MEMBANGUN HUMAN CAPITAL PENDIDIKAN:
MERAIH KEUNGGULAN KOMPETITIF
Disampaikan pada acara Sharing ideas dan Brainstorming dari para Guru Besar. Rapat Kerja Pascasrajana UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tema:Penguatan Atmosfir Akademik Pascasarjana Yang Unggul Bertaraf Internasional
CONTEX
Bila suatu organisasi atau lembaga tidak terkecuali organisasi lembaga pendidikan diibaratkan sebagai sebuah pohon, maka manusia adalah getah yang membuat organisasi tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Bila suatu organisasi diibaratkan sebagai tubuh kita, maka manusia adalah darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh, sehingga tubuh mampu mempertahankan kehidupan, melaksanakan misi, tumbuh, dan berkembang serta meraih visi dan cita-cita. Tentu bukan sekedar getah, juga bukan sekedar darah, tetapi getah dan darah yang mengandung sari makanan dan zat-zat yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh.
Pada setiap organisasi atau lembaga, sari makanan dan zat-zat yang dibutuhkan yang memungkinkan organisasi maupun negara dan bangsa ini dapat mempertahankan hidup serta tumbuh dan berkembang adalah pengetahuan, kemampuan teknis, keteram-pilan, kebiasaan, perilaku, dan kepribadian personil organisasi. Sari makanan dan zat-zat tersebut merupakan energi potensial yang melekat pada diri manusia dan sering disebut sebagai human capital.
HUMAN CAPITAL PENDIDIKAN
Human capital, dalam skala mikro (lembaga pendidikan), adalah kekayaan pendidikan yang tersimpan pada diri setiap personil dalam segala aspek dan wujudnya (Rusdiana, 2020: 30). Dalam skala makro atau negara, menurut World Economic Forum (2013), human capital adalah keterampilan dan kapasitas yang berada di masyarakat dan digunakan untuk kegiatan produktif sehingga menjadi faktor penting keberhasilan pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
Human capital adalah sekumpulan sumberdaya yang meliputi pengetahuan, kebiasaan, bakat, keahlian dan keterampilan, kemampuan, pengalaman, kecerdasan, pelatihan, kebijakan, dan kearifan, serta kepribadian dan atribut sosial, seperti adat-istiadat dan budaya yang dimiliki oleh individu atau masyarakat. Sumberdaya tersebut menunjukkan kapasitas masyarakat untuk menghasilkan nilai ekonomi dan kesejahteraan individu, perusahaan, organisasi, komunitas, bangsa dan negara.
DIMENSI HUMAN CAPITAL
Human capital dapat diklasifikasi dan diidentifikasi dalam dua dimensi, yaitu dimensi kuantitatif (tangible) yakni jumlah manusia (termasuk jumlah penduduk usia produktif yang melimpah atau bonus demografi) yang terlibat dalam proses penciptaan nilai; dan dimensi kualitatif (intangible) yakni kemampuan, sikap, dan bakat serta komitmen personil/manusia.
Dimensi intangible human capital meliputi setidaknya tiga aspek utama yakni kompetensi, sikap, dan kecerdasan intelektual (Roos, J., et al., 1998); yang dapat diringkas lagi menjadi dua aspek yakni kompetensi dan komitmen. Human capital secara matematik merupakan perkalian antara kompetensi dengan komitmen atau HC = x C= CC = 2C (Ulrich, 1998 dalam Nasih, 2014:3).
Hal demikian dalam bahasa agama disebut sebagai al-qowiy dan alamin (qowiyun amiin). Qowiy artinya kuat yang dalam dunia usaha bisa mencakup kompetensi, professionalism dan sejenisnya. Amin artinya amanah; dapat dipercaya. Qowiyyun Amin adalah karakter Nabi Musa ‘Alaihissalaam yang diabadikan dalam (Q.S. Al-Qasas [28]:26).
Dalam dunia bisnis, para pakar entrepreneur, menyatakan bahawa modal utama bukanlah uang, melainkan kepercayaan. Integritas! Begitu pula yang membuat Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihii wassalaam dapat sukses dalam setiap perniagaannya hingga mengantarkan kepada kegemilangan, tak lain adalah: kepercayaan. Al Amin.
1. Kompetensi
Kompetensi seseorang tergambar dari kemampuan yang bersangkutan untuk menjalankan semua tugas dan fungsi yang diemban dengan baik. Kompetensi merupakan energi dan kekuatan yang memungkinkan seseorang untuk mencapai kinerja lebih baik pada satu atau lebih aspek pekerjaan. Kompetensi juga menggambarkan tingkat kecerdasan seseorang. Menurut Roos, et al. (1998), terdapat tiga aspek kompetensi yakni pengetahuan (knowledge), kecerdasan (ability) dan kemampuan teknis (skills). Orang dengan kecerdasan dan keahlian memadai selalu berusaha memperluas, menambah dan memperdalam pengetahuan, mengasah kemampuan, dan menciptakan hasil melebihi atau minimal sesuai dengan yang diharapkan. Senge, (1990), mengidentifikasi seseorang dengan kompetensi tinggi mempunyai ciri:
- Berilmu: menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan tugas dan pekerjaan yang diemban;
- Pembelajar: mempunyai kecerdasan tinggi dengan selalu mengupdate ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki, terbuka, berfikir sistematis, adaptif, inovatif, berani mengambil resiko, dan fleksibel;
- Pengamal ilmu: menerapkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki dalam semua kegiatan termasuk dalam memilih metode, proses, dan prosedur yang tepat serta menganilisis dan memecahkan masalah secara ilmiah;
- Pekerja-bersama: mampu bekerja sama, saling percaya dan berempati serta berinteraksi dengan baik dengan orang lain dalam organisasi.
2. Komitmen
Dimensi kedua dari human capital adalah komitmen; Komitmen merujuk pada tingkat keinginan seseorang untuk tetap menjadi bagian dari dan memberikan yang terbaik untuk organisasi atau komunitas dalam segala situasi dan kondisi. Seseorang dengan komitmen tinggi akan berpegang teguh pada adagium: right or wrong is my country, dan tidak hanya berada dan menjadi bagian organisasi bila menguntungkan secara pribadi serta segera meninggalkan atau bahkan memusuhi organisasi bila dirasa organisasi mempunyai masalah, merugi atau tidak menguntungkan lagi. Komitmen seseorang sangat penting bagi organisasi karena akan mendorong terciptanya keserasian, harmoni, sinergi, dan integrasi karena setiap orang mempunyai motivasi dan semangat yang sama yakni kemajuan organisasi.
Komitmen organisasional merupakan sikap loyalitas karyawan dan proses yang berkelanjutan dari seorang karyawan untuk mengekspresikan perhatian mereka kepada keberhasilan dan kebaikan dalam organisi. Sikap loyalitas ini diindikasikan dengan tiga hal, yaitu:
- Keinginan kuat seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasi;
- Kemauan untuk mengerahkan usahanya untuk organisasi; dan
- Keyakinan dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi (Luthans, 2006), dalam Pratama & Wayan (2017:3624).
Kedua aspek human capital terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak mungkin dipilah apalagi dipisah. Kompetensi tanpa komitmen tidak akan memberikan manfaat apapun bagi organisasi, perusahaan, maupun negara karena kepentingan yang diusung hanya kepentingan pribadi.
- Seseorang dengan kompetensi tinggi tetapi komitmen (nasionalisme) rendah akan berusaha untuk menggunakan kompetensinya hanya memaksimalkan pencapaian kepentingan pribadi meskipun merugikan organisasi.
- Sebaliknya, komitmen tinggi tanpa kompetensi juga tidak akan memberikan nilai dan kontribusi maupun keuntungan apapun bagi organisasi. Mereka biasanya hanya nunut urip (atas nama rakyat dan pemilik negeri ini) dan tidak melakukan apapun karena mereka tidak mempunyai kemampuan. Bagi organisasi maupun negara, kompetensi tanpa komitmen adalah musuh, komitmen tanpa kompetensi adalah lumpuh.
Banyak orang berpengetahuan tinggi dan sangat cerdas di negeri ini, tetapi karena tidak mempunyai komitmen kenegaraan yang cukup, mereka justru mengeruk sumberdaya dan kekayaan negara dan membawanya pergi untuk kepentingan pribadi. Demikian juga sebaliknya, banyak orang yang berkomitmen serta mempunyai nasionalisme tinggi tetapi karena tidak mempunyai kemampuan, keahlian, keterampilan maupun kebiasaan dan perilaku yang baik, mereka justru menjadi beban bagi bangsa dan negara.
HUMAN CAPITAL DAN KEUNGULAN KOMPETITIF
Dalam Pesespektif Manajemen Pendididkan
Peran strategis human capital dalam kehidupan sosial ekonomi dan pendidikan tidak perlu dipertanyakan lagi. Saat ini, konsepsi tentang pengelolaan pendidikan (sebagai unit bisnis), telah mengalami perubahan total dibandingkan dengan masa awal revolusi industri. Dahulu, kemampuan finansial customer belum seberapa tinggi. Kemampuan finansial yang tidak terlalu tinggi menyebabkan selera, permintaan, dan tuntutan customer tidak macam-macam. Dalam kondisi demikian, menjual layanan pendidikan apa yang bisa dibuat serta cost leadership (kepemimpinan biaya), menjadi satu-satunya strategi. Tidak ada dan tidak diperlukan strategi lain.
Kemampuan lembaga pendidikan untuk melaksanakan transaksi bisnis, baik internal maupun eksternal, secara murah dan lancar menjadi kunci keberhasilan. Kemampuan untuk memanfaatkan keuntungan yang diperoleh dari skala dan lingkup keekonomian serta mendirikan unit usaha baru/jurusan-jurusan baru yang dapat menghasilkan produk standar secara masal dan efisien juga menjadi penentu keberhasilan lembaga pendidikan, penciptaan nilai, dan kesejahteraan pemilik. Kelangsungan hidup dan perkembangan lembaga pendidikan (unit bisnis) banyak ditentukan oleh kemampuan lembaga pendidikan untuk menjual produk yang dapat dihasilkan (technology push) dengan harga yang relatif murah. Inilah yang disebut sebagai teori ekonomi biaya transaksi perusahaan. (the transaction costs economy theory of the firm) (Riordan dan Williamson, 1985; Argyres dan Liebeskind, 1999).
Situasi terus berkembang, seiring dengan meningkatnya kemampuan keuangan, selera dan tuntutan customers mengalami perubahan. Kebutuhan dan tuntutan mengalami peningkatan, tidak hanya satu macam tapi bermacam-macam. Lembaga pendidikan dituntut untuk mampu menghasilkan berbagai macam produk yang bermutu dan tidak hanya menjual apa yang bisa dibuat. Strategi unit bisnis pun harus disesuaikan menjadi membuat apa yang bisa dijual. Lembaga pendidikanpun tidak lagi cukup hanya dengan mendirikan jurusan jurusan baru (financial capital) tetapi harus mulai mempertim-bangkan faktor produksi atau sumberdaya yang lain. Sumberdaya Lembaga pendidikan tidak hanya tanah, gedung, dan jurusan atau physical (tangible) assets, tetapi juga manusia, manajemen, dan metode atau intangible assets, dijadikan tarohannya.
Semua kekayaan dan sumberdaya organisasi/lembaga pendidikan harus dikelola dan dimanfaatkan secara efisien, efektif, dan optimal agar tujuan pendidikan serta keuntungan dapat diraih. Tuntutan kemudian adalah “kemampuan suatu organisasi/lembaga pendidikan untuk mengelola dan mengkombinasikan secara optimal setiap sumberdaya yang dimiliki baik tangible maupun intangible merupakan kunci keunggulan bersaing bagi organisasi/ lembaga dalam rangka menciptakan nilai bagi lembaga dan kesejahteraan bagi pemiliknya” (Wernerfelt, 1984). Pandangan ini dikenal sebagai resource-based theory of the firm (RBTF), yang selanjutnya dapat disebut “teori pengembangan berbasis sumber daya organisasi”.
Selanjunya dalam konteks manajemen pendidikan disebut “Manajememen Pengembangan Organisasi Lembaga Pendididikan” sebagai mata kuliah inti pada program Magister Manajemen Pendidikan Islam S2 Pascasarjana UIN Banadung”. Substansinya bahwa; “(1) manajemen perubahan dan pengembangan sebagai upaya yang dilakukan untuk mengelola dari akibat yang ditibulkan karena terjadi perubahan dalam organisasi penedidikan, (2) merupakan proses secara sistematis dalam merapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk memengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak perubahan tersebut”. (Wibowo 2006, dalam Rusdiana, 2016:31-2).
MANAJEMEN PENGEBANAGAN HUMAN CAPITAL
Esensi penting menerapakan manajemen pengembangan dalam suatu organisasi guna memahami dan dapat menerapkan strategi untuk melakukan perubahan dan perkembangan budaya organisasi dimulai dari dunia pendidikan menjadi salah salah satu faktor berubahnya kehidupan social, ekonomi dan sebagainya dalam satu Negara. Proses perubahan dan pengembangan organisasi yang dierencanakan dikonsepsikan Wallace&Szilgy dalam (Rusdiana, 2016:94); mencakup 6 tahapan, tampak pada gambar 1, berukut:
Gamabar 1: Proses perubahan & pengembangan organisasi
Sumber: Wallace&Szilgy 1982 (dalam Rusdiana, 2016).
Gambar 1 diatas, mengisaratakan bahwa keenam lanngkah tersebut, perlu dipatuhi oleh para pengembang organisasi lembaga pendidikan (1) mengidentifikasi kebutuan untuk melakukan perubahan pengembangan; (2) pengenalan bidang permasalahan; (3) mengidentifihasi hambatan; (4) pemilihan strategi pengem-bangan; (5) pelaksanaan program, dan (6) evaluasi perubahan dan pengembangan. Rupanya keenam langkah tersebut pernah di lakukan oleh para pengembang IAIN menjadi UIN.
STRTATEGI MERAIH KEUNGGULAN KOMPETITIF
Cara terbaik dapat dilakukan lembaga penedidikan agar dapat bersaing unggul kompetitif dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas yang terbaik diperlukanupaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Menurut Pall yang dikutif Tunggal. A.W. 1993 (dalam Ibrahim Rusdiana, 2021:231), cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM. Manfaat dari penerapan TQM dalam organisasi/ perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute (Gambar: 2), berikut:
Gambar: 2 Manfaat Penerapan TQM
Sumber: Tunggal AW,1993 (Ibrahim&Rusdiana, 2021),
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kulitas output yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses dan lingkungannya. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara berkesinam-bungan adalah menerapkan TQM dan penjaminan mutu.
PENUTUP
Memimjam kata-kata mutiara Imam Syafi’i “Banyak orang yang telah meninggal, tapi nama baik mereka tetap kekal. Dan banyak orang yang masih hidup, tapi seakan mereka orang mati yang tak berguna.”
Orang berilmu itu hidup meski ia sudah meninggal dunia, ada meski telah tiada. Orang tidak berilmu itu mati meski ia masih hidup dan bekerja, tiada meski masih ada. Kita bisa hidup mulia kekal abadi dengan menguasai ilmu dan hikmah serta terus menerus memberi manfaat bagi kehidupan sesama.
Dengan mempunyai ilmu, maka kehidupan menjadi semakin terasa hidup. Karena ada pepatah mengatakan: “Orang-orang berilmu akan tetap hidup dan abadi setelah wafatnya, meski tubuhnya telah berkalang debu menjadi serpihan tak berarti. Sementara orang yang tak berilmu tak ubahnya bangkai yang berjalan di atas tanah, ia dianggap hidup padahal ia telah mati”. Wallu alam bimu Showab.
PUSTAKA
Aep Saepololh & A. Rusdiana, 2016. Manajemen Perubahan, Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad Rusdiana. 2016. Pengembangan Organisai Lembaga Pendidikan. Badung: Pusta Setia.
Ahmad Rusdiana & Tatang Ibrahim. 2020. Manajemen Pengembangan Human Capital. Badung Yarama Widya.
Argyres, N.S. dan Liebeskind, J.P. 1999. Contractual Commitments, Bargaining Power, and Governance Inseparability: Incorporating.
Depertemen Agama RI. 1998. Al-Qu’an Dan Terjemahannya. Surabaya: Al-Ikhlas
Gede Bayu Pratama & Wayan Mudiartha Utama ”Pengaruh Komitmen Organisasionaldan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior Di Dinas Koperasi” Jurnal Manajemen Unud, 6:7, (April, 2017): 3622-3650.
Nasih, M. 2005. Pengaruh Aset dan Ekuitas terhadap Human Cost dan Intellectual Capital serta Kinerja Non Keuangan Bank sebagai Lembaga Intermediasi dan Kinerja Keuangan pada Industri Perbankan di Indonesia., Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Ibrahim Tatang & A.Rusdiana, 2021. Manajemen Mutu Terpadu Capital. Badung Yarama Widya.
Riordan, M.H. and Williamson, O.E. 1985. Assets Specifity and Economic Organization. International Journal of Industrial Organization, No.4. Vol.3, hal: 365 – 378.
Roos, J., et al., 1998, Intellectual Capital: Navigating the New Business Landscape, London: MacMillan Press Ltd.
Senge, Peter M. 1994. The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning. Organization, USA – New York: Doubleday
Wernerfelt, B. 1984, A Resource-based View of the Firm, Strategic Management Journal, No. 5 Vol. 2, hal. 171-180.
World Economic Forum. 2013. The Human Capital Report, Geneva-Switzerland.http://www.bimac.fi/nic/nic2011nhc.php# RankinNHC