Strategi Pembelajaran Masa Covid-19

STRATEGI EMBELAJARAN PADA MASA PANDEMI COVID-19

 Prof. Dr. H. A. Rusdiana, Drs., MM.

Disusun sebagai bahan untuk disampaikan pada Seminar Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Prodi Magiter Manajemen Pendidikan Islam PPs UIN Sunan Gunnung Djati Bandung 14 Otober 2021

 

PENDAHULUAN

Wabah Covid-19 memang memberikan dampak yang signifikan terhadap pola dan proses pembelajaran. Dahulu lazim pembelajaran dilakukan secara tatap muka di dalam ruangan, kini pembelajaran dilakukan secara dalam jaringan (daring) dengan ruangan atau tanpa ruangan sekalipun.  Pembelajaran seperti ini memang pada awalnya tidaklah dikehendaki oleh siapapun, namun secara mau tidak mau, semua orang harus menyadari kondisi ini dan ikut melaksanakan pembelajaran yang demikian. (Fitriyani et al., 2020).  Memang tidaklah mudah untuk beradaptasi, dibutuhkan beberapa waktu untuk dapat merubah kebiasaan yang selama ini telah diterapkan, agar dapat terampil dengan sistem dan pola pembelajaran yang baru. (M. Lubis et al., 2020).

Perubahan sistem pembelajaran dari yang sebelumnya tatap muka menjadi daring, tentu berdampak hal lainnya, termasuk dalam hal ini strategi pembelajaran yang digunakan. Selama ini strategi pembelajaran tentu yang selalu melibatkan fisik, pikiran secara individu, bahkan juga dapat dilakukan secara berkelompok. Namun strategi pembelajaran yang demikian tentu tak dapat lagi diterapkan, sebab situasi, kondisi, dan aturan yang ada memaksa strategi demikian tak dapat diterapkan. Pada masa wabah ini hampir-hampir tak terlihat diterapkannya strategi yang demikian. (Syah, 2020).

Penerapan strategi pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi atau pada tingkat mahasiswa memang bukanlah hal yang sangat perlu di khawatirkan, sebab pada taraf ini mahasiswa dianggap usia yang sangat mampu beradaptasi, dan usia yang sangat mampu untuk belajar secara mandiri. (Kholidah, 2010). Akan tetapi walaupun demikian, tidak semua mahasiwa dapat mengerti kebutuhan kompetensi mereka, sehingga kerap sekali strategi pembelajaran yang dipilih dan diterapkan oleh mahasiswa malah tidak memberikan efek terhadap peningkatan kompetensi dirinya sendiri. (Firman, 2020) & (R. R. Lubis & Nasution, 2017).

Strategi pembelajaran yang baik tentu strategi yang mampu memfasilitasi dan memberikan ruang kepada peserta didik seluas-luasnya untuk mengembangkan seluruh domain kompetensinya, mulai dari kognitif, afeftif, psikomotori, hardskill dan soft skill mahasiswa. namun tentu di tengah situasi dan kondisi seperti  ini  para  dosen  harus  terus  berupaya  untuk  menjaga  kualitas  dan kompetensi mahasiswa agar tidak menurun dan tetap terjaga pencapaian pembelajaran  sebagaimana ayang tertuang  dalam  perencanan  pembelajaran. Untuk  itulah  strategi  pembelajaran  harus  tetap  menjadi  perhatian  serius  para dosen, mengingat tidak ada jalan lain selain melaksanakan pembelajaran jarak jauh berbasis daring. (Ningrum, 2009) & (Damanik, 2015).

Semenjak ditetapkan pemerintah bahwa pembelajaran dilaksanakan secara jarak jauh, UIN SGD Bandung sebagai lembaga pendidikan Tinggi keagamaan Islam Negeri di kota Bandung menyahuti kebijakan pemerintah tersebut dengan menerapkan  pembelajaran secara  totalitas dilaksanakan  secara dalam jaringan. Efek  dari  pembelajaran  jarak  jauh  tentu  banyak  alternative  strategi  yang diterapkan   oleh   dosen-dosen   untuk   tetap   melaksanakan   fungsinya   sebagai pengajar. Strategi yang ditetapkan tentu diupayakan bagaimana mahasiswa tetap erasakan pembelajarn yang sensasinya sama walupun strateginya berbeda.

Dalam kondisi seperti ini tentu masing-masing dosen memiliki cara tersendiri untuk  mengalihkan atau merubah  strategi  pembelajaran  yang  sesuai dengan kondisi dan pengembangan kemampuan mereka. Ragam strategi itulah yang kemudian akan menjadi pembahasan dalam kajian, namun fokusnya pada bidang pendidikan tinggi, yakni pada tingkat mahasiswa. analisis terhadap ragam tersebut dilakukan di UIN SGD Bandung, atau dengan kata lain dalam kajian ini akan melihat bagaimana kreativitas dan inovasi para dosen dalam mengoptimalkan pembelajarannya di  situasi  dan  kondisi  merebaknya  wabah Covid-19.

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran

1.   Makna dan Hakikat Strategi

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, strategi  diartikan sebagai  rencana  yang cermat mengenai  kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. (Indonesia, 2008).  Strategi dapat dimaknai  sebagai cara yang dilakukan oleh sesorang atau organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya yang dimikinya. (Rusdiana & Nasihudin, 2019).

Di bawah ini akan di kemukakan pengertian strategi menurut beberapa ahli:

Johnson and Scholes, Strategi merupakan arah serta ruang lingkup sebuah organisasi dalam   jangka   panjang   yang   mencapai   keuntungan   bagi organisasi melalui konfigurasi sumber daya dalam lingkungan yang menantang, Agar memenuhi keperluan pasar  serta  melengkapi harapan pemangku kepentingan.

Wright, Stretegi merupakan suatu alat atau tindakan yang digunakan oleh manajemen untuk mencapai kinerja yang konsisten dengan misi dan tujuan organisasi.

Stephanie K. Marrus, Strategi merupakan suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai  penyusunan  suatu  cara  serta  upaya  bagaimana agar tujuan tersebut bisa dicapai. (dalam Siburian, 2009)

Jika strategi dikaitkan dengan pembelajaran, maka “strategi pembelajaran merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber dan menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar”. (Rusman & Pd, 2012).

Degeng memberikan dua batasan istilah untuk strategi pembelajaran, yaitu strategi makro dan strategi mikro. Strategi makro adalah  rencana  untuk  menata  urutan  keseluruhan  isi  bidang studi.  Sedangkan strategi mikro adalah untuk menata urutan sajian, suatu konsep, prinsip atau prosedur. (Degeng dalam Sudana, 1989).

Suatu strategi pembelajaran wajib dimiliki para pendidik dan calon pendidik, sebab strategi pembelajaran sangat menentukan pantas atau tidaknya menjadi seorang pendidik. Sedangkan dalam proses pembelajaran membutuhkan berbagai keahlian, seni dan ilmu yang berguna untuk menyampaikan materi pelajaran kepada para siswa sesuai dengan tujuan efesien dan efektif.

Istilah strategi pembelajaran untuk menjelaskan mengenai langkah urutan proses dan pengaturan konten, menentukan kegiatan belajar dan memutuskan bagaimana menyampaikan konten dan kegiatan. (Dick dan Carey dalam Majid 2012).

Intinya strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

2. Fungsi Strategi Pembelajaran

Ada beberapa fungsi dari strategi pembelajaran adalah:

  1. Sebagai ramuan untuk mengembangkan bahan ajar
  2. Sebagai perangkat criteria untuk mengevaluasi bahan ajar yang telah ada
  3. Sebagai seperangkat criteria dan formula untuk merevisi bahan ajar yang ada
  4. Sebagai kerangka  kerja  untuk  merencanakan  catatan  ceramah  kelas, latihan kelompok interaktif dan penugasan pekerjaan rumah (Elihami & Syahid, 2018).

3. Tujuan dan sasaran Strategi Pembelajaran

Tujuan strategi pembelajaran adalah agar tercapai standar kompetensi kelulusan. Kopentensi kelulusan meliputi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah atau scientific maka diperlukan strategi pembelajaran berbasis menyingkap/penelitian (discovery/inquiry learning) Sedangkan untuk mendorong peserta didik guna menghasilkan karya nyata, baik induvidu maupun kelompok maka strategi penbelajaran berbasis proyek (Project Based learning) sangat ditekankan. (Kurikulum 2013).

Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dikembangkan dalam kurikulum 2013, pata tabel 1 berikut:

Tabel: 1 Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan: Sasaran PBM

Sumber: dikembangkan dari panduan Krikulum 2013

4. Pemilihan dan penetapan Strategi Pembelajaran

Pemilihan strategi pembelajaran tidak terlepas dari kurikulum yang digunakan dan karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik terutama terkait dengan pengalaman awal dan pengetahuan peserta didik, minat peserta didik, gaya belajar peserta didik dan perkembangan peserta didik. Secara teknis, strategi pembelajaran adalah metode dan prosedur yang ditempuh oleh siswa dan guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional berdasarkan materi pengajaran tertentu dan dengan bantuan unsur penunjang tertentu pula. Dalam hal ini, Twelker (dalam Janah, 2012), mengemukakan bahwa pada dasarnya strategi pembelajaran mencakup empat hal, yaitu:

  • Penetapan tujuan pengajaran.
  • Penetapan sistem pendekatan pembelajaran.
  • Pemilihan dan  penetapan  metode,  teknik  dan  prosedur
  • Penetapan alat, media, sumber dan fasilitas pengajaran
  • Penetapan langkah-langkah strategi pembelajaran
  • Pengaturan kegiatan pembelajaran dan pengelolaan waktu;
  • Penetapan kriteria keberhasilan PBM dari dan dengan evaluasi yang akan digunakan;

Sehubungan dengan penetapan strategi pembelajaran, ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan, yaitu:

  • Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
  • Memilik sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
  • Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
  • Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan   evaluasi hasil   kegiatan   belajar   mengajar   yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruha. (R. R. Lubis, 2016).

B.Karakteristik Pembelajar dan Pembelajaran di PT dalam Persefektif Psikologi

1.  Siapa Pembelajar di PT ?

Pembelajaran di PT, identik dengan pembelajaran orang Dewasa yang notabene rata-rata berusia antara 18-20 ke atas dalam teori pendidikan disebut Andragogi. Andragogi berasal  dari bahasa Yunani yang berarti  mengarahkan  orang dewasa dan  berbeda dengan  istilah yang lebih  umum  digunakan, yaitu pedagogi yang asal katanya berarti mengarahkan anak-anak. Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros (manusia)  agoo (menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya.

Istilah andragogi telah digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara pendidikan yang diarahkan diri sendiri dengan pendidikan melalui pengajaran oleh orang lain. Andragogi adalah konsep pembelajaran orang dewasa yang telah dirumuskan dan diorganisasikan secara sistematis sejak tahun 1920. Pendidikan orang dewasa adalah suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Bagi orang dewasa belajar berhubungan  dengan  bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk  bertanya dan mencari jawabannya. (Hiryanto, 2017).

Orang dewasa sebagai peserta didik sangat unik dan berbeda dengan anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran orang dewasa akan berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai dan materi ajar sangat dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya. Permasalahan perilaku yang sering timbul dalam program pendidikan orang dewasa  yaitu  mendapat  hal  baru,  timbul  ketidaksesuaian  (bosan),  teori  yang muluk (sulit dipraktikkan), resep/petunjuk baru (mandiri), tidak spesifik dan sulit menerima perubahan.

2.  Kebutuhan Belajar Orang Dewasa

Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya  dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengembangankan  pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang, dan berkesinambungan.

Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini, sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan produktivitas yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar, sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih ke arah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih masih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya. Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan yang fundamental, penulis mengacu pada teori Maslow tentang piramida kebutuhan sebagai berikut:

Gambar 2: Piramida kebutuhan Maslow

Sumber: Lunandi (1987)

Gambar 1, di atas mengidikasikan bahwa, setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan), sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanaan, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu rasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri. Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan jati dirinya membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/ pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus diciptakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan. Menurut Lunandi (1987) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah: Apa yang dipelajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari suatu. pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar atau pelatih atau penceramah dalam pertemuan itu.

2. Teori dan Asumsi Pembelajan Orang Dewasa

Knowles 1979 dalam (Malik, 2008), menjelaskan tentang teori belajar orang dewasa yang diungkapkan dalam empat postulat:

  • Orang dewasa  perlu   dilibatkan dalam perencanaan dan  evaluasi dari pembelajaran yang mereka ikuti (berkaitan dengan konsep diri dan motivasi untuk belajar).
  • Pengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah) menjadi dasar untuk aktivitas belajar (konsep pengalaman).
  • Orang dewasa paling berminat pada pokok bahasan belajar yang mempunyai relevansi langsung dengan pekerjaannya atau kehidupan pribadinya (Kesiapan untuk belajar).
  • Belajar bagi orang dewasa lebih berpusat pada permasalahan dibanding pada isinya (Orientasi belajar).

Selanjutnya, Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut:

  • Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
  • Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
  • Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Selajan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.
  • Asumsi keempat, bahwa anak-anak sudah dikondisikan untuk memiliki orientasi belajar yang berpusat pada mata pelajaran (subject centered orientation) karena belajar bagi anak seolah-olah merupakan keharusan yang dipaksakan dari luar. Sedang orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan (problem-centered-orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.

Dalam aplikasinya Teori Knowles di atas didukung pula oleh Taksonomi Bloom “Model Pembelajaran”: yang mengisaratkan bahwa “dalam mengajar harus merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran itulah yang akan kita jadikan sebagai tolak ukur dari hasil belajar siswa. Taksonomi Bloom dapat membantu para pendidik untuk mengetahui sampai dimana tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat dievaluasi dan ditingkatkan menjadi lebih baik lagi dan atau dinaikkan lagi setingkat lebih tinggi dari semula.

Adapun taksonomi Bloom berdasar area atau ranah adalah: Ranah Kognitif terdiri dari Pengetahuan (Knowledge); Pemahaman (Comprehension); Penerapan (Application); Analisa (Analysis); Sintesa (Syntesis); Evaluasi (Evaluation), Ranah Afektif terdiri dari Penerimaan (Receiving) Partisipasi (Responding); Penilaian/Penentuan Sikap (Valuing); Organisasi (Organization); Pembentukan Pola Hidup (Characterization By A Value Or Value Complex), Ranah Psikomotorik terdiri dari Persepsi (Perception); Kesiapan (Set); Gerakan Terbimbing (Guided Response); Gerakan yang Terbiasa (Mechanical Response); Gerakan Yang Kompleks (Complex Response); Penyesuaian Pola Gerakan (Adaptation); Kreativitas (Creativity). (Ratnawilis. 2006).

Kedua teori di atas, telah menginpirasi dibangunnya e-Knows, UIN Bandung, dengan mengemban misi: knowledge, aplikasi, evaluasi, partisipasi, gerakan terbimbing, kreativitas. (Cecep . N A. 2021).

3. Efektifitas Belajar Orang Dewasa

Orang dewasa belajar akan lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif lagi kalau dapat juga mengerjakan. Komposisi kemampuan tersebut dapat dilukiskan ke dalam piramida belajar (pyramida of learning) seperti terlihat dalam Gambar 1, berikut:

Gambar 1: Piramida Belajar Orang Dewasa

Sumber: Lunandi (1987:  29)

Dari gambar di atas tampak bahwa pada ceramah peserta hanya mendengarkan. Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan adalah seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan akan menjadi paling efektif.

4. Implikasi Pembelajaran Orang Dewasa

Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa seperti telah dijelaskan di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pendidikan dengan langkah-langkah strategis sebagai berikut:

  • Menciptakan suatu struktur untuk perencanaan bersama. Secara ideal struktur semacam ini seharusnya melibatkan semua pihak yang akan terkenai kegiatan pendidikan yang direncanakan, yaitu termasuk para peserta kegiatan belajar atau siswa, guru atau fasilitator, wakil-wakil lembaga dan masyarakat.
  • Menciptakan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa belajar. Adalah sangat penting menciptakan iklim kerjasama yang menghargai antara guru dan siswa. Suatu iklim belajar orang dewasa dapat dikembangkan dengan pengaturan lingkungan phisik yang memberikan kenyamanan dan interaksi yang mudah, misalnya mengatur kursi atau meja secara melingkar, bukan berbaris-berbaris ke belakang. Dosen lebih bersifat membantu bukan menghakimi.
  • Diagnosa sendiri kebutuhan belajarnya. Diagnosa kebutuhan harus melibatkan semua pihak, dan hasilnya adalah kebutuhan bersama.
  • Formulasi tujuan. Agar secara operasional dapat dikerjakan maka perumusan tujuan itu hendaknya dikerjakan bersama-sama dalam deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas.
  • Mengembangkan model umum. Ini merupakan aspek seni dari perencanaan program, dimana harus disusun secara harmonis kegiatan belajar dengan membuat kelompok kelompok belajar baik kelompok besar maupun kelompok kecil.
  • Perencanaan evaluasi. Seperti halnya dalam diagnosa kebutuhan, dalam evaluasi harus sejalan dengan prinsip-prinsip orang dewasa, yaitu sebagai pribadi dan dapat mengarahkan diri sendiri. Maka evaluasi lebih bersifat evaluasi sendiri atau evaluasi.
  • Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsip-prinsip atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa.

Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih benyak tergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara mengajar terhadap mahasiswa. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum dengan menggunakan andragogi akan banyak lebih dikembangkan dengan menggunakan pendekatan andragogi ini.

C. Strategi Pembelajaran Masa Covid-19

Selama masa pandemic Covid-19 para guru/dosen dituntut mengubah haluan belajarnya terutama dalam hal perubahan strategi pembelajaran. Sebelum masa pandemic Covid-19 pembelajaran lazimnya dilakukan dengan strategi seminar kelas, diskusi, mini riset, crtical book review dan critical journal Review. (mengacu pada kebijkan kurikulum 2012). Ketika wabah Covid-19 datang ragam strategi sebagaimana yang telah disebutkan itu sebagain tidak lagi dapat diterapkan, sebab kondisi tidak dapat memungkikan untuk bertemu secara tatap muka, karena ada larangan dari pemerintah, sehingga sebagian strategi tersebut tidak lagi dapat digunakan sebagaimana biasanya. Dengan tidak mengurangi nilai kebijakan kurikulum 2013, dalam kontek ini, menjadi strategi induk dan strategi pengembangan.

1.  Strategi Induk

Bila dilihat dari penyajiannya strategi pembelajaran dalam kebijakan kurikulum 2013, dibagi 2 yaitu induktif dan deduktif. Strategi pembelajaran ini sifatnya konseptual. Strategi atau model pembelajaran ini bisa diimplementasikan dengan bentuk metode pembelajaran yang nyata. Metode pembejaran yang bisa dipilih dari konsep strategi pembelajaran adalah: (a) ceramah, (b) diskusi kelompok, (c) demonstrasi, (d) simulasi, (d) pengalaman lapangan, (d) mind mapping, dan (e) drama, dan lain-lain.

Dalam kebijakan kurikulum 2013 strategi pembelajaran, ditentukan pada 5 strategi yaitu: (a)  Strategi discovery Learning (DL) (Menyingkap Pembelajaran); (b) Strategi Inkuiri Learning (IL) (Penyelidikan Pembelajaran); (c) Strategi Problem Based Learning (PBL) (Pembelajaran berbasis masalah); (d) Strategi Project Based Learning (PBL) (Pembelajaran Berbasis proyek); dan (e) Strategi Saintifik Learning (SL) (Pembelajaran Ilmiah).

a. Strategi discovery Learning (Menyingkap Pembelajaran)

Strategi discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri

b. Strategi pembelajaran berbasis Inquiri

Strategi Inkuiri Learning didefinisikan oleh Piaget (Sund dan Trowbridge, 1973) sebagai: Pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.

Metode Inkuiri menurut Sumantri M. Dan Johar Permana (2000:142) adalah cara penyajian pelajaran dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Metode Inkuiri memungkinkan para peserta didik menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya, karena Metode Inkuiri melibatkan peserta didik dalam proses-proses mental untuk penemua suatu konsep berdasarkan informasi-informasi yang diberikan guru/doden. Jadi Metode Inkuiri adalah pelaksanaan belajar mengajar dengan cara siswa mencari dan menemukan konsep sendiri atau bantuan dari guru dalam bentuk bahan ajar. Dalam pelaksanaan pembelajaran diperlukan suatu lingkungan yang terkondisi dan memadai untuk dapat mewujutkan suatu kegiatan yang kondusif.

Strategi pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar pada mata kuliah manajemen pendidikan, alternatifnya adalah strategi pembelajaran inkuiri (Sanjaya, 2013). Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antar guru dan siswa. Hal ini masih bisa diterapkan dalam assigment LMS.

c. Strategi Problem Based Learning (Pembelajaran berbasis masalah)

Strategi Problem Based Learning (PBL) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,1995). Hal ini masih bisa diterapkan dalam assigment LMS, dengan sumber bahan ajar.

d. Strategi Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis proyek)

Strategi Project Based Learning adalah pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar yang tersedia dalam bahan ajar. Hal ini masih bisa diterapkan dalam assigment LMS.

e. Strategi Saintifik Learning (Pembelajaran Ilmiah)

Strategi Saintifik Learning adalah Proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar  peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”  (Abdul Kodir, 2019). Hal ini masih bisa diterapkan dalam assigment LMS.

Jika keenam langkah itu dilaksanakan secara rigid akan membutuhkan waktu yang lama dan banyak tenaga, ini bisa menjadi kendala tersendiri bagi guru/dosen ketika akan menerapkan strategi pembelajaran ini. Oleh karena itu guru/dosen harus mengatur kegiatan pembelajaran sedemikian rupa, agar waktu yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik mungkin.

2.Strategi Pengembangan: Alternatif Pembelajaran pada masa Pandemi Covid-19

Mengantisipasi agar pembelajaran tetap berjalan secara optimal walaupun di tengah kondisi dan situasi yang sulit, para dosen dituntut untuk melakukan eksplorasi untuk menggali ragam  strategi  alternatif yang  dapat  diterapkan  dalam  kondisi  yang demikian. Dalam kajiannya Lubis, dkk. (2020), memberikan beberapa alternatif  strategi sbb.:

a. Strategi pembelajaran berbasis Penugasan (Resitasi)

Strategi pembelajaran ini berbentuk penugasan kepada mahaisiswa seperti penugasan meresume, atau membuat sinopsis dari beberapa buku referensi perkuliahan. Strategi ini memang di anggap yang lebih memudahkan dosen untuk memastikan mahasiswanya mau membaca dan mencari referensi perkuliahan terkait dengan topik yang sedang di bahas. Selain itu penugasan ini dapat tidak mesti dilakukan secara berkelompok, akan tetapi dapat dilakukan secara individu.

Dari sisi komptensi strategi penugasan mampu meningkatan kompetens kognitif mahasiswa, karena dalam hal ini mahasiswa melibatkan kegiatan membaca, memahami, menghafal, bahkan sampai pada tingkat menaganalisis bacaan yang menjadi tugas mereka. Namun lazimya strategi pembelajaran ini diterapkan pada mata kuliah yang sifatnya teoritis, sedangkan mata kuliah yang sifatya berbasis praktikum sangat jarang bahkan hampir dikatakan tidak terdapat seorangpun dosen pengampu mata kuliah praktikum menggunakan strategi pembelajaran berbasis penugasan.

Bentuk penugasan yang diberikan dosen seperti penugasan makalah incividu, penugasan resume, penugasan membaca dan memahami materi perkuliahan, penugasan berupa soal-soal esay test dan pilihan berganda. Bentuk penugasan ini memang tidaklah sepenuhnya dapat menggantikan sistem pembelajaran seminar kelas yang selama ini diterapkan pada pembelajaran tatap muka, akan tetapi paling tidak para dosen berharap bahwa penugasan dapat mewakili peran  guru/dosen   yang   tidak   dapat melaksanakan   pertemuan   dengan mahasiswa.

b. Strategi Pembelajaran berbasis Projek

Pembelajaran berbasis proyek memang secara aspek kompetensi meningkatkan kompetensi  pengetahuan,  sikap  dan  keterampilan  mahasiswa. Proses  memahami,  lalu kemudian  menuangkannya  pada  tulisan  akan meningkatkan kompetensi kognitif mahasiswa. Sikap kesabaran, ketelitian, dan kedisiplinan dalam mengerjakan tugas berbasis proyek akan meningkatkan kompetensi sikap atau attitude  mereka. Sedangkan aktivitas mencari referensi, menerapkan  uji  coba  dan  aktivitas sejenis  meningkatkan kemampuan psikomotorik mahasiswa.

Strategi pembelajaran berbasis proyek juga menjadi alternatif strategi pembelajaran di Masa Pandedemi Copid-19. Strategi pembelajaran diterapkan khususnya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal menintegrasikan pemahaman konseptual mereka. Strategi pembelajaran ini memang lazimya dilakukan sebelum merebaknya wabah, dan sesudah merebaknya wabah. Hanya saja ketika telah terjadi adanya pandemic, strategi pembelajaran ini dilakukan dengan metode jarak jauh dan dalam sistem dalam jaringan (daring).

Strategi   pembelajaran   berbasis  proyek   memang lazimnya digunakan di Akhir perkuliahan, dan ia tidak menjadi tugas rutinitas, akan tetapi menjadi tugas dalam jangka waktu per semester. Dan strategi pembelajaran ini tidak diberikan untuk materi yang sifatnya part content akan tetapi diterapkan untuk materi yang sifatnya kompleks.

Jenis penugasan untuk strategi ini, sebagaimana yang penulis amati ialah penugasan membuatan media pembelajaran, pnulisan artikel jurnal, pembuatan handbook dan sebagainya. Strategi ini lazimnya ditugasan diawal perkuliahan dan di minta untuk dikumpul pada akhir semester. Durasi pengumpulan tugas yang lama itu menunjukkan bahwa tugas proyek yang diberikan membutuhkan waktu dan proses pengerjaan yang lama dan bahkan biasanya tidak bisa dapat dikerjakan oleh individu, melainkan harus dikerjakan dalam bentuk kelompok. Diterapakan di LMS

c. Strategi Pembelajaran berbasis Literasi

Strategi pembelajaran berbasis literasi maksudnya dalam hal ini ialah strategi pembelajaran yang fokusnya pada pelibatan siswa pada aktivitas literasi, yakni membaca, dan menulis.

Ada dua model yang dapat,  literasi dalam  bentuk  review  dan  literasi  dalam bentuk  produksi: (a)Literasi dalam bentuk review sebagaimana yang penulis amati ditampilkan dalam kegiatan Critical Book review (CBR), Critical Journal Review (CJR). Kegiatan CBR di lakukan dalam bentuk mereview buku-buku referensi perkuliahan, dan dalam hal ini biasanya di tetapkan oleh dosen masing-masing, dan begitu juga dengan CJR dilakukan  dalam  bentuk  mereview  journal  yang  relevan  dengan materi perkuliaha Baik CBR dan CJR biasanya dilakukan dengan limit waktu sampai pertengahan perkuliahan, ia juga tidak termasuk tugas rutin yang biasanya dikerjakan setiap hari, akan tetapi dikerjakan pada limit waktu yang ditentukan saja. (b) Literasi dalam bentuk produksi  dalam  hal  ini ditampilkan dengan kegiatan menulis sebuah karya ilmiah, dan biasanya dalam hal ini sebagaimana yang penulis amati, karya ilmiah yang di tulis berbentuk opini atau essay. Kegiatan literasi berupa penulisan karya ilmiah ini memang tidak lazim dilakukan saat pembelajaran tatap muka sebelum masa pandemi, akan tetapi kegiatan  ini  menjadi strategi  alternatif yang kerap  diterapkan  beberapa  dosen untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa terutama dalam penguasaan dan pencapaian tujuan pembelajara (R. R. Lubis et al., 2020:9).

Strategi pembelajaran berbasis literasi kerap dilakukan oleh sebagian dosen pada rencana pembelajaran semester RPS, tetapi, tidak tertera secara detail bagaimana langkah-langkah pelaksanaan strategi pembelajaran literasi di rencana pembelajaran semester tersebut. Langkah-langkahnya karena tidak ada ketentuan khusus, sepenuhnya  kepada dosen  pengampu  mata kuliah.

d. Strategi Pembelajaran Webinar (diskusi dan tanya jawab online)

Seminar lazimnya dilakukan dengan cara mempresentasikan makalah di depan kelas dan dihadapan dosen bersama dengan mahasiswa lain.  Namun di tengah masa pandemi ini seminar dilakukan dengan tahapan seperti: (1) mahasiswa di perintahkan untuk menulis makalah sebagaimana langkah-langkah dan ketentuan yang telah ditetapkan, (2) Makalah yang telah selesai lalu kemudian di share kepada dosen dan kepada teman melalui group whats app  yang telah di buat sebelumnya (3) Mahasiswa lantas secara masing-masing mengupload video presentasinya di youtube (4) membagikan linknya kepada teman dengan cara share link ke group Whatss app, (5) atau langkah ke-4 dpat digantikan dengan cara melakukan video call bersama dengan teman-teman menggunakan aplikasi zoom, google meet   dan   lainnya,   (5) mahasiswa dan dosen lantas memberikan masukan dan komentar terhadap karya tulis yang telah di buat oleh mahasiswa.

Sebenarnya  apa  yang  penulis amati  memang  tidak  terdapat  perbedaan yang signifikan terhadap model pelaksanaanya, dan bisa dikatakan tidak ada perubahan. Hanya saja perubahannya dalam hal ini, presentasi, diskusi, dan tanya jawab di lakukan secara online. Dalam hal ini memang semua mahasiswa dapat melakukannya, ada beberapa mahasiswa yang tidak dapat melakukannya dikarenakan masalah jaringan dan terkendala paket internet.

e.  Strategi Pembelajaran berbasis Portofolio

Suprananta dan Hatta, 2004 dalam Murdiono (2012), mengidentifikasi makna, istilah dan strategi pembelajaran berbasis portofolio: Istilah portofolio dalam bidang pendidikan hanya dipandang sebagai model penilaian, padahal portofolio dapat berupa metode, media dan evaluasi (Rusdiana, 2019). Portofolio juga dapat digunakan sebagai alat pengajaran. Portofolio mengharuskan siswa untuk mengoleksi dan menunjukkan hasil kerja mereka. Hasil kerja yang dikumpulkan biasanya adalah hasil kerja yang terbaik dan menunjukan kemajuan prestasi dalam belajar. Portofolio berfungsi untuk mengetahui perkembangan pengetahuan siswa dan kemampuan dalam mata pelajaran tertentu. Strategi pembelajaran berbasis portofolio dapat memberikan bahan tindak lanjut dari pekerjaan yang telah dilakukan siswa sehingga pendidik dan siswa berkesempatan untuk megembangkan kemampuannya.

Adapun langkah-langkah strategi pembelajaran berbasis portofolio antara lain dalah: (a) mengidentifikasi masalah: (b) memilih masalah untuk kajian kelas; mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji; (c) mengembangkan portofolio kelas; (d) menyajikan porto-folio; (e) refleksi pengalaman mengajar.

Jika keenam langkah itu dilaksanakan secara rigid akan membutuhkan, pikiran dan waktu dan banyak tenaga, ini bisa menjadi kendala tersendiri bagi guru/dosen ketika akan menerapkan strategi pembelajaran ini. dikarenakan tidak jarang para doosen yang meiliki bahan ajar. Oleh karena itu guru/dosen harusmenyediakan tenga ekstra untuk memiliki bahan ajar yang lenkap. Juga mengatur kegiatan pembelajaran sedemikian rupa, agar waktu yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik mungkin.

D. Kendala yang dihadapi dalam penerapan strategi pembelajaran

Dalam pembelajaran yang dilakukan secara daring ini memang meninggalkan banyak kendala, seperti di paparkan di bawah ini:

1. Kendala jaringan dan paket internet

Kendala ini kerap di alami bahkan hampir bisa di katakana di alami oleh semua  dosen,  dan  mahasiswa.  Sehingga  memang tidak  dapat  juga  di  berikan sanksi bagi mahasiswa yang tidak aktif atau bahkan tidak datang sama sekali, sebab permasalahan ketidakhadiran atau ketidak aktifan disebabkan karena permasalahan jaringan dan paket internet yang selalu melanda dosen dan mahasiswa. Permasalahan jaringan ini kadang kala sampai menghabiskan waktu pembelajaran mahasiswa, sehingga tak jarang dari waktu perkuliahan  lebih banyak dihabiskan untuk permasalahan teknis jaringan dan sinyal.

Dalam permasalahan ini juga tak jarang para dosen sulit untuk melakukan penilaian terhadap aktivitas diskusi online mahasiswa sebab mahasiswa tersebut terkadang tidak sepenuhnya mengikuti perkuliahan, hal ini lagi-lagi dikarenakan permasalahan jaringan, dan sinyal. Terlebih-lebih lagi posisi mahasiswa berada pada kejauhan, ada yang masih berada di kampung halaman, artinya tidak semua berada di pusat kota. Tentu saja sinyal untuk berada pada tingkat pedesaan susah untuk terdeteksi.

2. Kesulitan dalam penerapan langkah-langkah pembelajaran

Karekteristik  dari  strategi  pembelajaran  dengan  bukan  strategi pembelajaran ialah adanya langkah-langkah pembelajaran. Langkah-langkah ini yang membuat aturan dan sistematisasi pembelajaran. Langkah-langkah ini mungkin tidak ada masalah dalam penerapannya selama pembelajaran tatap muka hanya saja langkah-langkah ini tidak mudah untuk diterapkan pada masa pembelajaran online. Sebab ada beberapa langkah yang tidak bisa diterapkan pada kegiatan secara online. Seperti misalnya pada penerapan strategi pembelajaran literasi, di mana mahasiswa biasanya mengunjungi perpustakaan untuk mencari referensi akan tetapi tidak dapat dilakukan sebab dalam kondisi seperti ini perpustakaan sedang tutup.

3. Kesulitan dalam melakukan Komunikasi dalam pembimbingan

Strategi pembelajaran mungkin dapat terlaksana walaupun harus dengan beberapa permasalahan, akan tetapi dalam hal membimbing mahasiswa tentu memerlukan waktu dan saling pemahaman antara dosen dan mahasiswa terkait dengan strategi pembelajaran yang telah di sepakati. Karena kondisi jarak jauh yang tidak memungkinkan untuk bertemu dalam hal ini kadang kala sering terjadi Mis komunikasi, sehingga membuat strategi pembelajaran terkadang tidak terlaksana sebagaimana yag tercantum pada RPS.

PETUTUP

Strategi pembelajaran memang sesuatu yang harus ada dalam sebuah pembelajaran   termasuk   pada   pendidikan   tinggi. Adanya   wabah   Covid-19 memaksa para dosen untuk merubah strategi pembelajaran yang selama ini telah mereka  terapkan,  beberapa  strategi  pembelajaran  tersebut  di  antaranya  ialah strategi pembelajaran berbasis inquiri, penugasan, strategi pembelajaran berbasis proyek, strategi pembelajaran berbasis literasi, diskusi online. Namun dari penerapannya di hadapai beberapa kendala yakni sebagai berikut: kendala jarngan dan paket internet, kesulitan dalam penerapan langkah-langkah pembelajaran, kesulitan dalam melakukan pembimbingan terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan strategi yang diterapkan.

Namun bagaimana pun para dosen dan mahasiswa sudah  beruapaya  dalam melaksanakan  pembelajaran  dengan sistem jarak jauh dan berbasis online, dan hingga sekarang pembelajaran sudah berlangsung hingga satu semester lamanya, dan tanpa kedali yang begitu signifikan.

Secangih apapun strategi pembelajaran dipersiapkan oleh dosen tanpa didukung dengan bahan ajar dan media yang memadai, komunikasi yang efektif dan kerjasama yang solid dengan mahasiswa, tidak akan menghasilkan apa-apa. Intinya strategi pembelajaran harus dibangunn dan dikerjakan bersama oleh dosen dan mahasiswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kodir (2019)  Pembelajaran Saintifik. Bandung: Pustaka Setia

Ahmad Rusdiana (2019) Penilaian Autentik. Bandung: Pustaka Setia

Ahmad Rusdiana& Nsihudin  (2019) Perencanaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia

Cecep Nurulalam, Wawancara Filosofi dasar Pengembangan LMS: e-Knows (8  Oktober 2021).

Dahara Ratnawilis. (2006). Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran. Bandung. Erlangga.

Damanik, J. (2015). Upaya dan Strategi Pemenuhan Standar nasional Pendidikan. Jurnal Dinamika Pendidikan, 8(3), 151–160.

Degeng,  I. N.  S., & Sudana, N. (1989). Ilmu pengajaran taksonomi variabel. Jakarta: Depdikbud.

Dahara Ratnawilis. (2006). Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran. Bandung. Erlangga.

Elihami, E., & Syahid, A. (2018). Penerapan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Pribadi yang Islami. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2(1), 79–96.

Firman, F. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Pembelajaran di Perguruan Tinggi. BIOMA: Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya, 2(1), 14–20.

Fitriyani, Y., Fauzi, I., & Sari, M. Z. (2020). Motivasi Belajar Mahasiswa Pada Pembelajaran Daring Selama Pandemik Covid-19. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran, 6(2), 165–175.

Hiryanto,  H.  (2017).  Pedagogi,  Andragogi  dan  Heutagogi  Serta  Implikasinya Dala Pemberdayaan Masyarakat Indonesia,. Dinamika Pendidikan, 22(1), 65–71.

Janah, S. F. (2012). Strategi Pembelajaran Yang Digunakan Oleh Guru Pada Kelas   Akselerasi   di   SMP   Negeri   1   Karanganyar   Tahun   Pelajaran 2011/2012.

Kartono, Kartini. (1997). Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nsional: Beberapa Kritik Dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramtra

Kholidah, L. N. (2010). Implementasi Strategi Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Surabaya”.(Disertasi). Disertasi Dan TESIS Program Pascasarjana UM.

Knowles, Malcolm S. (1970). The modern practicsof adult education, andragogy versus pedagogi. New York : Association Press.

Knowles, Malcolm S. (1979). The adult learners: A neglected species. Texas: Gulf Publishing Company Houston.

Lubis,  R.  R.,  Irwanto,  I.,  &  Harahap,  M.  Y.  (2019).  Increasing  Learning Outcomes and Ability Critical Thinking of Students Through Application Problem Based Learning Strategies. International Journal for Educational and Vocational Studies, 1(6), 524–527.

Lubis, M., Yusri, D., & Gusman, M. (2020). Pembelajaran Pendidikan Agama Islam  Berbasis E-Learning (Studi  Inovasi  Pendidik  MTS.  PAI Medan  di Tengah Wabah Covid-19). Fitrah: Journal of Islamic Education, 1(1), 1–15.

Lubis, R. R. (2016). Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Persfektif Islam (Studi Pemikiran Nasih ‘Ulwān Dalam Kitab Tarbiyatul Aulād). Jurnal Tazkiya, 5(2), 1–13. http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya/article/viewFile/83/67.

Lubis, R. R. (2018). Identifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Peserta Didik (Konsep dan Pola Penerapan Dalam Desain Instruksional). Jurnal Hikmah, 15(1), 7.

Lubis, R. R., & Nasution, M. H. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter di Madrasah. JIP (Jurnal Ilmiah PGMI), 3(1), 15–32.

Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.

Malik, H. (2008). Teori Belajar Andragogi Dan Aplikainya Dalam Pembelajaran. Jurnal Inovasi, 5(2). (Februari 2008)

Ningrum,  E.  (2009).  Kompetensi  Profesional  Guru  dalam  Konteks  Strategi Pembelajaran. Bandung: Buana Nusantara.

Rahmat Rifai Lubis. Alternatif Strategi Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19 Di Stai Sumatera Medan.  Jurnal   Ansiru   PAI: (Juni  2020)

Rusadi, Widiyanto, R., &  Lubis,  R. R. (2019).  Analisis Learning And Inovation Skills Mahasiswa Pai Melalui Pendekatan Saintifik Dalam Implementasi: Vol. XIX (Issue 2).

Rusman, D., & Pd, M. (2012). Model-model pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo,

Siburian, P. (2009). Strategi Pembelajaran Keterampilan Dasar Kejuruan. Jurnal Generasi Kampus, 2(1), 93–103.

Syah, R. H. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah,  Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. Salam: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(5), 395–402. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i5.15314

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *