Jejaring Akademik vs IPK Tinggi: Kunci Menuju Indonesia Emas?

Wawancara Eksklusif  dengan: Prof. Dr. H. A. Rusdiana, MM. Kelahiran Ciamis, 21 April 1961: Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Bandung. Peraih Nominator Penulis Opini terproduktitf di Koran Harian Umum Kabar Priangan (15/5/2025). Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wagi Galuh Puseur. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. (Kamis, 28 Agustus 2025: 08:10),

“PBAK 2025 menekankan literasi dan ekoteologi. Mana yang lebih menentukan: IPK tinggi atau jejaring akademik dalam membangun karier dan kompetensi global?”

PBAK 2025 UIN Sunan Gunung Djati Bandung berlansung sejak Selasa 26 Aguntus sampai hari Kamis 28 Agustus 2025, menghadirkan tema “Gunung Djati Muda, Penggerak Literasi, Pelopor Ekoteologi Berbasis Rahmatan Lil ‘Alamin”. diikuti oleh 7.310 mahasiswa baru S-1 dari 9 fakultas disambut sebagai bagian dari ekosistem akademik yang menekankan literasi dan kolaborasi. Fenomena ini menegaskan bahwa keberhasilan akademik bukan hanya soal angka di transkrip, melainkan kemampuan membangun jejaring kolaboratif yang produktif. Menurut Wenger, community of practice memungkinkan pembelajaran berkembang melalui interaksi sosial, sementara Vygotsky menekankan social learning sebagai inti penguasaan pengetahuan. Teori Job Demand–Job Resources menegaskan bahwa keterampilan individu akan optimal jika didukung sumber daya berupa kolaborasi dan relasi, karena pekerjaan yang tidak dikerjakan oleh ahlinya hanya menimbulkan ketimpangan kompetensi.

Namun, realitas kampus sering menekankan IPK tinggi sebagai tolok ukur utama, sehingga banyak lulusan memiliki kualifikasi akademik formal tapi minim jejaring. Gap inilah yang menjadi fokus PBAK: mendorong mahasiswa baru membangun branding akademik melalui literasi, ekoteologi, dan kolaborasi lintas fakultas. Maka tulisan ini bertujuan menjawab tiga pertanyaan media Ekpos/Bedanews terkait nilai akademik, peluang strategis untuk Indonesia Emas 2045, dan pesan moral untuk mahasiswa baru. Mari kita elaborasi satu-persatu:

Pertama: Nilai akademik yang bisa digali dari tema PBAK 2025; Tema PBAK 2025 menekankan literasi dan ekoteologi sebagai basis pembelajaran yang holistik. Nilai akademik yang muncul bukan sekadar penguasaan materi, melainkan keterampilan berpikir kritis, menulis, dan meneliti secara kolaboratif. Kolaborasi lintas fakultas menumbuhkan mind match antara teori dan praktik; mahasiswa Tarbiyah dan Sains dapat bersinergi dalam penelitian ekoteologi, sementara Dakwah dan Komunikasi mempopulerkan literasi lingkungan. Melalui community of practice, mahasiswa belajar mengelola proyek penelitian, publikasi, dan diskusi akademik.

Konsistensi menulis di jurnal atau blog literasi meningkatkan kemampuan analisis, orisinalitas, dan komunikasi ilmiah. IPK tinggi tetap penting, namun jejaring akademik memberi konteks global dan keterampilan lunak (soft skills) yang tak tergantikan. Nilai akademik di sini adalah kemampuan menyintesiskan teori, praktik, dan kolaborasi, sehingga lulusan mampu menjadi penggerak inovasi, bukan sekadar pencatat angka.

Kedua: Peluang untuk menghadapi Indonesia Emas 2045; Tema ini membuka peluang strategis bagi mahasiswa untuk mempersiapkan diri menghadapi Indonesia Emas 2045. Pertama, literasi digital dan ekoteologi membekali mahasiswa menghadapi tantangan global di bidang pendidikan, lingkungan, dan spiritualitas. Kedua, jejaring lintas fakultas dan kolaborasi dosen-mahasiswa memungkinkan akses pada penelitian internasional, hibah, dan inovasi berbasis kebutuhan masyarakat.

Peluang lain adalah penguatan branding akademik melalui platform digital: publikasi daring, penelitian inovatif berbasis big data, dan partisipasi dalam komunitas global. Keterampilan ini relevan dengan visi Indonesia Emas, yang membutuhkan generasi muda cerdas spiritual, tangguh digital, dan berdaya saing global. Mahasiswa yang membangun jejaring sejak awal akan memiliki career capital lebih kuat dibanding mereka yang fokus semata pada IPK tinggi, karena jejaring memberi akses pada pengalaman, mentor, dan kolaborasi lintas disiplin yang membentuk kompetensi jangka panjang.

Ketiga: Pesan moral bagi calon mahasiswa baru; Calon mahasiswa baru perlu memahami bahwa keberhasilan akademik sejati melampaui angka IPK. Pesan moralnya adalah: jadilah pribadi yang aktif membangun jejaring, berani berkolaborasi, dan konsisten mengasah literasi. Keterlibatan dalam riset dosen, komunitas belajar, atau proyek lintas fakultas bukan sekadar menambah CV, tetapi membentuk karakter intelektual dan spiritual.

Selain itu, mahasiswa harus menginternalisasi semangat Rahmatan Lil ‘Alamin: integritas, empati, dan tanggung jawab sosial dalam setiap tindakan akademik. Dengan cara ini, mereka tidak hanya menjadi cerdas secara kognitif, tetapi juga matang secara etika dan sosial. Jejaring akademik adalah fondasi moral dan profesional yang membedakan lulusan berdaya saing global dari sekadar pemilik IPK tinggi.

Singkat kata, Branding akademik melalui jejaring dan kolaborasi terbukti lebih tahan lama daripada sekadar IPK tinggi. Kampus perlu memperkuat ekosistem literasi kolaboratif, dosen berperan sebagai fasilitator riset, dan mahasiswa harus proaktif membangun jejaring lintas fakultas maupun global. Investasi dalam jejaring akademik adalah strategi jangka panjang untuk menghadapi kompetisi global dan menyongsong Indonesia Emas 2045.

Jejaring akademik dan kolaborasi adalah warisan kompetensi yang terus tumbuh sepanjang karier. IPK bisa pudar, tetapi jejaring yang dibangun sejak PBAK 2025 akan menjadi pondasi sukses mahasiswa baru dalam membangun masa depan cerdas spiritual dan tangguh digital. Wallahu A’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *