Spirit 144 Hijrah Mendorong Perubahan
Amma ba’du…
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman serta Islam. Itulah nikmat terbesar yang Allah SWT karuniakan kepada hambanya. Semoga kita selalu berada dalam keadaan Iman dan Islam hingga akhir hayat kita. Marilah kita bersama perkuat ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran ayat 102).
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan kita dan tiap sunnahnya selalu kita teladan.
Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT
Pada khutbah kali ini, kita akan melihat bagaimanakah spirit hijrah dalam memasuki tahun baru hijriah ini dalam mendorong kita pada semangat perubahan. Allah SWT berfirman,
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
Artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Rad: [13]:11).
Ayat diatas merupakan sebuah petunjuk yang sangat jelas dari Allah SWT, bahwa suatu perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri. Perubahan yang dimaksud ialah perubahan menuju arah kebaikan, bukan malah sebaliknya perubahan ke arah keburukan. Sebagaimana firman Allah SWT,
اَلَمْ نَجْعَلْ لَّه عَيْنَيْنِۙ
وَلِسَانًا وَّشَفَتَيْنِۙ
Artinya, “Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata, dan lidah dan sepasang bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan).” (QS. Al-Balad [90]:8-10).
Berubah untuk menjadi baik memang bukanlah hal yang mudah. Ayat di atas dilanjutkan dengan ayat berikutnya, dimana Allah berfirman,
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ
وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الْعَقَبَةُ ۗ
فَكُّ رَقَبَةٍۙ
اَوْ اِطْعَامٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍۙ
يَّتِيْمًا ذَا مَقْرَبَةٍۙ
اَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍۗ
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِۗ
Artinya, “Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya), atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir. Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (QS. Al-Balad [90]:11-17).
Perhatikan bagaimana dalam ayat di atas, memilih jalan baik diumpakan dengan “menempuh jalan yang mendaki dan sukar.” Allah berfirman,
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ
Artinya, “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah [2]:45).
Pada tafsir Ibn Katsir, kata “kabiirah” memiliki makna sebagai “masyaqqah tsaqiilah” atau sesuatu kesulitan yang sangat berat. Lalu apa makna orang yang khusyu’ dalam ayat itu. Dalam tafsir Ibn Katsir dijelaskan, Abi Talhah menjelaskan, dari Ibn Abbas, bahwa orang yang khusyu adalah “يعني المصدقين بما أنزل الله “, orang yang percaya dengan apa yang diturunkan Allah SWT.
Dari ayat tersebut, jelas bahwa sebuah perubahan perlu sebuah perjuangan yang tidak mudah. Jika kita mengenang bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat hijrah dari Mekkah ke Madinah, kita tentu akan menyadari betapa beratnya perjuangan beliau dalam memperjuangkan agama Islam ini.
Maka dari itu paling tidak ada 3 pembelajaran yang dapat menguatkan semangat dan langkah kita untuk berubah, antara lain:
1. Memohon petunjuk/hidayah dan pertolongan kepada Allah
Pada setiap rakaat shalat, kita selalu membaca surat Al-Fatihah, dimana kita menyampaikan doa kita agar kita mendapat hidayah. Hidayah merupakan sesuatu yang sangat mahal harganya. Batas yang memisahkan antara orang yang masuk ke surga dan neraka adalah kalimat syahadat. Kalimat syahadat, secara verbal tidaklah panjang, namun betapa beratnya untuk diucapkan jika seseorang tidak mendapat hidayah. Bahkan Rasulullah sendiri tidak dapat memberi hidayah kepada pamannya.
اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya, “Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al-Qasas ayat 56)
Dalam sebuah riwayat dalam Tafsir Ibn Katsir, diriwayatkan bahwa ayat tersebut turun ketika ajal mendekati Abu Thalib, paman Rasulullah SAW.
Saat itu Rasulullah SAW mengajak pamannya tersebut untuk menyebut kalimat tauhid, namun hingga akhir hayatnya, bibir pamannya tersebut tidak jua menyebut kalimat tauhid.
2. Bersungguh-sungguh
Untuk berubah dan mendapatkan petunjuk, maka harus dilakukan dengan mujahadah, baik dengan doa maupun ikhtiar. Sebagaimana firman Allah SWT,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Surah Al-‘Ankabut ayat 69).
3. Mengikuti langkah orang-orang yang ikhlas
Agar perubahan yang kita lakukan tidak salah jalan, tidak tersesat. Maka kita perlu memiliki seseorang yang dapat membimbing kita, menemani kita, bahkan menegur kita dalam perjalanan kita untuk berubah. Waktu terus berlalu, dan masa berjalan tanpa terasa. Detik ke menit, jam berganti hari, bulan berjalan ke tahun, tak bisa ditahan. Sang Pengatur Ketentuan telah mengalirkan zaman ke zaman sesuai alur kepastian-Nya. Dari sanalah usia merambat bilangan angka. Dari sana pula sisa umur semakin menuju titik akhir. Pertanyaannya adalah: Semakin berkahkah usia kita? Sebuah pertanyaan singkat yang hanya bisa disikapi dengan refleksi dari sejarah panjang perjalanan hidup yang telah dilalui.
Lantas, siapakah orang yang layak untuk kita ikuti? Tentu adalah orang-orang yang ikhlas. Sebagaimana firman Allah SWT,
اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Artinya, “Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin [36]: 21).
Kesimpulan dari penjabaran di atas, bahwa untuk berubah, maka diperlukan setidaknya dua hal kita harus merubah diri kita sendiri dan kita harus khusyu. Dalam menguatkan langkah perubahan kita, maka diperlukan untuk memohon petunjuk/hidayah, pertolongan kepada Allah bersungguh-sungguh serta mengikuti langkah orang-orang yang ikhlas.
Demikian khutbah pertama ini. Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah kepada kita semua.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ
Khutbah II