Khutbah Jum’at 14 Oktober 2022 : Muhabah Menggapai Karunia Berlimpah

MUHASABAH MENGGAPAI KARUNIA BERLIMPAH

Jama’ah Jum’at rahimakumullah…

Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam.

Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…

Roda kehidupan. Itulah barangkali salah satu ungkapan yang pas untuk menggambarkan perjalanan kita di dunia yang fana ini. Roda yang berputar, kadang di atas dan kadang pula di bawah. Ada kehidupan dan ada kematian. Ada kondisi sehat dan ada kondisi sakit. Ada rasa senang dan adapula rasa susah. Ada kondisi kaya dan ada kondisi miskin. Ada saatnya naik jabatan dan ada saatnya pula turun dari jabatan. Ini semua adalah bagian dari ujian kehidupan.

Allah ta’ala berfirman,

“وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً”

Artinya: “Kami (Allah) akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan”. (QS. Al-Anbiya’ [21]: 35.

Beruntunglah para manusia yang sukses dan berhasil melewati berbagai macam ujian yang sangat beragam tersebut dengan baik..

Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati…

Tidak mudah memang untuk sukses dalam melewati berbagai macam ujian yang amat beragam itu. Ada yang sukses saat diuji dengan kekayaan, namun ternyata ia gagal ketika diuji dengan kemiskinan. Ada pula yang sebaliknya; sukses saat diuji dengan kemiskinan, tetapi gagal ketika diuji dengan kekayaan.

Ada yang sukses saat diuji dengan kesehatan, namun gagal ketika diuji dengan sakit. Sebaliknya, ada yang sukses saat diuji dengan sakit, tetapi gagal ketika diuji dengan kesehatan.

Ada yang sukses saat mendapat ujian naik jabatan, namun gagal ketika diuji turun jabatan. Adapula yang sebaliknya, sukses saat mendapat ujian turun jabatan, namun gagal ketika diuji naik jabatan.

Bagaimanakah gerangan caranya agar kita bisa sukses total dalam menghadapi berbagai macam ujian yang beragam tadi?

Faktor pertama dan utama yang diperlukan hamba, adalah taufik dan bantuan dari Allah ta’ala.

Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah…

Taufik dari Allah adalah karunia yang diberikan-Nya kepada siapapun yang Dia kehendaki. Tidak peduli apakah ia pejabat atau rakyat jelata, pria atau wanita, tua atau muda, bersuku Jawa atau Sunda atau Sumatra. Semua berpeluang untuk mendapatkan karunia istimewa tersebut.

Namun, kita semua dituntut untuk berusaha dan berikhtiar dalam mengejar karunia mulia itu. Salah satu bentuknya adalah dengan mengamalkan nasehat Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berikut ini,

“تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ”

“Kenalilah Allah saat lapang; niscaya Dia akan mengenalimu ketika engkau susah”. HR. Al-Hakim dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan dinyatakan sahih oleh al-Albaniy.

Dalam kitab Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam, Imam Ibn Rajab rahimahullah menjelaskan makna hadits di atas. Maksud dari mengenali Allah saat lapang adalah: bertakwa kepada-Nya serta menjalankan aturan-Nya. Barang siapa menjalankan hal itu, maka ia telah mengenal Allah. Sehingga ia memiliki hubungan spesial dengan-Nya. Nah, ketika ia mengalami kondisi susah, niscaya saat itu Allah akan mengenalinya. Kedekatannya dengan Allah saat lapang, sangat bermanfaat dalam kondisi susah seperti ini. Ia akan disayang Allah dan dikabulkan permintaannya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah…

Kondisi lapang, contohnya adalah saat kita sehat, kaya, menduduki jabatan dan yang semisal dengan itu. Sedangkan kondisi susah, contohnya adalah ketika kita sakit, miskin, turun jabatan dan yang semisalnya. Maka, saat kondisi fisik sehat, gunakanlah kesempatan emas itu untuk lebih bersemangat dalam beribadah kepada Allah ta’ala. Menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Tunaikan shalat berjamaah di masjid dan ringan tanganlah dalam membantu orang lain yang membutuhkan bantuan.

Bila itu dilakukan, insyaAllah kita akan dibantu Allah agar kuat dalam menghadapi ujian sakit. Akan terasa ringan dalam menjalani penderitaan itu. Akan dibantu untuk bisa bersabar dalam menanggung ketidaknyamanan. Dan mungkin juga akan segera dikaruniai kesembuhan oleh Allah ta’ala. Itulah antara lain buah dari kepatuhan kita dahulu pada Allah, saat kondisi tubuh kita sedang sehat.

Setali tiga uang, saat kondisi rizki sedang lancar. Tunaikanlah zakat harta kita, jangan lupakan saudara-saudara kita kaum fakir-miskin dan dhu’afa. Dukung proyek-proyek kebaikan Islam.

Bila itu dijalankan, insyaAllah ketika rizki seret, keimanan kita akan tetap kokoh karena dijaga oleh Allah ‘azza wa jalla. Rizki yang sedikit akan tetap mencukupi kebutuhan kita, karena diberkahi oleh Allah. Dan mungkin badai ujian ekonomi tersebut akan segera berakhir. Itulah antara lain buah dari ketaatan kita dahulu pada Allah saat rizki sedang lancar.

Tidak jauh berbeda, manakala kita menduduki kursi jabatan. Pergunakanlah kesempatan emas itu untuk mematuhi dan menjalankan aturan-aturan Allah, bukan justru melanggarnya. Adakanlah kegiatan-kegiatan yang tidak menabrak aturan agama. Berusahalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan justru memperkaya diri sendiri dan kroni-kroni. Imbangkanlah pembangunan fisik dan mental, jasmani dan rohani. Jangan timpang antara keduanya.

Apabila seluruh kebaikan itu ditunaikan, insyaAllah saat turun dari kursi jabatan, kita akan tetap disegani dan dihormati oleh rakyat dan bawahan. Akan ikhlas dalam menjalani ketetapan Tuhan. Serta yang paling istimewa dari itu semua, insyaAllah akan meraih keridhaan dari Allah Yang Maha Rahman. Itulah antara lain buah manis dari kepatuhan kita kepada Allah, saat dahulu sedang menduduki kursi jabatan.

Sidang Jum’at yang kami hormati…

Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan dan kemuliaan itu adalah milik Allah ‘azza wa jalla. Dia yang memberi jabatan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia pula yang mencabut jabatan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau lah segala kebaikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali Imran [3]: 26).

Maka, jangan sampai karunia Allah berupa kekuasaan itu, justru digunakan untuk melanggar aturan Sang Pemberi karunia kekuasaan tersebut, yakni Allah subhanahu wa ta’ala.

Sidang Jum’at yang kami hormati…

Pertanya bagaimana cara Menggapai Karunia Berlimpah? Imam Hasan al-Basri menjawab “Perlu muhasabah guna menggapai karunia berlimpah”

Alkisah, Imam Hasan al-Basri kedatangan tiga kelompok tamu. Kelompok pertama mengadukan perihal kekeringan. Kelompok kedua perihal berkurangnya rezeki serta harta. Kelompok terakhir karena belum hadirnya keturunan. Imam Hasan al-Basri menjawab semua permohonan tersebut dengan surat Nuh ayat 10 sampai 12 yang memerintahkan kita untuk beristigfar atau memohon ampunan.

”..Maka, aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Mahapengampun’. Niscaya Dia akan mengirim hujan kepadamu dengan lebat. Dan, membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh 10-12).

Ada empat keutamaan istigfar yang terkandung dalam tiga ayat di surat Nuh ini, antara lain:

Pertama, orang yang rajin beristigfar tidak akan mengalami kekeringan. Allah SWT mengirimi mereka hujan yang lebat, yang tidak menimbulkan banjir, tapi justru menambah sumber air.

Kedua, dengan beristigfar, Allah SWT akan mengucuri banyak harta kepada kita.

Ketiga, Allah SWT akan memberikan keturunan.

Keempat, Allah SWT akan memberikan kepada kita kebun dan sungai-sungai dengan pemandangan alam yang sangat indah.

Beristigfar, dapat dijelaskan dengan sebuah alur logika sebab-akibat yang kuat. Pertama, beristigfar ‘memaksa’ kita untuk melakukan evaluasi dan introspeksi. Faktanya, orang yang berani mengevaluasi dirinya, insya Allah, akan menemukan penyebab berbagai masalah. Tentu, sekaligus bersama dengan solusinya.  Sebagai contoh, kekeringan terjadi mungkin akibat siklus ekologi yang terganggu. Kondisi kesulitan harta, mungkin akibat kita belum maksimal mencarinya, kurang cerdas, atau prosesnya tidak halal. Belum hadirnya anak, mungkin karena adanya gangguan kesehatan, stres, atau faktor genetika. Kedua, istigfar mengandung komitmen untuk berubah ke arah yang lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan. Beristigfar mengundang komitmen untuk melaksanakan perbaikan dan mencoba sampai berhasil. Tanpa komitmen, istigfar dan bertobat dianggap tidak sah. Para ulama menyebutkan tiga rukun bertobat, yaitu penyesalan, berhenti dari kesalahan, dan tidak mengulangi lagi. Ibnu Qoyyim menambah muhasabah atau melakukan evaluasi sebagai bagian dari bertobat.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menggunakan filosofi tobat dalam mencari solusi, yakni evaluasi, komitmen, doa, dan istigfar (EKDI). Insya Allah kita akan menemukan solusi dan menggapai karunia Allah SWT yang berlimpah.

 

Khutbah II

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *