maka setidaknya ada pengingat yang selalu mengembalikan diri ke jalan yang benar. Rasulullah bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

5. Menghadiri majlis-majlis ilmu para ahli ilmu,

Para ustadz (kyai) yang dikenal kebaikannya, duduk didekat mereka dan mendengarkan pengajian mereka, mengambil manfaat dari semua ini merupakan salah satu sebab hidayah. Al-Faqih Abu Al-Laits (w. 373 H), ulama hadis yang kondang dari Samarkhan, juga sebagaimana yang disampaikan Abu Bakar Syatha’ dalam kitabnya Hasyiyah I’anah Thalibin (I/15), menjelaskan tentang keutamaan seorang murid yang menghadiri majelis ilmu namun ia tak mampu memahami penjelasan gurunya, ia tetap akan memperoleh tujuh keutamaan, yaitu:

Pertama, ينال فضل المتعلمين (ia akan mendapatkan fadilah sebagai orang yang belajar ilmu);

Kedua, ما دام عنده جالسا كان محبوسا عن الذنوب والخطايا (selama ia duduk di majelis ilmu, ia akan senantiasa terhindar dari dosa dan kesalahan);

Ketiga, اذا خرج من منزله نزلت عليه الرحمة (di saat ia keluar dari rumahnya, rahmat turun kepadanya);

Keempat, اذا جلس عنده نزلت الرحمة على العالم فتصيبه ببركته (di saat ia duduk, rahmat turun kepada gurunya, lalu ia akan memperoleh keberkahannya).

Kelima, تكتب له الحسنات ما دام  مستمعا (ditulis baginya kebaikan-kebaikan selama ia masih mendengarkan gurunya);

Keenam, تحفهم الملائكة بأجنحتهم وهو فيهم (Malaikat akan menaunginya dengan sayap-sayapnya, sementara ia berada di dalamnya);

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Hidayah merupakan salah satu nikmat Allah yang paling agung kepada hamba-Nya. Kewajiban setiap hamba yang mendapat nikmat adalah bersyukur kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Lantas bagaimanakah cara bersyukur atas nikmat hidayah ini? Bersyukur kepada Allah atas segala nikmatnya – terutama nikmatnya yang paling agung yaitu nikmat hidayah dan taufik untuk bersikap istiqamah adalah dengan terus menerus beribadah kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Nikmat itu ada dua macam:

  1. Nikmat yang berlangsung terus menerus (ni’mah mustamirrah)
  2. Nikmat yang merupakan hal baru. (ni’mah mutajaddidah)

Untuk nikmat yang berlangsung terus menerus maka cara mensyukuri nikmat tersebut adalah dengan melakukan berbagai ibadah dan ketaatan. Sedangkan untuk nikmat yang merupakan hal baru, maka disyariatkan untuk melakukan sujud syukur atas nikmat tersebut. ” Demikian penjelasan imam Ibnul Qayim.

Oleh karenanya untuk mensyukuri nikmat Allah berupa hidayah itu kita perlu melakukan hal-hal berikut ini:

  1. Berpegang teguh dengan ketaatan kepada Allah sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat-Nya.
  2. Memelihara apa saja yang difardhukan oleh Allah.
  3. Menjauhi segala yang dialrang oleh Allah.
  4. Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan berbagai ibadah nafilah atau amalan sunnah.
  5. Terus menerus memuji Allah Ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tidak terhitung banyaknya.

Demikianlah cara mensyukuri nikmat hidayah dari Allah Ta’ala. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita semuanya kemudahan dan kekuatan untuk senantiasa bersyukur atas nikmat hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Khutbah ke II

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *