MODAL MANUSIA UNGGUL DAN KOMPETITIF
Khutbah I
Hadirin jamaah shalat Jumat as’adakumullah,
Ketundukan alam semesta terhadap manusia diisyaratkan langsung oleh sang pemilik alam, Allah subhanahu wata’ala dalam al-Qur’an:
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِاَمْرِهٖۗ وَيُمْسِكُ السَّمَاۤءَ اَنْ تَقَعَ عَلَى الْاَرْضِ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ (٦٥)
“Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit agar tidak jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.” (QS Al-Hajj [22]: 65).
Satu kata yang menjadi fokus bahasan dalam ayat ini adalah kata “tunduk”. Dalam KBBI, kata tunduk dimaknai sebagai menghadapkan wajah ke bawah, condong ke depan dan ke bawah (tentang kepala); melengkung ke bawah (tentang malai padi); takluk; menyerah kalah.
“Sakhkhara” pada ayat tersebut artinya menundukkan. Muhamma Yunus mengartika سَخَّرَ dengan memaksa kerja tanpa upah.
Dari beberapa pengertian tersebut setidaknya mengandung satu pemahaman bahwa Allah menciptakan manusia dengan potensi melebihi potensi yang dimiliki makhluk lainnya. Dengan dengan demikian mereka takluk, kalah, menyerah, dan hormat kepada manusia.
Mahasuci Allah yang telah menciptakan manusia di atas yang lain. Hal ini juga disebutkan dalam surah at-Tin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS At-Tin[95]: 4).
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Banyak yang berpendapat bahwa kelebihan manusia di atas makhluk lainnya adalah karena potensi akal dan berpikir, bahkan Allah sendiri telah menobatkan manusia menjadi khalifah fi al-ardh (pemimpin bumi).
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً (٣٠)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (QS Al-Baqarah [2]: 30).
Berbeda dengan pendapat para sufi, mereka berpendapat yang menjadi titik unggul manusia dibanding lainnya adalah:
Pertama, menurut Ibnu Arabi adanya kesempurnaan manusia sebagai lokus penampakan nama-nama (asma’) dan sifat-sifat Tuhan. Manusia disebutkan sebagai ciptaan terbaik sebagaimana ditegaskan dalam surah Shad ayat 75
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (٧٥)
Allah berfirman: “Hai Iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” (QS Shaad [38]: 75).
Kalimat “Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku” dalam ayat tersebut menunjukkan betapa istimewanya manusia. Dalam diri manusia terdapat pantulan semua asama Allah sedangkan makhluk lainnya hanya sebagian saja.
Kedua, Sayyed Hossein Nasr menyebutkan manusia sebagai satu-satunya makhluk teomorfis atau makhluk eksistensialis yang dapat naik turun martabatnya di hadapan Tuhan. Senada dengan pendapat tersebut al-Jilli melihat manusia sebagai makhluk paripurna atau insan al-kamil. Manusia paripurna inilah disebut dengan khalifah yang sesungguhnya.
Bahkan menurut Ibnu Arabi manusia yang tidak sampai pada derajat kesempurnaan adalah binatang yang menyerupai manusia, dan tidak layak menyandang predikat khalifah. (Nasaruddin Umar, Tasawuf Modern, Jakarta: Republika, hal. 94).
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Penjelasan tersebut menjadi motivasi penting bagi manusia agar senantiasa menyadari akan kesempurnaan dirinya, mengembangkan dan memelihara agar kelak kembali kepada berada dalam kondisi sebagaimana awal penciptaannya.
Teringat satu pertanyaan jamaah dalam sebuah acara kepada Prof. Quraish Shibab, tentang manusia terbaik. Beliau menjawab bahwa manusia terbaik adalah manusia yang dapat menjalankan apa-apa yang menjadi tujuan ia diciptakan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ (٥٦)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS Adz-Dzariyat[51]: 56).
Konsep manusia unggul dan kompetetuf (terbaik) dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam adalah orang yang bermanfaat bagi lainnya:
عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « المُؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ ، وَلَا خَيْرَ فِيْمَنْ لَا يَأْلَفُ ، وَلَا يُؤْلَفُ، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ »ـ
Dari Jabir, ia berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni).
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Perilaku tunduk dan taat kepada Allah SWT., ini termasuk bagian fastabiqul khairat yang secara bahasa dapat diartikan sebagai bersegera mentaati, menerima, dan mengikuti perintah atau syariat Allah SWT. Tunduk dan taat kepada Allah SWT adalah cara untuk memanfaatkan anugerah hidup sebaik-baiknya. Hakikat menjadi seorang muslim adalah tunduk pada perintah Allah SWT yang tertuang dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Seseorang yang tunduk dan taat pada Allah SWT akan memperoleh ketentraman hati dan kebahagiaan hidup, sebagaimana tertera dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 96: “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah ia akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” (QS. Al-A’raf: 96).
Selain itu, berkompetisi dalam kebaikan juga tergambar dalam firman Allah di Surat Al-Baqarah ayat 148. “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya (pada hari kiamat). Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Al-Baqarah ayat 148).
Maka di akhir khutbah pada kesempatan kali ini, khatib mengajak kepada jamaah, marilah kita selalu berusaha untuk menjadikan diri ini tetap istimewa terbaik, terunggul sebagaimana awal penciptaan dan menjadikannya bermanfaat untuk diri dan orang lain serta seluruh makhluk Allah di muka bumi ini.
Khutbah II: