TAFAKUR DAN TADABUR:
Mengantarkan manusia pada tasyakur dan Tadzakkur
PERMISI
Manusia diberikan anugerah oleh Allah SWT berupa akal dan pikiran serta hati. Tidak lain, untuk berfikir. Dalam kajian Islam ada istilah yang disebut dengan tafakur, tadabur dan tasyakur. Semuanya merujuk pada urusan berfikir atau merenung serta imbasnya. Amal perbuatan dengan segala macamnya, baik amalan hati maupun amalan anggota tubuh termasuk hakikat keimanan. Sedangkan rasa syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah yang disertai dengan kedudukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan tuntunan dan kehendak Allah SWT. Jadi seseorang yang dikatakan beriman itu apabila ia mampu bersyukur atas segala karunia yang Allah limpahkan. Orang beriman sebagai makhluk yang berpikir disuruh untuk merenungi, betapa hebat kekuasaan Allah SWT yang telah menciptakan segala sesuatu. Cara kita sebagai geograf dalam menambah keimanan dan rasa syukur adalah dengan bertafakur, tadabbur, dan tasyakur alam. Apa saja pengertian dari Tafakur, Tadabbur, dan Tasyakur?
1. Tafakur
Tafakur adalah suatu perenungan dengan melihat, menganalisis, meyakini secara pasti untuk mendapatkan keyakinan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah SWT. Tafakur Alam merupakan perbuatan yang diperintahkan dalam agama dan ditunjukkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan untuk merenungkan berbagai fenomena alam. Allah SWT memuji orang-orang yang merenung untuk memperoleh pengetahuan. Dalam surat Ali Imran ayat 190-191, Allah berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. (Mereka berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini semua, dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran [3]: 190-191).
Tafakur salah satu cara untuk merenungi beragam bentuk kebesaran Allah SWT. Tafakur dimulai dari hati yang berpusat di dada, bukan dari akal yang berpusat di kepala.
Tafakur juga menjadi salah satu hal yang disukai Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda; “Merenung sesaat untuk (bertafakur) lebih besar nilainya daripada amal-amal kebajikan yang dikerjakan oleh dua jenis makhluk (manusia dan jin).” (HR Ibnu Majah).
Para sufi, memaknai tafakur adalah cara untuk memperoleh pengetahuan tentang tuhan dalam arti yang hakiki. Para Ulama mengatakan bahwa tafakur itu ibarat pelita hati, sehingga dapat terlihat baik dan buruk maupun manfaat dan madharat dari segala sesuatu. (Ulyaeni Maulida, 2020).
Intinya dengan bertafakur, seseorang akan semakin menambah keyakinan dan keimanan dalam diri. Tafakur dimulai dari hati yang berpusat di dada. Bukan dari akal yang berpusat di kepala.
Syeikh Nawai al Bantani, membagi tafakur ke dalam 5 macam yaitu:
- Tafakur melalui ayat-ayat Allah SWT. yaitu merenungi segala ciptaan Allah. Mulai dari penciptaan manusia dan makhuk hidup lainnya, hingga fenomena alam yang terjadi. Allah SWT berfirman,“ Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Adz-Dzariyat: 20-21).
- Tafakur tentang segala nikmat yang Allah SWT berikan. Sehingga senantiasa melahirkan rasa syukur kepada Allah. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; ” …Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: Ayat 7).
- Tafakur tentang peringatan dari Allah SWT. tujuannya adalah agar manusia senantiasa memikirkan akhirat. Dan tidak bertindak semena-mena selama di dunia. Karena setiap perbuatan tentunya akan mendapat balasan kelak di hari akhir. “… Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Al-Lail: 5-7).
- Tafakur untuk merenungi janji-janji Allah SWT. dengan bertafakur akan semakin menambah semangat di hati seseorang untuk berbuat kebaikan. Dan menambah keimanan dalam dirinya.
- Tafakur untuk merenungi kelalaian diri sendiri. Sehingga senantiasa memperbaiki ibadahnya. Dan selalu berusaha untuk menjauhi segala perbuatan yang dilarang. Tafakur ini dapat menumbuhkan rasa malu di hati seseorang.
2. Tadabbur
Secara bahasa, tadabbur berarti melihat dan memperhatikan kesudahan segala urusan dan bagaimana akhirnya. Al-Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani menjelaskan, pada dasarnya tadabbur berarti memikirkan secara mendalam kesudahan sesuatu urusan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Tadabbur alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Tadabbur alam akan membersihkan diri dan jiwa kita dari energi-energi negatif yang mungkin telah bersemayam di hati dan pikiran kita dan sebagai rasa syukur atas karunia Allah yang maha luas. Tadabbur berarti melihat dan memperhatikan kesudahan segala urusan dan bagaimana akhirnya. (Lathifa Zahrah, 2021).
Syaikh Al-Utsaimin ra mendefinisikan tadabbur sebagai berikut:
التأمل في الألفاظ للوصول إلى معانيها
“Merenungkan lafal-lafal untuk sampai kepada kandungan-kandungan maknanya”.
Tanda-tanda tadabbur, dala Al-Qur’an Allah telah menyebutkan dalam Al-Qur’an berkaitan dengan tanda-tanda tadabbur. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata; “Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad).” (QS. Al-Ma’idah [5]: 83).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabb-lah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfaal: 2).
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, “Siapakah diantara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124).
“Katakanlah, “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang yang diberi pengetahuan sebenarnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, “Mahasuci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi.” Dan mereka menyungkur aras muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Israa’:107-109).
“Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58).
”Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (QS. Al-Furqan: 73).
“Dan apabila dibacakan (Al-Qur’an) kepada mereka, mereka berkata, “Kami beriman kepadanya, sesunguhnya Al-Qur’an itu adalah suatu kebenaran dari Rabb kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan (nya).” (QS. Al-Qashash: 53).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan tanda-tanda tadabbur, yaitu: (1) Menyatukan hati dan pikiran ketika membaca Al-Qur’an. (2) Menangis karena takut kepada Allah; (3) Bertambahnya kekhusyu’an; (4) Bertambahnya iman; (5) Merasa Bahagia dan gembira; (6) Gemetar karena rasa takut kepada Allah, kemudian diikuti dengan pengharapan dan ketenangan; (7) Bersujud sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah.
3. Tasyakur
Tasyakur artinya bersukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT. Tafakur dan Tadabbur itulah yang akan mengantarkan manusia pada tasyakur. Hasilnya, manusia akan pandai bersyukur dengan memanfaatkan nikmat yang diberikan padanya di jalan yang benar sesuai kehendak-Nya. Dalam Al-Qur’an, perintah mensyukuri nikmat Allah antara lain:
“Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah hanyalah berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-‘Ankabut [29] : 17).
Dengan bersyukur, orang akan dengan lapang dada dan ikhlas menerima apa yang terjadi. Dengan rajin bertafakur, bertadabbur, dan bertasyakur setiap muslim akan memperoleh kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya. Lalu bagaimana cara kita sebagai muslim dan juga geograf dalam mengaplikasikan tafakur, tadabbur, tasyakur alam dalam kehidupan sehari-hari?
Sebagaimana terdapat dalam surat Ar-Ruum ayat 9: “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.”
Dari ayat diatas menjelaskan bahwa tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini adalah melakukan ‘imarah’, yaitu mengelola dan memakmurkan bumi. Tugas ini telah dilakukan oleh manusia secara baik meskipun terkadang dengan alasan mengelola alam tetapi tindakan mereka ternyata berpotensi merusak alam dan isinya. Dengan demikian, bumi dan isinya seperti tumbuhan-tumbuhan, hewan, hutan, gunung, daratan, air, sungai, lautan, dan ikan akan terganggu kelestariannya.
Qs. Al A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat diatas dengan tegas melarang manusia melakukan tindakan yang menyebabkan terjadinya kerusakan di muka bumi seperti memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan, merusak keseimbangan alam dan pencemaran Iingkungan hidup. Ayat ini sejalan dengan keprihatinan para aktivis lingkungan hidup di Indonesia tentang kerusakan alam di Indonesia yang semakin hari semakin parah. Kondisi ini secara langsung memberikan dampak bagi kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam meningkatkan risiko bencana alam.
Inti dari pematerian “Tafakur, Tadabbur, Tasyakur: Langkah Mempertebal Keimanan dan Rasa Syukur” kali ini adalah bagaimana cara kita sebagai geograf dalam mengaplikasikan sikap tafakur, tadabbur, dan tasyakur dalam kehidupan sehari-hari, dimana kita sebagai geograf yang kesehariannya selalu mempelajari tentang bumi dan segala isinya, sepatutnya bagi kita untuk merenungi dan mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan dengan menjadi khalifah sejati di muka bumi serta menjaga lingkungan dari berbagai kerusakan sebagai bentuk syukur kita kepada Sang Pencipta.
4. Tadzakkur
Tadzakkur berasal dari akar kata dzakara-yadzkuru yang berarti mengingat dan menghayati. Tadzakkur berarti upaya untuk mengalihkan berbagai gangguan pikiran dan perasaan dan berada pada puncak ketenangan batin. Tadzakkur ialah suasana batin seseorang yang sampai pada kesadaran puncak bahwa Tuhan sudah begitu dekat dan tidak lagi berjarak dengan makhluk-Nya. Tidak ada lagi subjek dan objek. Berbeda dengan tafakur yang masih menyadari dirinya sebagai makhluk dan Tuhan sebagai Sang Khaliq, tadzakkur sudah sampai pada tauhid sejati. Tauhid sejati bagi orang yang sudah sampai di maqam tadzakkur sudah menyadari dan menghayati keesaan zat (tauhid al-dzati). Selama manusia masih menyadari ada subjek dan ada objek, atau adanya hamba dan Tuhan, maka belum dianggap menyadari tauhid al-dzati. Bahkan tadzakkur juga bisa mengantar manusia pada kesadaran keesaan perbuatan (tauhid al-af’al) dan kesadaran sifat (tauhid al-shifat).Najaruddin Umar (2017).
Kesadaran akan tauhid al-af’al dan tauhid al-shifat ketika seseorang sudah menyadari bahwa perbuatan dan sifat itu hanya satu, yaitu perbuatan dan sifat Tuhan dalam arti lebih tinggi. Mirip dengan apa yang dikatakan Ibn ‘Arabi sebagai ketunggalan wujud sejati (wahadat al-wujud). Dalam tahap ini seseorang sudah berhasil memecahkan kebuntuan dualitas Ilahi (duality of God). Zat, perbuatan, dan sifat hanya satu. Inilah makna hakiki: La ilaha illallah (Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah). Namun, tadzakkur tidak menurunkan Tuhan menjadi manusia atau menuhankan makhluk.
Tadzakkur tidak menghilangkan fungsi dan kewajiban kehambaan. Justru jalan menuju ke tingkat tadzakkur tidak ada cara lain selain melakukan kesadaran syariah secara sempurna. Sulit membayangkan adanya tafakur dan tadzakkur tanpa syariah yang perfect. Tadzakkur tidak bisa didefinisikan dan tidak bisa diceritakan. Tadzakkur ialah pengalaman yang yang sangat pribadi. Pengalaman itu tidak bisa didekati dengan model atau kategori disiplin ilmu konvensional dan kontemporer, apalagi dengan ilmu fikih.
Kekeliruan di masa lampau pernah terjadi karena pengalaman spiritual yang amat pribadi tetapi diadili (tahkim) dengan paradigma formal logik ilmu fikih. Akibatnya Mansur Al-Hallaj jadi korban dan dunia teosofi dan tasawuf mengalami kemandekan. Dalam Alquran antara lain:
“Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”(QS Al-Ahdzab [33] :42),
Ditegaskan pula dalam, QS Al-Ra’d ayat 28:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Al-Ra’d [13]:28).
Wirid banyak mendapatkan perhatian khusus para ulama karena secara umum dapat dilaksanakan umat Islam.
Sehubungan dengan ini, Ibnu ‘Athaillah mengatakan, “Jangan kita menganggap rendah hamba yang memiliki wirid dan ibadah tertentu, karena keduanya memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah.” Ia menambahkan, “Jika engkau melihat seorang hamba yang ditetapkan Allah dalam menjaga wiridnya, dan dilanggengkan-Nya dalam keadaan demikian, namun lama ia tidak mendapatkan pertolongan-Nya, jangan sampai engkau meremehkan apa yang Allah telah berikan itu kepadanya, hanya karena engkau belum melihat tanda-tanda orang ‘arif ataupun cahaya indah seorang pencinta Allah pada diri hamba itu. Kalaulah bukan karunia berupa warid, tentu tidak akan ada wirid.” Wirid merupakan amalan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dalam bentuk memperbanyak zikir yang dilakukan secara telaten dengan taat acara yang teratur. Biasanya wirid ini pemberian dari mursyid atau guru spiritual yang dianjurkan untuk diamalkan. Diusahakan sedapat mungkin tidak terputus. Berbeda dengan zikir yang bisa diamalkan kapan dan di mana saja tanpa terikat tata cara dan aturan tertentu.
Najaruddin Umar (2017), menatakan bahwa; Wirid sejatinya merupakan amalan praktisi tarekat atau salik. Orang-orang yang sudah biasa mengamalkan wirid seperti ketagihan. Jika belum menyelesaikan wirid-nya, sulit untuk tidur, seolah-olah ada kewajiban yang belum ditunaikan. Orang-orang yang sudah menyelami makna wirid itulah yang akan merasakan warid, sebuah efek spiritual dalam bentuk suasana batin yang damai, tenteram, dan tenang. Sebagaimana halnya zikir dan wirid, tafakur juga salah satu media pendekatan diri kepada Allah SWT. Bedanya, yang pertama dan kedua, seolah-olah yang aktif adalah manusia, sedangkan yang ketiga (tafakur) seolah-olah manusia pasif, bahkan fakum, tidak ada lagi kata-kata, yang ada hanya kebisuan dan keheningan. Tafakkur biasanya merupakan kelanjutan dari zikir dan atau wirid. Rasulullah bersabda (dikutip dalam kitab Hadaiq al-Haqaiq karya Al-Razi) bahwa, “Tafakur sejam lebih baik daripada setahun ibadah.”
SUMBER BACAAN
https://mediaindonesia.com/renungan-ramadan/109890/dari-tafakur-ke-tadzakkur
https://www.dream.co.id/your-story/memahami-makna-tafakur-dan-jenis-jenisnya-200916t.html