MEMBANGUN KEMITRAAN UKHUWAH:
Pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurar
Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia,
Terhitung sejak tanggal 3 Juli 2021, pemerintah mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Darurat di sejumlah tempat. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menekan persebaran virus corona yang terus meluas. Sebagai bagian dari upaya percepatan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia, Badan Pusat Statistik menyelenggarakan Survei Perilaku Masyarakat Pada Masa Pandemi COVID-19 (SPMPMPC-19) secara daring (online) mulai tanggal 13-20 Juli 2021. SPMPMPC-19 bertujuan untuk mendukung penyusunan kebijakan pemerintah dalam percepatan penanganan COVID-19 melalui penyediaan informasi tentang kepatuhan diri dan masyarakat sekitar terhadap protokol kesehatan, pendapat masyarakat tentang vaksinasi, dan respon masyarakat dalam menyikapi masa pembatasan kegiatan. Hasil survei disajikan dalam booklet infografis ini. Harapannya, pembaca dapat dengan mudah memahami informasi yang disajikan. Mayoritas penduduk merasa jenuh/sangat jenuh selama PPKM diberlakukan (60% Responden). Banyak responden yang mengisi kegiatan selama pembatasan melalui kegiatan yang meminimalkan mobilitas, yaitu berkomunikasi dengan keluarga/teman secara online dan memperbanyak ibadah. (Survey BPS,2021). Kebijakan PPKM Darurar di atas, secara tidak langsung membatasi kegiatan umat dalam kepentingan membangun dan atau menjaga Ukhuwah Jasamiyah. Membanungun kemitraan dan membina hubungan yang baik dengan sesame muslim guna mencapai kebahagiaan yang didambakan, baik didunia maupun di akhirat. Menjadi wajib untuk dilaksanakan.
Islam memberikan petunjuk kepada umat manusia mengenai bagaimana menjalani kehidupari dengan benar agar manusia dapat mencapai kebahagiaan yang didambakan, baik didunia maupun di akhirat. Salah satu aspek yang membentuk kebahagiaan hidup seorang muslim adalah kemampuan membanungun kemitraan dan membina hubungan yang baik dengan sesama muslim. Dalam khutbah Jum’at pada hari ini, khatib ingin mengajak kita sekalian untuk merenungkan makna firman Allah SWT yang merupakan prinsip pokok ukhuwah;
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah SWT supaya kamu mendapat rahmat”. (QS. Al Hujurat [49]:10).
Ayat diatas ditujukan kepada seluruh umat Islam. Sejalan dengan makna ayat itu Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits mengatakan bahwa umat Islam adalah laksana tubuh yang satu, ada atau tak ada semacam perjanjian tertulis, namun umat Islam karena keislamannya, harus memandang umat Islam lainnya sebagai saudaranya sesuai dengan prinsip ukhuwah Islamiyah.
Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia,
Ukhuwah Islamiyah, mudah diingat dan seringkali diucapkan, yang susah adalah pelaksanaannya dalam dilapangan. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya Fiqh Ukhuwwah menjelaskan hak dan kewajiban ukhuwah dalam Islam berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi, diantaranya:
Pertama, menutupi aib saudara seiman. Rasulullah SAW bersabda; “Barang siapa menutupi aib seorang muslim, Allah SWT akan menutupi aibnya didunia dan diakhirat”. (HR. Muslim). “Barang siapa membela kehormatan saudaranya (sesama Muslim), Allah SWT akan menjauhkan neraka dari wajahnya pada hari kiamat”. (HR. Tirmidzi).
Kedua, memaafkan saudara seiman. Imam Malik meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Dibuka pintu-pintu surga setiap hari Senin dan Kamis. Ampunan ilahi dilimpahkan kepada setiap hamba yang tidak mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu, kecuali yang menyimpan dendam kepada saudaranya. Tentang mereka dikatakan: Tunggu, tunggu, tunggu, sampai mere/caberbaikan”
Ketiga,melepaskan kesulitan sesama muslim. Rasulullah SAW bersabda; “Allah menolong hambaNya selama ia menolong saudaranya”. (HR. Tirmidzi). “Terkutuklah orang yang mendatangkan bahaya atau membuat tipu daya terhadap seorang mukmin”. (HR. Tirmidzi).
Keempat, berbaik sangka kepada sesama muslim. Allah S WT berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.(QS. Al Hujurat [49:]:12).
Kelima, berdoa untuk kebaikan sesama muslim, baik semasa hidupnya maupun setelah wafat. Firman Allah SWT;
“Orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa; Tuhan ! beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Tuhan! Engkau Maha Penyantun, Maha Pengasih”. (QS. 59 Al Hasyr: 10).
Dalam kaitan ukhuwah lslamiyah, hubungan dan interaksi sosial yang dijiwai dengan kasih sayang dan ketulusan disebut silaturrahim. Silaturrahim yang merupakan salah satu tolok ukur kesempurnaan Islam seseorang, harus dipelihara dan dikembangkan didalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Allah SWT berfirman;
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah SWT menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS, An-Nisa’ [4]: 1).
Ayat ini menegaskan eksistensi Allah sebagai Dzat yang telah menciptakan manusia dengan beragam wama kulit, bahasa dan budaya. Bahwa Allah Maha Agung dengan menciptakan manusia dengan warna yang beragam. Atas fakta inilah, maka manusia dituntut untuk bertakwa kepada-Nya, di mana salah satu realisasi ketakwaan tersebut adalah sillaturrahim.
Islam memandang baik atau buruknya hubungan seorang muslim dengan orang lain berdampak pada nilai keimanan. Dalam riwayat Abu Hurairoh Rasulullah SAW bersabda: “kalian tidak akan masuk surga, sebelum kamu beriman. Dan kamu tidak beriman, sebelum kamu saling mencintai dan sayang menyayangi satu sama lain. Maukah aku tunjukan sesuatu yang jika kalian melakukannya maka akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian ” (HR. Muslim).
Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh menyimpan kebencian, dendam permusuhan, atau khianat terhadap orang lain. Orang yang lurus iman dan Islamnya, pasti mempunyai jiwa yang bersih, pikiran yang lapang, dan hati yang jujur serta senantiasa mendoakan yang baik untuk orang lain. Karena itu, iman yang efektif ialah iman yang mengendalikan perilaku aktif dalam kehidupan sehari-hari.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya ”Al-Iman wal Hayat” (Iman dan Kehidupan) melukiskan karakter seorang muslim yang berhati mulia, yakni sanggup menahan amarahnya, walaupun dia kuasa melampiaskannya, suka memberi maaf walaupun sanggup untuk melakukan penyiksaan. Berlapang dada, walaupun dia yang benar. Orang beriman tiada dengki dan tiada menaruh benci, karena kedengkian dan perasaan kebencian itu adalah benih yang ditaburkan syaitan, sedang cinta dan kasih sayang serta hati yang bersih adalah tanaman dari Tuhan yang Maha Penya yang. Mudah-mudahan kita semua menjadi muslim yang senantiasa memelihara dan menegakkan khuwah lslamiyah dengan setulus hati dimana pun kita berada. Setiap muslim haruslah mengutamakan kepentingan menjaga Ukhuwah Islamiyah diatas segala kepentingan pribadi dan golongan.
Kutbah Ke II;