Wawancara Eksekutif Selasa, 28 Oktober 2025 dengan: Prof. Dr. H. A. Rusdiana, MM. Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peraih Nominasi Penulis Opini terproduktitf di Koran Harian Umum Kabar Priangan (15/5/2025). Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wagi Galuh Puseur. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.
“Semangat Sumpah Pemuda 2025 menguji sejauh mana generasi digital mampu memadukan kecerdasan teknologi dengan jiwa nasionalisme yang menumbuhkan persatuan dan kemajuan bangsa”
Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia mengenang momentum bersejarah Sumpah Pemuda sebagai simbol persatuan lintas suku, bahasa, dan daerah. Tahun 2025 menjadi peringatan ke-97 dengan tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu.” Dalam konteks Society 5.0, tantangannya bukan lagi sekadar menguasai teknologi, tetapi bagaimana menumbuhkan karakter kebangsaan di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi.
Secara teoretis, tulisan ini berlandaskan pada Teori Sosial Edukatif (Paulo Freire) yang menekankan kesadaran kritis, serta Teori Modal Sosial (Robert Putnam) yang menyoroti pentingnya jejaring kepercayaan dan kolaborasi untuk pembangunan. Fenomena yang terjadi saat ini adalah adanya gap antara penguasaan teknologi dan internalisasi nilai-nilai kebangsaan di kalangan pelajar, santri, dan mahasiswa.
Melalui pendekatan MICt-MET (Motivation, Innovation, Collaboration, and Transformation–Mindset, Empathy, and Technology), artikel ini bertujuan menggali kembali makna Sumpah Pemuda di era 5.0, sekaligus menjawab tiga pertanyaan kunci dari rekan media Bedanews: nilai edukasi dan patriotisme, kontribusi menuju Indonesia Emas 2045, dan profil pemuda pembangun peradaban bangsa. Inilah Jawabannya:
Pertama: Nilai Edukasi dan Patriotisme di Era 5.0; Nilai edukasi dan patriotisme di era digital menuntut keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan tanggung jawab sosial. Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa cinta tanah air bukan hanya slogan, tetapi komitmen untuk belajar, bekerja, dan berinovasi demi kemajuan bangsa. Dalam era 5.0, nilai patriotisme diterjemahkan ke dalam bentuk konkret: digital ethics, literasi teknologi, dan aksi kolaboratif lintas daerah.
Pelajar dan mahasiswa dapat menggali nilai edukasi melalui pembelajaran berbasis proyek yang menanamkan empati sosial dan kepedulian terhadap masyarakat. Misalnya, program “Santri Digital” atau “Kampus Merdeka Desa Inovatif” menjadi wahana aktualisasi nilai-nilai kebangsaan melalui teknologi. Di sinilah konsep patriotisme produktif bekerja membangun bangsa bukan hanya lewat simbol, tapi juga kontribusi nyata berbasis ilmu dan kreativitas.
Era 5.0 menghadirkan peluang bagi generasi muda untuk menghidupkan kembali semangat “satu nusa, satu bangsa, satu bahasa” dalam ruang digital global. Mereka perlu memahami bahwa nasionalisme tidak menolak globalisasi, melainkan menempatkan identitas Indonesia sebagai kekuatan moral dan budaya di tengah kompetisi dunia.
Kedua: Peran dan Kontribusi Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045; Visi Indonesia Emas 2045 membutuhkan generasi muda sebagai arsitek perubahan. Pemuda harus mengambil peran sebagai inovator, pelopor ekonomi kreatif, dan agen transformasi pendidikan. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, kontribusi pemuda dapat dipetakan dalam tiga ranah utama: pendidikan, ekonomi, dan sosial-budaya.
Pertama, di bidang pendidikan, pemuda menjadi motor penggerak edutech dan lifelong learning. Mereka perlu mengembangkan keterampilan abad ke-21 kolaborasi, komunikasi, kreativitas, dan berpikir kritis. Kedua, dalam ekonomi, pemuda berkontribusi melalui startup sosial dan wirausaha digital yang memberdayakan komunitas lokal. Ketiga, dalam bidang sosial-budaya, pemuda menjaga nilai-nilai Pancasila agar tidak tergerus oleh ideologi transnasional dan pragmatisme global.
Pemerintah dan kampus harus menyiapkan ekosistem kolaboratif berbasis Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi (IBPT) untuk memfasilitasi talenta muda. Dengan itu, setiap inovasi pemuda dapat menjadi solusi konkret terhadap masalah bangsa, dari ketahanan pangan hingga ekonomi hijau. Kontribusi pemuda bukan sekadar partisipasi, tetapi bentuk kepemimpinan kolektif menuju Indonesia yang berdaulat dan berdaya saing.
Ketiga: Sosok Pemuda yang Diperlukan untuk Membangun Peradaban Bangsa; Bangsa besar membutuhkan pemuda visioner, berkarakter, dan kolaboratif. Dalam membangun peradaban bangsa, sosok pemuda ideal bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara moral dan spiritual. Ia memiliki growth mindset, empati lintas budaya, serta kemampuan mengintegrasikan teknologi dengan nilai kemanusiaan.
Sosok ini bisa disebut sebagai “Digital Patriot” mereka yang mengabdi melalui karya, bukan hanya wacana. Ia menjaga integritas dalam literasi digital, menolak ujaran kebencian, dan memanfaatkan teknologi untuk pemberdayaan masyarakat. Dalam bahasa Ki Hajar Dewantara, mereka menjadi “pemimpin yang ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” pemimpin yang memberi teladan, menggerakkan semangat, dan memberdayakan sesama.
Pemuda yang dibutuhkan untuk membangun peradaban adalah mereka yang berpikir global namun berakar lokal. Ia belajar dari dunia, tapi tetap berpihak pada tanah air. Dengan fondasi spiritualitas, kecerdasan sosial, dan literasi digital, mereka menjadi agen sejarah yang melanjutkan cita-cita Sumpah Pemuda: persatuan dalam kemajuan.
Semangat Sumpah Pemuda 2025 menegaskan bahwa patriotisme di era 5.0 harus terwujud dalam etika digital, kolaborasi lintas sektor, dan inovasi sosial. Pemerintah, kampus, dan organisasi kepemudaan perlu memperkuat literasi kebangsaan digital dan ekosistem kewirausahaan pemuda. Pendidikan karakter harus diintegrasikan dengan teknologi agar semangat persatuan tidak hilang di dunia maya.
Pemuda hari ini adalah penjaga peradaban esok. Dengan semangat Sumpah Pemuda, mereka bukan hanya mewarisi masa lalu, tetapi juga menciptakan masa depan. Indonesia Emas 2045 tidak akan lahir dari wacana, melainkan dari aksi kolaboratif, inovatif, dan berjiwa patriotik. Itulah makna sejati menjadi pemuda 5.0. Wallhu A’lam.