Khutbah 21 Juni 2024: Hindari Penundaan Waktu

Hindari Penundaan Waktu: Lakukan Segera Hal yang Baik selagi mampu dan memungkinkan Awali Dengan Niat yang Ikhlas

الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ   أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: و وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Dengan ketakwaan yang tertanam dalam diri, setiap persoalan hidup yang kita alami insya Allah akan memiliki jalan keluar, dan sebab ketakwaan pula rezeki akan datang kepada kita tanpa disangka-sangka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Masih dalam suasana menyambut Kedatangan Saudara-saudari Kita dari Ibadah Haji tahun 1445 H. Sudah maklum bagi kita bahwa masa lalu tidak dapat terulang dan masa depan belum terjadi di depan mata. Saat ini merupakan waktu paling tepat bagi kita untuk melakukan semuanya. Pekerjaan yang kita usahakan, sesuatu yang kita rencanakan, impian yang kita cita-citakan, (semisal punya niat untuk berhaji), kendati hasilnya tidak langsung diraih saat ini, namun usaha dan realisasinya dapat dilakukan dan diusahakan mulai sekarang. Dalam hal ini, khatib ingin menegaskan bahwa apa yang dapat dikerjakan saat ini maka jangan ditunda-tunda, terlebih kebaikan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, 

Pertama: Mengingat Perintah Melakukan Hal yang Baik selagi mampu dan memungkinkan Awali Dengan Niat yang Ikhlas; Allah menegaskan dalam al-Quran bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memastikan apa yang akan terjadi esok hari. Jangankan memastikan, mengetahui saja realitas yang terjadi pun tidak bisa, kendati manusia dapat merencanakan dan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Quran surah Luqman ayat 34:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34).

Jamaah sekalian, dari ayat di atas kita dapat mengambil kesimpulan hanya Allah saja yang mengetahui takdir yang terjadi esok hari, termasuk kematian. Artinya, apabila kita dapat melakukan suatu kebaikan hari ini, saat ini, maka apabila tidak ada halangan yang mendesak, lakukanlah selagi mampu dan memungkinkan. Jangan sampai kita menjadi orang yang hanya berangan-angan tanpa realisasi. Misal Keinginan Berangkat Haji. Untuk hal itu, Ibn al-Qayyim pernah menyebutkan:

إنَّ الْمُنَى رَأْسُ أَمْوَالِ الْمَفَالِيْسِ

Artinya:“Sekadar berangan-angan (tanpa aksi) adalah modalnya orang-orang yang bangkrut.”

Salah satu hal yang sangat penting untuk dijaga dan benar-benar diperhatikan dengan baik oleh semua jamaah haji yang hendak menunaikan rukun Islam kelima itu adalah perihal niat. Sebab, niat memiliki peran yang sangat penting dalam suatu perbuatan atau ibadah manusia. Dengan niat, semua jamaah haji dapat mengetahui keinginan dan arah yang ditujunya, sehingga ia bisa mencapai kesadaran diri untuk meraih apa yang telah menjadi tujuan intinya. Jika tujuan ibadah hajinya sudah benar dari awal, maka semua rukun dan syarat haji akan dilakukan dengan penuh ikhlas. Begitu juga sebaliknya, ibadah haji yang dilakukan dengan niat yang tidak benar, maka semua rukun dan syaratnya akan dilakukan dengan penuh ketidak-ikhlasan. Di sinilah pentingnya memperbaiki niat. Oleh karena itu, Rasulullah sudah memprediksi sejak beberapa abad yang lalu perihal keberadaan orang-orang yang akan melakukan ibadah haji dengan tujuan yang tidak benar. Misalnya, mereka yang kaya akan berhaji dengan tujuan untuk healing, berwisata, jalan-jalan dan lainnya; mereka yang memiliki pendapatan sedang-sedang saja (menengah) akan berhaji dengan tujuan untuk berdagang, mencari uang, bekerja, dan lainnya; mereka yang terhormat akan berhaji dengan tujuan pamer dan sombong; dan fakir akan berhaji dengan tujuan untuk mengemis. Dalam salah satu haditsnya, nabi bersabda:

يَأْتِي على النَّاسِ زَمَانٌ يحجُّ أغنياؤهُم للنّزْهَةِ وَأَوْسَاطُهُمْ للتّجَارَةِ وَأَغْلَبُهُمْ للرِّيَاءِ والسُّمْعَةِ وفُقَرَاؤُهُمْ للمَسْأَلَةِ

Artinya, “Akan datang pada manusia suatu masa, di mana orang-orang kaya menunaikan ibadah haji untuk berwisata, orang-orang menengah untuk berdagang, orang-orang pandai untuk mendapatkan pujian dan pamer, dan orang-orang fakir untuk meminta-minta.” (HR Anas bin Malik).

Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali (wafat 505 H) dalam karya monumentalnya menjelaskan bahwa tujuan-tujuan dalam hadits di atas merupakan tujuan duniawi yang manusia upayakan dengan cara melakukan ibadah haji, bahkan bisa menjadi penghalang untuk mendapatkan kemuliaan ibadah haji. Dalam karyanya al-Ghazali menyebutkan:

فَكُلُّ ذَلِكَ مِمَّا يَمْنَعُ فَضِيْلَةَ الْحَجِّ وَيُخْرِجُهُ عَنْ حَيْزِ حَجِّ الْخُصُوْصِ

Artinya, “Semua itu (tujuan-tujuan dunia) termasuk sesuatu yang bisa menjadi penghalang dari keutamaan haji, dan mengeluarkannya dari status hajinya orang-orang istimewa.” (al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], juz I, halaman 262).
Berdasarkan hadits dan penjelasan di atas, sudah seharusnya para jemaah haji benar-benar memperhatikan dan memperbaiki niatnya ketika hendak menunaikan kewajiban rukun Islam yang kelima tersebut. Sebab, niat yang benar akan menjadi modal utama untuk mencapai haji yang mabrur dan meraih predikat sebagai haji orang-orang istimewa.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Kedua: Waspada terhadap sikap menunda-nunda Waktu: Imam al-Hasan al-Bashri pernah memberikan sebuah nasihat terkait sikap menunda-nunda sesuatu, beliau berkata, “Waspadalah kamu dengan sikap menunda-nunda. Kamu sekarang berada di hari ini dan bukan esok hari. Apabila hari esok tiba, kamu akan berada di hari tersebut dan sekarang kamu masih berada di hari ini. Jika hari esok tidak datang kepadamu, maka jangan sesali atas apa yang tidak kamu lakukan hari ini.”.

“Besok saja”, “Nanti saja”, “Masih banyak waktu” merupakan kata-kata yang kerap kita ucapkan ketika dihadapkan pada aktivitas, tugas maupun tanggung jawab yang sebenarnya dapat diselesaikan saat itu juga, akan tetapi kita malah memilih untuk menundanya di lain waktu. Padahal, menunda-nunda pekerjaan adalah menambah pekerjaan di kemudian hari. Terkait hal tadi, Umar ibn al-Khatthab pernah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari yang kala itu sedang berada di Bashrah, beliau menulis “Jangan engkau menunda pekerjaan hari ini ke esok hari, sebab pekerjaan tersebut akan menumpuk dan engkau akan kehilangan kesempatan untuk menyelesaikannya.

Maasyiral muslimin rahimakumullah,

Ketiga: Semua yang telah disebutkan di atas sangat berkaitan dengan manajemen waktu. Penting sekali kita mengatur waktu supaya dapat lebih maksimal dalam menjalani hari. Imam Asy Syafi’i pernah memberi sebuah nasihat terkait waktu, beliau berkata: “Aku pernah bersama orang-orang dari kalangan sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran dari mereka melainkan dua hal. Satu di antaranya adalah waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memanfaatkannya, maka dia akan memotongmu.”.  

Jamaah sekalian, urgensi untuk memanfaatkan penggunaan waktu kita dan tidak menunda-nundanya ke lain waktu pernah disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan Imam al-Hakim dalam al-Mustadrak. Ibn Abbash meriwayatkan, Nabi pernah menasihati seseorang: Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasihati seseorang,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Artinya: “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara, yaitu masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” 

Maasyiral muslimin rahimakumullah,

Semoga dari beberapa pesan dan nasihat yang telah disampaikan tadi semoga menjadi alarm dan pengingat bagi kita untuk senantiasa menjaga waktu dan tidak menunda-nunda pekerjaan yang bisa kita lakukan hari ini. Semakin kita bisa menggunakan waktu dengan semaksimal mungkin, di sanalah kita mendapatkan keberkahan dari hari yang kita jalani. Allah berfirman dalam al-Quran surah Al-Furqan Ayat 62:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا

Artinya “Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (QS Al-Furqan : 62).

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم 

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ  ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِأَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَاللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَعٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *