Apa dan Bagaimana Pemetaan Kalimat dalam Catatatan Kuliah dan Poster

(Ditulis sebagai penguatan tugas penulisan Catatan Kuliah dan Poster)

A. Pengertian Kalimat

Kalimat oleh beberapa pakar didefinisikan atas berbagai pengertian, antara lain:

1. Sultan Takdir Alisyahbana menjelaskan bahwa kalimat adalah “kumpulan kata-kata yang terkecil yang mengandung pikiran lengkap”.1

2. Gorys Keraf mengemukakan bahwa “kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan. Sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap”.2

3. Fachruddin A.E mendefinisikan “kalimat adalah kelompok kata yang mempunyai arti tertentu, terdiri atas subjek dan predikat dan tidak tergantung pada suatu konstruksi gramatikal yang lebih besar”.3

Berdasarkan ketiga pengertian di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa kalimat adalah kumpulan kata yang memiliki pengertian lengkap dan dibangun oleh konstruksi fungsional dan tidak bergantung pada konstruksi gramatikal yang lebih besar, misalnya:

  1. Dua bangun runtuh rumah.
  2. Kue penuh kucing telah.
  3. Jumpa tidak.
  4. Nenek jatuh sakit.
  5. Warga Madura mengungsi kemarin.
  6. Joko Widodo berangkat lagi ke Australia.

Ketiga contoh di atas (1-3) hanyalah merupakan kumpulan kata (bukan kalimat), karena tidak mengandung makna, sedangkan (4-6) adalah kalimat.

B.  Pola Dasar Kalimat

Kalimat yang paling sederhana dalam bahasa Indonesia hanya mengandung dua unsur, yaitu S dan P. Subjek (S) dalam kalimat merupakan topik pembicaraan, sedangkan Predikat (P) menerangkan tentang subjek. Namun, kalimat kadang-kadang disertai dengan pelengkap yang disebut juga dengan objek (O). Perhatikan contoh kalimat berikut ini:

– Andi Lala tertidur.

– Andi Lala menulis surat.

Kalimat pertama hanya berpola S/P saja, yaitu Nurul yang menjadi pokok pembicaraan (S), dan tertidur yang menjelaskan pokok pembicaraan tadi (P). Sedangkan pada kalimat kedua berpola S/P/O, yaitu yang menjadi pokok pembicaraan adalah Nurul (S), menulis berfungsi sebagai Predikat (P), dan surat menjadi pelengkap kalimat tersebut atau objek (O).

1. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah “kalimat yang hanya mempunyai satu pola kalimat atau satu unsur inti dan boleh diperluas asal perluasannya tidak membentuk pola baru”.4. Hal ini berarti bahwa konstituen untuk tiap kalimat hanyalah merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat tunggal tentu terdapat semua unsur inti yang diperlukan, namun tidak tertutup kemungkinan munculnya unsur yang bukan inti seperti keterangan tempat, waktu, alat dan sebagainya. Dengan demikian, maka kalimat tunggal tidak selamanya dalam wujudnya yang pendek, tetapi dapat berwujud panjang. Perhatikan contoh kalimat berikut:

–     H.M. Jusuf Kalla tersenyum.

–     Andi Lola akan disekolahkan ke luar negeri.

Wujud predikat kalimat tunggal dapat berupa frase nomina seperti pada contoh kalimat berikut ini:

– Dia dosen kami.

– Kakak adalah pelaut.

Kedua contoh kalimat di atas memunyai predikat frase nomina. Kalimat yang predikatnya nomina disebut kalimat ekuatif. Pada umumnya, jenis kalimat ini urutannya adalah frase nomina yang pertama adalah subjek, sedangkan frase yang kedua adalah predikat.

Selain itu, wujud predikat kalimat tunggal dapat pula berupa adjektiva, seperti pada contoh kalimat berikut:

– Adiknya ulang tahun.

– Penjelasan dari dosen itu sangat menarik.

Kedua contoh kalimat di atas masing-masing memunyai subjek yaitu adiknya dan penjelasan dari dosen itu. Sedangkan predikatnya adalah ulang tahun dan sangat menarik. Kalimat yang adjektiva disebut kalimat statif.

Apabila kalimat statif kita bandingkan dengan kalimat ekuatif, maka akan terlihat bahwa keduanya hanya memiliki 2 unsur fungsi inti. Akan tetapi ada perbedaan antara keduanya yaitu dalam bentuk ingkarnya. Kalimat ekuatif diingkarkan dengan kata bukan, sedangkan kalimat statif diingkarkan dengan kata tidak. Perhatikan contoh kalimat berikut:

– Andi bukan adik saya. (ekuatif)

– Neneknya tidak meninggal. (statif)

Adapun kalimat tunggal yang memunyai predikat verbal. Pada bagian ini dapat dibedakan antara verba transitif dengan intransitif. Apabila verba yang mengikuti subjek tidak membutuhkan objek, maka kalimat tersebut dinamakan kalimat intransitif. Perhatikan contoh berikut:

– Mobil itu tabrakan.

– Ayu menyanyi.

Seperti halnya dengan kalimat tunggal yang lain, kalimat tunggal intransitif dapat diiringi oleh unsur bukan inti seperti keterangan waktu, tempat, cara, dan keterangan alat. Sedangkan verba yang mengikuti subjek memerlukan objek, maka kalimat tersebut dinamakan kalimat transitif. Perhatikan contoh berikut:

– Polisi itu menangkap pencuri.

– Iwan menangis atas kematian sahabatnya.

2. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa bebas.5 Dalam mengadakan klasifikasi kalimat majemuk, dasar yang digunakan adalah melihat antara hubungan pola-pola kalimat yang membentuknya. Apabila kalimat majemuk itu terjadi perluasan salah satu bagiannya, maka sudah jelas pola yang satu lebih rendah kedudukannya dengan pola yang sudah ada. Dan sebaliknya, jika kalimat majemuk terjadi dari penggabungan dua kalimat atau lebih maka sifat hubungannya akan setara. Dengan demikian dapatlah dibedakan kalimat itu menjadi:

a. Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terbentuk dari kalimat-kalimat tunggal yang digabungkan dan masing-masing kalimat itu masih dapat berdiri sendiri sehingga pola-pola kalimatnya tetap sederajat. Adapun kata-kata yang dapat digunakan untuk membentuk kalimat majemuk setara ini dapat dibagi menjadi:

Setara menggabungkan.

– Fajar pergi ke kampus dan Riri pergi ke sekolah.

-Fitri bangun pagi, setelah itu dia berolah raga.

Setara memilih.

– Ari atau Adi yang akan menjemput Ibu di pelabuhan ?

– Saya pergi sendiri atau kau mau menjemputku ?

Setara mempertentangkan.

– Bapaknya seorang hakim, sedangkan anaknya adalah tersangka.

– Ayu bukan adik saya, melainkan teman saya.

b. Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang berpola tidak sederajat. Salah satu polanya menduduki fungsi yang lebih tinggi daripada yang lain. Bagian yang lebih tinggi kedudukannya itu disebut induk kalimat, sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut anak kalimat. Perhatikan contoh berikut ini:

– Ia telah meninggal.

– Ayahnya guru.

– Gadis itu menantikan Pak Ali.

– Ia bermain-main tadi.

Ketiga contoh kalimat di atas dapat diperluas sehingga terbentuklah kalimat majemuk bertingkat, baik perluasan subjek, predikat, objek, maupun perluasan keterangan . Perhatikan contoh perluasan di bawah ini:

– Orang tempat saya minta pertolongan, telah meninggal.
(anak kalimat pengganti subjek).

– Ayahnya, seorang pengajar bahasa Indonesia.
(anak kalimat pengganti predikat).

– Gadis itu menantikan ayah cepat pulang.
(anak kalimat pengganti objek).

–  Ia bermain-main ketika kakaknya datang.

(anak kalimat pengganti keterangan).

Selain perluasan kedua gatra di atas (subjek, predikat, objek, dan keterangan) sering pula dijumpai perluasan gatra tambahan, seperti:

–   Fitri menulis surat. Diperluas menjadi:

–   Fitri menulis surat untuk temannya yang kuliah di Jakarta.

C. Makna Kalimat

Pembahasan terdahulu membicarakan tentang kalimat ditinjau dari segi bentuknya. Pembahasan selanjutnya akan membicarakan kalimat ditinjau dari segi maknanya (nilai komunikatifnya). Ditinjau dari segi maknanya, kalimat dibedakan menjadi:

1. Kalimat Berita

Kalimat berita atau deklaratif adalah kalimat yang memberitakan sesuatu kepada pembaca atau pendengar. Perhatikan contoh berikut!

– Tadi malam terjadi kebakaran di Jalan Jenderal Sudirman.

– Memukau sekali penampilan kamu di panggung tadi malam.

–    Tahun ini film gladiator mendapat predikat sebagai film terbaik.

2. Kalimat Perintah

Kalimat perintah atau imperatif adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah untuk melakukan suatu tindakan. Dalam bentuk bahasa tulis kalimat perintah diakhiri dengan tanda seru (!), sedangkan dalam bahasa lisan, nadanya agak naik. Perhatikan contoh berikut!

– Tolong ambilkan buku di kamar!

– Buka pintu itu lebar-lebar!

3. Kalimat Tanya

Kalimat tanya atau interogatif adalah kalimat yang isinya mengetahui sesuatu atau seseorang, atau kalimat yang ingin mengetahui jawaban terhadap suatu masalah atau keadaan. Pembentukan kalimat tanya dapat dilakukan dengan cara menggunakan kata tanya, misalnya:

–  Siapakah aktor terbaik di Piala Oscar kemarin?

– Bagaimana penampilan dia tadi malam?

– Mengapa kamu tidak datang di pesta kemarin?

Mengubah intonasi kalimat (bahasa lisan), misalnya: – Dia akan berangkat?

– Ini tas yang kau cari?

Menggunakan partikel tanya “kah”, misalnya:

– Inikah jawaban yang kau berikan?

– Beginikah orang yang kau cari?

Kalimat berita dapat diubah menjadi tanya dengan menggunakan intonasi Tanya. Untuk memperluas kalimat tanya maka partikel “kah” dapat ditambahkan pada kata tanya.

4. Kalimat Emfatik

Kalimat emfatik adalah kalimat yang memberikan penegasan kepada subjek. Penegasan itu dilakukan dengan menambahkan partikel “lah” pada subjek, atau menambahkan kata sambung “yang” di belakang subjek. Contoh:

a. Ida penyebab kesalahpahaman itu……….. Idalah yang menyebabkan kesalahpahaman itu.

b. Buruh pabrik memprotes kebijakan upah maksimum regional…….Buruh pabriklah yang memprotes kebijakan upah maksimum regional.

Ada kalanya sebuah pertanyaan yang disampaikan itu tidak memerlukan jawaban. Pertanyaan semacam itu dikenal dengan nama pertanyaan retoris, yang erat kaitannya dengan gaya bahasa yang digunakan oleh seseorang dalam berpidato atau dalam percakapan sehari-hari, karena sipenanya beranggapan bahwa pendengar sudah mengetahui jawabannya. Misalnya:

“Bukankah kebebasan yang kita inginkan selama ini sudah terpenuhi?”

“Apakah kita mau melihat orang miskin terlantar begitu saja?”

“Relakah kalau bangsa kita diinjak-injak bangsa lain?”

Terhadap pertanyaan semacam ini kita tidak perlu menjawabnya sebab pembicara mengajukan pertanyaan bukan untuk meminta jawaban melainkan untuk menegaskan saja.

_______________

*) Tulisan ini didedikasikan untuk mahasiswa sendang mengikuti Perkuliahan berkaitan dengan tugas penulisan CK dan Poster.

**) Ednot

1 Alisyahbana, S.Takdir. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. (Jakarta: Dian Rakyat. 1982), 79

2 Keraf, Gorys. Komposisi. (Ende.Nusa Indah. 1978), 55

3 Ambo Enre, Fachruddin, dkk. DasarDasar Keterampilan Menulis. (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ujung Pandang. 1988), 12

4 Mariskan. Bahasa Indonesia. (Surabaya: PT Edumedia IPIEMS Group. 1985), 132

5 Tarigan, Djago. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. (Bandung: Angkasa. 1981), 7

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *