I’tibar Pasca Idul Fitri: Memperkokoh Ukhuwah Islamiyah

I’TIBAR PASCA IDUL FITRI: MEMPERKOKOH UKHUWAH ISLAMIYAH

 

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي مَنّ عَلَينا بِنِعمَةِ الصِحّةِ والعافِىةِ واَمَرَنا بطَلَبِ الرِزْقِ والمَعِيْشَةِ ،وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه ذُوْالجَلالِ والاِكْرامِ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،ٍ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُححْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Jamaah Jum’at rahimakumulluh,

Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT yaitu dengan menjalankan perintah Allah SWT dengan ikhlas, khusyu, lagi penuh tawakkal juag menjauhi larangan Allah SWT. Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Jamaah Jum’at rahimakumulluh,

Dalam suasana masih menghidmati lebaran idulfitri 1444 H., ini, Al-hamdulillah kita telah melalui sebuah momentum yang sangat strategis dalam meneguhkan peradaban mulia bagi manusia, terlebih bagi umat Islam yakni momentum Idul Fitri. Momentum ini sungguh memiliki makna yang teramat penting bagi umat Islam, yakni momentum meneguhkan peradaban Islam berbasis ukhuwah Islamiyah. Untuk itulah tentu sangat penting bagi kita kaum muslimin untuk mengelola potensi strategis, utamanya membangun komitmen untuk meneguhkan konfigurasi ukhuwah Islamiyah pasca Idul Fitri ini. Ada beberapa potensi strategis sebagai landasan pacu untuk meneguhkan ukhuwah Islamiyah pasca Idul Fitri ini, diantaranya:

Pertama: Reformasi psikologis; sungguh sangat terasa sekali bagi kita semua yang telah sebulan penuh menunaikan ibadah puasa dengan penuh ketulusan semata-mata “Lillahi Ta’ala”, semata-mata hanya wujud kebaktian kepada Allah swt. Itulah yang kemudian menghantarkan kita yang insya-Allah kita menjadi hamba Allah yang “ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi”.

Posisi kita sebagai hamba Allah yang insya-Allah menjadi perfomance hamba yang terampuni dosa-dosa kita akan menghantarkan kita menjadi pribadi-pribadi yang tampil dengan balutan “al kadzimiinal ghoidzo” yakni pribadi-pribadi yang tampil dengan kecerdasan emosional. Yaitu orang-orang yang mampu mengelola emosi dengan sangat kondusif, tidak lagi mudah marah, mudah tersulut oleh hal-hal yang bersifat merusak pribadi kita. Pendek kata, kita sekarang ini sekarang telah menjadi pribadi-pribadi yang dengan matang mampu mengendalikan diri dengan sangat bijaksana. Firman Allah dalam surat Ali Imran/3: 134 yang berbunyi:

الَّذِيۡنَ يُنۡفِقُوۡنَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالۡكٰظِمِيۡنَ الۡغَيۡظَ وَالۡعَافِيۡنَ عَنِ النَّاسِ‌ؕ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الۡمُحۡسِنِيۡنَ‌ۚ

Artinya: “..(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.(QS. Ali Imran [3]: 134).

Itulah yang kemudian, saat ini kita mereformasi psikologis kita yang semula enggan memaafkan orang lain, sekarang kita tampil dengan perfomance baru yakni pribadi-pribadi yang sangat ringan memaafkan sesamanya. Kita tidak lagi menjadi pribadi yang angkuh, tapi kita sekarang menjadi pribadi yang santun, lembah manah, simpati dan empati dengan sesama.

Kedua: Reformasi Antropologis; Mudik menjadi istilah umum bagi umat muslim yang merayakan momen lebaran Idul Fitri di tanah kelahirannya. Istilah mudik berasal dari kata udik, yang merupakan bahasa melayu yang artinya hulu atau ujung. Pada masyarakat Melayu yang tinggal di hulu sungai pada masa lampau, sering bepergian ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk. Setelah selesai urusannya, maka kembali pulang ke hulu pada sore harinya. “Berasal dari bahasa Melayu, udik. Konteksnya pergi ke muara dan kemudian pulang kampung. Saat orang mulai merantau karena ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan hingga sekarang saat mereka kembali ke kampungnya,”

Menurut Ahli Antropologi UGM Heddy (2022), istilah mudik mulai dikenal luas di era tahun 1970-an, setelah pada masa orde baru melakukan pembangunan pusat pertumbuhan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan yang menyebabkan orang melakukan urbanisasi pindah ke kota untuk menetap dan mencari pekerjaan. Ia menuturkan, mereka yang bekerja dan hidup di kota tinggal jauh dalam waktu lama dari kerabatnya. Padahal, selama di desa bisa dekat dengan kerabat. “Kangen pasti. Menunggu libur yang agak panjang agar bisa kumpul sangat ditunggu. Karena kita di Indonesia masyarakat muslim yang paling banyak maka lebaran Idul Fitri jadi pilihan. Berbeda dengan di Amerika dan Eropa, warganya banyak pulang kampung saat perayaan thanksgiving atau perayaan natal.

Sementara budaya di kita” kadang mudik Idul Fitri bagi sebagian orang bukan semata-mata untuk ajang kumpul keluarga. Namun, juga menjadi ajang bagi sebagian orang untuk pamer atas keberhasilan mereka di tanah perantauan. lebih parah lagi “Motivasi lain karena ingin menunjukkan ia sudah berhasil secara ekonomi,” hal ini merupakakan akhlak yang tidak terpuji yang perlu direfomasi. Dalam Islam dapat dikegorikan pamer atau ria.

Syaikh Muhammad al-Utsaimin dalam Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 4 menyebutkan definisi riya menurut bahasa, yakni bentuk nomina dari kata raa’a-yuraa’i-riyaa’a. Adapun riya adalah mereka yang beribadah kepada tuhannya agar dilihat orang lain sehingga mereka memujinya. Dikatakan bahwa orang yang berbuat riya, tidak ikhlas semata mengharap ridha Allah SWT dalam mengerjakan amalnya. Sementara Allah memerintah hamba-Nya untuk beribadah dengan hari yang tulus dalam Surah Al-Bayyinah ayat 5:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Artinya: “Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)” (QS. Al-Bayyinah [98]:5).

Ketiga: Reformasi Sosiologis; dapat kita rasakan bahwa ketika kita bersama-sama mengakhiri ritual ibadah puasa, maka setidaknya kita bersama memasuki momentum paling strategis yang oleh Sunan Kalijaga dikonstruksikan menjadi kearifan lokal yang sangat bermakna, lebaran, luberan dan laburan yakni:

Lebaran atau Id al Fitri merupakan penanda bahwa ibadah puasa telah selesai. Merayakan hari yang paling penting bagi kita semua, yakni merayakan Idul Fitri. Memasuki momentum kemenangan setelah selama 1 (satu) bulan penuh berjuang dan berjihad untuk meraih maghfirah Allah swt. Tetapi kita tidak boleh hanya larut dalam ueforia kemenangan tanpa makna, oleh karena itu kita harus melampaui apa yang disebut dengan “Luberan”. dalam konteks ini berlebihan sangat dilarang dalam Islam.

Luberan mengandung makna bahwa kita harus mampu mengekspresikan kebersamaan kita melalui aksi sosial yang kongkrit. Amalan-amalan mulia seperti: sadaqah, infak, dan zakat sangat terasa maknanya bagi kita untuk membangun solidaritas umat Islam. Inilah peradaban mulia yang sangat penting bagi kita semua. Selanjutnya kita juga harus melampaui apa yang disebut dengan “Leburan”.

Leburan mengandung makna bahwa kita satu sama lain harus melebur menjadi satu kesatuan umat Islam yang solid. Jubah-jubah keangkuhan harus kita lepaskan, untuk kemudian kita bangun solidaritas sesama umat Islam dan kemudian kita sempurnakan dengan apa yang disebut dengan “Laburan”.

Laburan yang dalam hazanah tradisi masyarakat Indonesia ialah merubah perfomance lama dengan perfomance yang baru. Hari ini kita telah menjadi manusia-manusia baru, manusia yang diilustrasikan oleh Nabiyullah Muhammad saw sebagai yang “kal waladathu ummuhu”, manusia yang laksana fitri baru saja dilahirkan oleh ibunda kita.

Sebagai manusia dengan performance (penampilan) baru, ininilah makna Fitri yang sbenarnya. Maka tidak ada pilihan lain kecuali kita sekarang juga harus mampu menunjukkan kepada publik secara luas bahwa umat Islam adalah umat yang solid. Tidak ada pilihan lain kecuali kita harus mampu meneguhkan ukhuwah Islamiyah di Nusantara ini.

Dalam menghidmati pasca hari yang fitri ini, kita tidak boleh lagi satu kelompok dengan kelompok yang lain saling “menghakimi”, bahkan saling menghujat atau bahkan saling “mengkafirkan”. Kita boleh berbeda dalam memahami teks agama kita, tapi kita harus tetap satu yakni umat Islam yang saling menguatkan satu dengan yang lain. Allah swt berfirman di dalam surat Al Hujurat/49 : 10-11 yang berbunyi:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).  Ayat berikutnya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.(QS. Al-Hujurat [49]: 10).

Memperkokoh ukhuwah Islamiyah saat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab jika tidak maka kita jugalah yang akan rugi. Semoga Allah swt meridhoi niat suci kita ini, sehingga ukhuwah Islamiyah yang kita harapkan dapat terjalin dan terwujud dengan baik. Amin Ya Robbal

بارك الله لى ولكم فى القران العظيم ونفعنى واياكم بما فيه من الايت والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم. واستغفرالله العظيم لى ولكم ولوالدى ولوالد يكم ولسائرالمسلمين والمسلمات فاستغفروه فيا فوزالمستغفرين ويا نجاة التا ئبين

Khutbah ke-2

   اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا

أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَخَشُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا اَللهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *